Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenapa?

13 Juni 2024   17:57 Diperbarui: 13 Juni 2024   18:11 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh Ruvim dari pexel.com

"Kamu mau ikut apa enggak?" tanya Andri, mereka baru saja pulang sekolah. Andri dan Lita sekolah di SMP yang sama, mereka berdua sekolah di SMP Negeri favorit di desanya. Andri kelas dua, Lita kelas satu.

"Kakak emangnya mau kemana?" 

"Ya, pulang..." Mendengar kata pulang, Lita tidak menanyakan lagi, dia langkahkan kakinya di belakang kakaknya di siang hari yang terik itu.

Lita tahu, arah menuju rumahnya tidak seharusnya lewat jalan yang mereka tapaki siang itu, jalan aspal berlubang yang terbakar matahari menjadi saksi bisu Andri dan Lita ketika mereka berdua sudah kehabisan uang untuk ongkos pulang dari sekolah.

"Kalau udah abis, kenapa gak pake uang aku aja, Kak?" Lita menatap wajah kakaknya yang lelah.

"Kata siapa habis? Kakak lagi nabung, buat beli sepeda!" tukasnya sambil melotot. Lita diam, dia tahu kakaknya sedang lapar.

Lita menghentikan langkahnya, tangan kecilnya dimasukkan ke dalam tas yang sudah lusuh, dia merogoh dan matanya mencari-cari sesuatu, "Kak... tungguin dong," teriaknya, tangan kecil Lita masih di dalam tas lusuhnya.

"Ayo, cepet... laper nih!" balas Andri sambil berteriak.

"Ini..." ucap Lita sambil memberikan roti yang tinggal separuh.

"Kenapa enggak kamu makan?" Mata Andri tak dapat lepas dari roti yang tinggal separuh itu, seperti seekor Serigala yang melihat mangsanya.

"Buat Kakak aja, aku masih kenyang..." Lita menyodorkan roti itu, Lita tidak nafsu makan sejak kemarin. Volume otaknya yang masih kecil itu dipaksa bekerja keras memikirkan kondisi kehidupannya yang berbeda dengan teman-teman sebayanya di sekolah, otak yang masih muda itu dipaksa untuk berfikir tentang ekonomi keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun