Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenapa?

13 Juni 2024   17:57 Diperbarui: 13 Juni 2024   18:11 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh Ruvim dari pexel.com

Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan, kalian berdualah yang menginginkannya, bukan aku! 

Ketika sepasang manusia memadu kasih, apakah mereka sempat berfikir barang sedetik saja, atau setidaknya mempertanyakan diri mereka tentang kesiapan materi dalam membesarkan manusia titipan Tuhan yang tumbuh di dalam rahimnya?

Ketika dua sejoli yang sedang mabuk cinta, apakah mereka sempat berfikir sekejap saja, atau setidaknya menahan nafsu hewan mereka, sehingga mereka memiliki rencana yang matang dalam mempersiapkan tumbuh-kembang buah hati yang bernafas di dalam rahimnya?

***

Lita, dia biasa dipanggil dengan nama itu, usianya sudah tidak muda lagi, sudah lebih dari seperempat abad, meskipun belum banyak makan asam-garam dari kehidupan yang tidak pernah baik padanya. Namun, Lita adalah wanita yang tangguh, pekerja keras serta pantang menyerah.

Mungkin, kalian akan berfikir, Lita sudah memiliki pasangan hidup serta buah hati. Tidak, cara berfikir kalian salah.

Lita bukan seperti kebanyakan wanita, bahkan lebih tepatnya, hanya dia yang ada di dunia ini dengan cara berfikir anomali di tambah sudut pandang yang unik, otak liarnya itu dibalut dengan paras yang cantik, dua lubang di pipi, tubuh tinggi semampai. Pasti kalian berfikir dia keras kepala. Tidak, cara berfikir kalian masih saja salah.

Tuturnya lembut, halus bak putri keraton. Lita benar-benar tahu waktu yang tepat untuk menyematkan kata-kata yang indah, bahkan, Lita tahu kapan waktunya mengumpat. Kalian seharusnya mendengar ketika dia meluncurkan kata-kata umpatan di saat sedang kesal, bibir mungil yang merah merekah itu bagaikan pisau tipis yang mengiris telinga. Mungkin kalian berfikir, Lita tidak berpendidikan? Kalian salah.

Lita menamatkan pendidikan S3 di Eropa, di sebuah universitas ternama.

***

"Kamu mau ikut apa enggak?" tanya Andri, mereka baru saja pulang sekolah. Andri dan Lita sekolah di SMP yang sama, mereka berdua sekolah di SMP Negeri favorit di desanya. Andri kelas dua, Lita kelas satu.

"Kakak emangnya mau kemana?" 

"Ya, pulang..." Mendengar kata pulang, Lita tidak menanyakan lagi, dia langkahkan kakinya di belakang kakaknya di siang hari yang terik itu.

Lita tahu, arah menuju rumahnya tidak seharusnya lewat jalan yang mereka tapaki siang itu, jalan aspal berlubang yang terbakar matahari menjadi saksi bisu Andri dan Lita ketika mereka berdua sudah kehabisan uang untuk ongkos pulang dari sekolah.

"Kalau udah abis, kenapa gak pake uang aku aja, Kak?" Lita menatap wajah kakaknya yang lelah.

"Kata siapa habis? Kakak lagi nabung, buat beli sepeda!" tukasnya sambil melotot. Lita diam, dia tahu kakaknya sedang lapar.

Lita menghentikan langkahnya, tangan kecilnya dimasukkan ke dalam tas yang sudah lusuh, dia merogoh dan matanya mencari-cari sesuatu, "Kak... tungguin dong," teriaknya, tangan kecil Lita masih di dalam tas lusuhnya.

"Ayo, cepet... laper nih!" balas Andri sambil berteriak.

"Ini..." ucap Lita sambil memberikan roti yang tinggal separuh.

"Kenapa enggak kamu makan?" Mata Andri tak dapat lepas dari roti yang tinggal separuh itu, seperti seekor Serigala yang melihat mangsanya.

"Buat Kakak aja, aku masih kenyang..." Lita menyodorkan roti itu, Lita tidak nafsu makan sejak kemarin. Volume otaknya yang masih kecil itu dipaksa bekerja keras memikirkan kondisi kehidupannya yang berbeda dengan teman-teman sebayanya di sekolah, otak yang masih muda itu dipaksa untuk berfikir tentang ekonomi keluarga.

"Ya, udah sini..." Sepotong roti itu kini sudah berpindah tangan. Lita hanya menatap kakaknya yang sedang sibuk mengunyah roti tanpa ampun, jauh di dalam pikiran Lita, dia mempertanyakan sesuatu yang seharusnya tidak pertanyakan oleh anak seusianya, mengapa Tuhan membiarkan hidupnya miskin?

"Tunggu di sini aja, Lita!" kata Andri setelah beberapa ratus meter berjalan dari sekolah sambil menikmati sepotong roti. "Nanti kalau ada mobil bak, kamu naik duluan, kakak dorong dari bawah. Ingat langsung lompat ke dalem baknya."

"Iya..." Lita hanya diam, dia ingat beberapa hari yang lalu, dia hampir terjatuh, karena tidak langsung menjatuhkan badannya ke dalam bak mobil yang penuh dengan sisa-sisa sayuran, tanah dan cacing. Mobil bak terbuka sering melintas di jalan ini, biasanya mobil-mobil itu pulang dari pasar setelah mengangkut sayur.

"Lita... Ayo, siap-siap!"

"BRAAKK..."

Mereka berdua berhasil masuk ke dalam mobil bak terbuka itu setelah menyetop dan menanyakan arah mobil itu, untungnya supir-supir mobil bak terbuka yang sering mereka tumpangi ketika mereka tidak punya uang selalu memberikan layanan antar gratis dan hampir kebanyakan dari mereka sangat ramah, hanya beberapa saja dari mereka yang marah tapi tetap saja mengangkut mereka berdua.

Hidup Andri dan Lita begitu terus hingga SMA.

***

"Kamu aja nanti yang kuliah, Lita..." ucap Andri, wajahnya murung. "Kakak kerja di pasar aja, nanti kalau ada uangnya baru kakak kuliah."

"Kenapa enggak ambil beasiswa, Kak?" tanya Lita, dia tahu otak kakaknya sangat encer tapi Andri orang yang tidak sabaran dan gampang bosan.

Andri tidak menjawab pertanyaan Lita, mengambil beasiswa sama saja seperti budak, begitulah pikirnya. 

Tidak bagi Lita, dia akan mati-matian mengejar beasiswa, tujuannya sederhana, dia ingin menikmati jerih payahnya, sudah itu saja. Lita bukanlah seorang perempuan yang gila harta meskipun dia hidup di bawah garis kemiskinan, tidak juga ingin menjadi orang kaya meskipun semua orang memimpikan itu.

Selain ingin menikmati jerih payahnya, Lita juga ingin belajar setinggi-tingginya, dia ingin menyerap ilmu yang luas, seluas-luasnya, karena dia tidak dapat memahami sebuah pemikiran manusia yang masih menjadi pertanyaan yang belum terpecahkan saat itu.

Setelah menamatkan pendidikannya di Universitas ternama di Yogyakarta, dengan jurusan Psikologi Lita melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi di sebuah Universitas ternama di Jepang dengan jurusan yang sama, tujuannya masih saja tetap mempertanyakan tentang eksistensi manusia.

Sampai sejauh itu Lita tidak dapat mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaan sederhana, mengapa manusia rela hidup di bawah garis kemiskinan sambil membesarkan buah hati yang tidak pernah tahu kenapa dia dilahirkan dalam keadaan serba kekurangan?

Lita masih perlu mengambil pendidikan yang lebih tinggi lagi, dia melanjutkan pendidikannya ke Eropa, Lita diterima di sebuah Universitas ternama di sana, dengan jurusan yang sama, Psikologi.

Ketika di Eropa dia bertemu dengan profesor yang dapat memberikan jawaban dari pertanyaannya itu, namun jawaban itu tidak membuat Lita tersenyum, dia hanya anggukan kepalanya saja, karena profesor itu menjawab berdasarkan pengalaman dia saja, Lita ingin jawaban yang valid, yang pasti tanpa ada keraguan.

Lita ingin tahu, mengapa dia harus dilahirkan di atas muka bumi ini? 

Lita ingin tahu, siapa yang menginginkannya hadir di atas muka bumi ini? Ayahnya? Ibu? Atau mereka tidak sadar bahwa hubungan kelamin mereka itu dapat menghadirkan manusia di atas muka bumi ini?

Lita ingin tahu, siapa yang mencapakkan hidupnya? Ayah? Ibu? Lalu mengapa Lita dicampakkan, bukankah mereka yang menginginkan Lita?

***

Semua pencariannya berhenti ketika Lita selesai menamatkan pendidikannya di Eropa, dia bertemu dengan seorang laki-laki. "Hanya Tuhan yang tahu jawabannya, jangan tanya manusia. Berkomunikasi dengannya melalui hatimu yang sedang luka."

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun