Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Iblis Lebih Pandai Beribadah Ketimbang Manusia

28 Mei 2024   14:38 Diperbarui: 28 Mei 2024   14:38 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Anak Durhaka," teriaknya lagi, "Kau tak berhak atur-atur hidupku!" Mata yang sudah dipenuhi dengan kerutan itu terbelalak. Begitulah teriaknya di muka rumah.

"Kemarin Datuk Romli-" Baru beberapa kata melompat dari mulut anaknya,  induk yang sudah keriput itu berang.

"Kalian percaya dengan kata-kata Datuk Romli?" Suaranya menggelagar, memecah teriknya matahari yang sedang bersinar siang itu.

Coba kau bayangkan, siapa yang harus aku bela? Datuk Romli, mana mungkin dia berbohong, dia orang yang sangat bijaksana, lagi pula, apa untungnya bagi Datuk Romli berbohong? Induk anak-anak itu? Aku yakin dia berbohong.

Aku akan ceritakan pada kau, Induk anak-anak itu tidak bahagia selama dia menjalani pernikahan selama dua puluh delapan tahun yang akhirnya induk anak-anak itu menjadi janda karena cerai mati. Padahal, tanpa suaminya yang telah mati itu, mana mungkin dia dapat sawah berpetak-petak, itu semua berkat kerja keras suaminya, memang harus diakui, suaminya itu pemberang, tak mungkin ada asap kalau tak ada api, sama dengan suaminya itu, tak mungkin dia berang tanpa sebab.

Sementara, pria yang sudah sama keriputnya dengan Datuk Romli yang ditemukan sedang memadu kasih dengan induk anak-anak itu, yang tanpa sengaja nampak di mata Datuk Romli di sebuah gubuk di tepi sungai kemarin itu namanya Atai, dia dari desa seberang, seorang pengangguran, agak aneh rasanya mendengar kata pengangguran di kampung ini, padahal, asal mau bekerja dan rajin saja tak akan ada kata pengangguran.

Atai bukanlah pribumi kampung ini, istrinya pun bukan.

Hei, kenapa kau terkejut? Iya, Atai ini memang masih beristri, masih hidup, rajin pergi ke sawah, masih segar bugar, meskipun usianya sudah lebih dari setengah abad, jauh dengan kondisi induk anak-anak itu, sudah tua renta, jalan pun sulit, keriput, sakit-sakitan. 

Tunggu, jangan kau potong ceritaku.

Iya, tentu saja aku tahu, pria tua bangka itu hanya ingin mengincar sawah milik induk anak-anak itu.

Biarku selesaikan dulu ceritaku, baru kau berpendapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun