Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yuni Semaput

12 Juli 2024   10:49 Diperbarui: 12 Juli 2024   11:09 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini adalah hari terakhir bagi Andi mengajar di kampus, dan hari ini tidak ada jadwal mengajar di kelas Yuni. Hari ini tidak akan ada drama Korea, pikir Andi. Karena, Andi tahu betul bagaimana Yuni yang menjadikan kisah-kisah halusinasi percintaan di dalam film drama Korea itu dijadikan referensi di dalam kehidupan nyata, bahkan tugas serta makalahnya.

Ternyata, prediksi Andi salah. Yuni yang dikhawatirkannya memang tidak membuat ulah hari itu, tapi, mahasiswi yang lain datang menyerbunya, Andi benar-benar seperti artis hari itu.

"Pak Andi, ini untuk bapak, supaya bapak inget saya terus klo lagi pake topi ini," ucap Rani sambil menyodorkan topi berwarna putih.

"Pak Andi, foto dulu ya, Pak," pinta Riska, dia menyodorkan kameranya. Andi hanya tersenyum menggarahkan wajahnya ke kamera.

"Pak... Pak Andi, tolongin Yuni, Pak!" teriak Marisa sambil menarik tangan Andi menjauh dari kerumunan para mahasiswi yang kecentilan dengannya.

"Kenapa Yuni, Marisa?"

"Yuni Semaput," 

Andi pergi meninggalkan kerumunan mahasiswi yang ingin mengucapkan selamat, memberikan hadiah dan juga swafoto. Dia mengikuti langkah Marisa dari belakang. Dari kejauhan Andi melihat Yuni yang terbaring, dia dikelilingi teman-temannya yang berusaha menolongnya. 

"Yuni... Yuni..." panggil Andi ketika berada di samping Yuni, Andi menepuk-nepuk pipi Yuni lembut, tapi tidak ada jawaban. Karena tidak ada jawaban, akhirnya Andi mendekatkan kepalanya ke hidung Yuni, dia ingin mendengar nafas Yuni dari dekat sebelum dia harus menelepon ambulans dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

"Aku sayang kamu, Pak Andi." suara yang terdengar di telinga Andi ketika kepalanya dekat dengan hidung Yuni.

Cepat-cepat Andi mengangkat kepalanya, dia terkejut. Tapi, Yuni terlihat seperti orang yang sedang pingsan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun