Atai dan induk anak-anak itu dulu pernah satu sekolah di SD, karena nakal, Atai dikirim ke Jawa. Dia kembali ke kampung ini dan tinggal di desa sebelah setelah menikah dan punya dua anak selama tinggal di Jawa, setelah aku selidiki hasil dari bertanya pada Yusri kawan istriku, Atai kabur dari Jawa ke kampung ini karena terlibat kasus penipuan.
Kau tanya padaku bagaimana mereka berdua bisa bertemu?
Seharusnya pertanyaan itu kau tanya saja pada Tuhan, mengapa mereka berdua dipertemukan? Bukankah menjadi ujian bagi mereka, anak-anak mereka, keluarga mereka, lalu untuk apa kau bertanya? Kita seharusnya membatu mereka, mendoakan yang terbaik untuk mereka.
***
"Rampok, kalian semua..." teriak induk anak-anak itu di muka rumah.
Mendengar teriakkan itu membuatku segera berhamburan mengampiri rumah induk anak-anak itu, "Yur, Padri, Basri... kenapa ribut-ribut?" tanyaku ketika menghampiri mereka.
"Ungku," sapa mereka beramai-ramai, mereka cepat-cepat meraih tangan kananku lalu diletakkannya di kening mereka satu-persatu.
"Yur..." Aku memanggil anak tertua, "Kembalikan surat sawah itu," Aku menunjuk lembaran-lembaran kertas yang sedang digenggam oleh Yurnalis.
"Tapi... Ungku..."
"Sudah, berikan saja surat sawah itu padanya," ucapku sambil merangkulnya. "Ungku sudah tahu masalahnya, Ungku juga sudah tahu siapa laki-laki yang mendekati Mak kalian."
"Kalau Ungku dah tau, kenapa tak Ungku larang?" tanya Padri tegas.