Tidak bagi Lita, dia akan mati-matian mengejar beasiswa, tujuannya sederhana, dia ingin menikmati jerih payahnya, sudah itu saja. Lita bukanlah seorang perempuan yang gila harta meskipun dia hidup di bawah garis kemiskinan, tidak juga ingin menjadi orang kaya meskipun semua orang memimpikan itu.
Selain ingin menikmati jerih payahnya, Lita juga ingin belajar setinggi-tingginya, dia ingin menyerap ilmu yang luas, seluas-luasnya, karena dia tidak dapat memahami sebuah pemikiran manusia yang masih menjadi pertanyaan yang belum terpecahkan saat itu.
Setelah menamatkan pendidikannya di Universitas ternama di Yogyakarta, dengan jurusan Psikologi Lita melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di sebuah Universitas ternama di Jepang dengan jurusan yang sama, tujuannya masih saja tetap mempertanyakan tentang eksistensi manusia.
Sampai sejauh itu Lita tidak dapat mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan sederhana, mengapa manusia rela hidup di bawah garis kemiskinan sambil membesarkan buah hati yang tidak pernah tahu kenapa dia dilahirkan dalam keadaan serba kekurangan?
Lita masih perlu mengambil pendidikan yang lebih tinggi lagi, dia melanjutkan pendidikannya ke Eropa, Lita diterima di sebuah Universitas ternama di sana, dengan jurusan yang sama, Psikologi.
Ketika di Eropa dia bertemu dengan profesor yang dapat memberikan jawaban dari pertanyaannya itu, namun jawaban itu tidak membuat Lita tersenyum, dia hanya anggukan kepalanya saja, karena profesor itu menjawab berdasarkan pengalaman dia saja, Lita ingin jawaban yang valid, yang pasti tanpa ada keraguan.
Lita ingin tahu, mengapa dia harus dilahirkan di atas muka bumi ini?Â
Lita ingin tahu, siapa yang menginginkannya hadir di atas muka bumi ini? Ayahnya? Ibu? Atau mereka tidak sadar bahwa hubungan kelamin mereka itu dapat menghadirkan manusia di atas muka bumi ini?
Lita ingin tahu, siapa yang mencapakkan hidupnya? Ayah? Ibu? Lalu mengapa Lita dicampakkan, bukankah mereka yang menginginkan Lita?
***
Semua pencariannya berhenti ketika Lita selesai menamatkan pendidikannya di Eropa, dia bertemu dengan seorang laki-laki. "Hanya Tuhan yang tahu jawabannya, jangan tanya manusia. Berkomunikasi dengannya melalui hatimu yang sedang luka."