Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sutarman Digigit Ikan Hiu

16 Juli 2024   22:58 Diperbarui: 17 Juli 2024   07:30 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh ROMAN ODINTSOV dari pexel.com 

Di pulau itu, kesunyian bukanlah sesuatu yang menakutkan, tetapi menjadi melodi alam yang menenangkan jiwa, di mana angin laut berbisik lembut, membawa aroma asin yang segar, sementara ombak kecil mencium pantai dengan ritme yang konstan. Tanpa hiruk-pikuk kehidupan manusia, Tinabo terbiasa dengan kesunyian, menyimpan cerita-cerita yang belum terjamah.

Pulau itu menjadi tempat persembunyian yang sempurna bagi mereka yang berlari dari keramaian dunia. Di antara pasir putih yang lembut dan air laut yang jernih, Tinabo menyambut setiap pengunjung dengan ketenangan, mengundang mereka untuk merenung lalu merasakan harmoni bersama sarwa.

Dia merusak Tinabo, bahkan bayi hiu tidak lagi muncul. kini cerita itu telah berubah, entah dengan alasan apa, dia merusak Tinabo.

Kehancuran itu merambat seperti luka yang sulit untuk disembuhkan, merusak ekosistem yang dulu subur, tenang dan damai. Terumbu karang yang dulu memancarkan warna-warni kini pudar, terselimuti debu kehancuran. Pasir putih yang dulu lembut kini bercampur dengan serpihan kepedihan.

Bayi hiu yang dulu berenang dengan anggun di perairan Tinabo kini tidak lagi muncul. Kehadiran mereka yang dulu menghidupkan laut kini tinggal kenangan yang memudar.

Pulau itu, yang dulu menenangkan, kini terasa menyesakkan, membawa kehancuran yang tidak dapat dielakkan. Angin laut berbisik sedih, membawa aroma yang dulu segar kini penuh dengan kesedihan.

Kerusakan itu bukan sekadar perubahan fisik; ia menjadi pengingat kenangan pahit bahwa alam yang rapuh itu membutuhkan perlindungan dan juga cinta. Di tengah kehancurannya, pulau itu tetap berdiri, menunggu waktu untuk menyembuhkan luka-lukanya, berharap suatu hari nanti akan datang keindahan bersama kedamaian.

Sutarman tidak pernah tahu, dia tidak pernah sadar, ternyata bayi hiu itu senang berbagi cerita bersamanya, mengisahkan betapa hancurnya dia di masa lalu, akibat ulah tangan-tangan jahil yang merusak ekosistem, biota pulau dan laut di ujung bumi Sulawesi Selatan.

Bayi hiu itu menggemaskan, sejak Sutarman menceburkan kakinya ke dalam air laut yang jernih itu, Sutarman baru menyadari betapa cantiknya bayi hiu yang sedang menari bersama gemericik ombak yang berdebur di bawah langit senja.

Bayi hiu itu bercerita tentang masa lalunya yang kelam, hitam, legam termakan api yang menyisakan bongkahan-bongkahan arang. Bersama dendang waktu selama Sutarman menceburkan dirinya di dalam ombak yang mengguratkan kenangan.

Dengan sirip-sirip mungilnya yang berkilauan di bawah cahaya, dia merasakan kebebasan yang tidak terhingga bersama Sutarman. Setiap gerakan terasa seperti tarian yang indah, setiap kibasan sirip membawa sensasi yang menenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun