Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Skip

25 Juni 2024   19:13 Diperbarui: 25 Juni 2024   19:15 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada satu kejadian yang tidak akan pernah Salima lupakan. Hari itu, Salima sedang duduk sendirian di taman di depan gedung fakultas di kampusnya, dia sedang mengerjakan tugas. Tiba-tiba, Rangga datang lalu duduk di sebelahnya. Jantung Salima langsung berdetak kencang, berdegup tidak beraturan. Mereka berdua hanya duduk, tanpa kata untuk beberapa saat, sampai akhirnya Rangga berbicara.

"Kamu tahu, ngak?" katanya tanpa menoleh, "terkadang, hidup itu terasa sangat membosankan kalau kita selalu mengikuti aturan."

Salima menoleh padanya, terkejut oleh kata-katanya. "Apa maksud kamu, Rangga?" tanya Salima, dia berusaha mencoba untuk tetap tenang.

Rangga tersenyum lagi, senyum khasnya yang penuh misteri itu. "Gue sempet mikir, mungkin kita perlu sedikit melakukan hal-hal yang gila dalam hidup ini. Sesuatu yang bisa bikin kita ngerasa hidup."

Salima tidak tahu harus jawab apa, dia benar-benar tidak tahu. "Hal gila?" tanya Salima.

"Iya," Rangga menatap dua bola mata Salima tajam, "Hal gila itu... bilang I love you."

"Eh, Rangga... skip.., please jangan ajak aku dalam kegilaan-kegilaan kamu ya!" ucap Salima gugup. Dia langsung beranjak pergi.  

Sejak saat itu, Salima melihat Rangga dengan cara yang berbeda. Salima mulai memahami bahwa di balik sikap cueknya, ternyata dia juga sedang mencari arti dan tujuan dalam hidupnya.

Salima tahu bahwa perasaan yang terpendam padanya itu bukan sekadar ketertarikan biasa. Rangga, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, telah membuat Salmia merasa hidup dengan cara yang berbeda, belum pernah dirasakan sebelumnya, meskipun Salima masih belum tahu bagaimana cara mengutarakan perasaan itu padanya, dia tahu satu hal pasti: dia ingin mengenalnya lebih dalam.

***

Matahari sore perlahan turun perlahan di ufuk barat. Cahaya senja menyelimuti segala yang dilaluinya, memberikan sentuhan romantis pada pepohonan, bangunan, di setiap sudut kampus. Langit yang tadinya biru cerah perlahan berubah dengan gradasi warna oranye, merah muda, dan ungu yang berpadu harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun