Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Skip

25 Juni 2024   19:13 Diperbarui: 25 Juni 2024   19:15 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar oleh Ida Rizkha dari Pexel.com

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Meskipun aku menaruh hati padanya, aku masih dalam proses mengumpulkan nyali untuk menerima kenyataan ini. Perasaan ini begitu kuat, tetapi ketakutanku untuk menghadapi penolakan juga perubahan yang tidak diinginkan membuatku ragu-ragu.

"Aku mengerti maksudmu, Rangga," kataku pelan, berusaha tersenyum meskipun hatiku masih berdebar kencang. "Tapi kadang, beberapa orang butuh waktu untuk menerima dan memahami perasaannya sendiri sebelum orang itu bisa mengungkapkannya."

Rangga menatapku dengan tatapan lembut, dia memahami keraguan dan ketakutanku. "Gue enggak bermaksud memaksa lo sih, apa lagi bikin lo ngerasa enggak nyaman," katanya dengan nada yang lebih lembut. "Setiap orang punya waktunya sendiri untuk siap menghadapi perasaan mereka, kok. Yang penting, Lo, harus tetap jujur sama diri sendiri, enggak perlu nyembunyiin apa yang sebenarnya lo rasa."

Aku mengangguk, merasa sedikit lega dengan kata-katanya. Meskipun masih banyak yang harus kupikirkan dan kurasakan, aku tahu bahwa Rangga bukan hanya sekadar seseorang yang menarik bagiku. Rangga sangat dewasa dalam memahami perasaanku yang tak berujung, dia selalu mendukungku dalam segala proses yang sedang kulalui.

Malam semakin larut, suasana di sekitar kami semakin sunyi. Bintang-bintang mulai bermunculan, menyiratkan keindahan malam yang tenang. Dalam keheningan itu, aku merasa lebih dekat dengan Rangga, bukan hanya karena perasaan yang mulai tumbuh, tetapi juga karena pemahaman serta kehangatan yang dia tunjukkan.

Aku tahu perjalanan ini masih panjang, aku masih harus terus mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan perasaanku. Tapi dalam setiap momen yang kuhabiskan bersamanya, aku semakin yakin bahwa perasaanku ini adalah sesuatu yang layak untuk diperjuangkan.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun