"Ya, udah sini..." Sepotong roti itu kini sudah berpindah tangan. Lita hanya menatap kakaknya yang sedang sibuk mengunyah roti tanpa ampun, jauh di dalam pikiran Lita, dia mempertanyakan sesuatu yang seharusnya tidak pertanyakan oleh anak seusianya, mengapa Tuhan membiarkan hidupnya miskin?
"Tunggu di sini aja, Lita!" kata Andri setelah beberapa ratus meter berjalan dari sekolah sambil menikmati sepotong roti. "Nanti kalau ada mobil bak, kamu naik duluan, kakak dorong dari bawah. Ingat langsung lompat ke dalem baknya."
"Iya..." Lita hanya diam, dia ingat beberapa hari yang lalu, dia hampir terjatuh, karena tidak langsung menjatuhkan badannya ke dalam bak mobil yang penuh dengan sisa-sisa sayuran, tanah dan cacing. Mobil bak terbuka sering melintas di jalan ini, biasanya mobil-mobil itu pulang dari pasar setelah mengangkut sayur.
"Lita... Ayo, siap-siap!"
"BRAAKK..."
Mereka berdua berhasil masuk ke dalam mobil bak terbuka itu setelah menyetop dan menanyakan arah mobil itu, untungnya supir-supir mobil bak terbuka yang sering mereka tumpangi ketika mereka tidak punya uang selalu memberikan layanan antar gratis dan hampir kebanyakan dari mereka sangat ramah, hanya beberapa saja dari mereka yang marah tapi tetap saja mengangkut mereka berdua.
Hidup Andri dan Lita begitu terus hingga SMA.
***
"Kamu aja nanti yang kuliah, Lita..." ucap Andri, wajahnya murung. "Kakak kerja di pasar aja, nanti kalau ada uangnya baru kakak kuliah."
"Kenapa enggak ambil beasiswa, Kak?" tanya Lita, dia tahu otak kakaknya sangat encer tapi Andri orang yang tidak sabaran dan gampang bosan.
Andri tidak menjawab pertanyaan Lita, mengambil beasiswa sama saja seperti budak, begitulah pikirnya.Â