Ada satu kejadian yang tidak akan pernah Salima lupakan. Hari itu, Salima sedang duduk sendirian di taman di depan gedung fakultas di kampusnya, dia sedang mengerjakan tugas. Tiba-tiba, Rangga datang lalu duduk di sebelahnya. Jantung Salima langsung berdetak kencang, berdegup tidak beraturan. Mereka berdua hanya duduk, tanpa kata untuk beberapa saat, sampai akhirnya Rangga berbicara.
"Kamu tahu, ngak?" katanya tanpa menoleh, "terkadang, hidup itu terasa sangat membosankan kalau kita selalu mengikuti aturan."
Salima menoleh padanya, terkejut oleh kata-katanya. "Apa maksud kamu, Rangga?" tanya Salima, dia berusaha mencoba untuk tetap tenang.
Rangga tersenyum lagi, senyum khasnya yang penuh misteri itu. "Gue sempet mikir, mungkin kita perlu sedikit melakukan hal-hal yang gila dalam hidup ini. Sesuatu yang bisa bikin kita ngerasa hidup."
Salima tidak tahu harus jawab apa, dia benar-benar tidak tahu. "Hal gila?" tanya Salima.
"Iya," Rangga menatap dua bola mata Salima tajam, "Hal gila itu... bilang I love you."
"Eh, Rangga... skip.., please jangan ajak aku dalam kegilaan-kegilaan kamu ya!" ucap Salima gugup. Dia langsung beranjak pergi. Â
Sejak saat itu, Salima melihat Rangga dengan cara yang berbeda. Salima mulai memahami bahwa di balik sikap cueknya, ternyata dia juga sedang mencari arti dan tujuan dalam hidupnya.
Salima tahu bahwa perasaan yang terpendam padanya itu bukan sekadar ketertarikan biasa. Rangga, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, telah membuat Salmia merasa hidup dengan cara yang berbeda, belum pernah dirasakan sebelumnya, meskipun Salima masih belum tahu bagaimana cara mengutarakan perasaan itu padanya, dia tahu satu hal pasti: dia ingin mengenalnya lebih dalam.
***
Matahari sore perlahan turun perlahan di ufuk barat. Cahaya senja menyelimuti segala yang dilaluinya, memberikan sentuhan romantis pada pepohonan, bangunan, di setiap sudut kampus. Langit yang tadinya biru cerah perlahan berubah dengan gradasi warna oranye, merah muda, dan ungu yang berpadu harmonis.