Penerangan di desa ini tentu berbeda dari tanah Jawa, aku sudah terbiasa berjalan di sepertiga malam menuju Surau yang hanya di terangi cahaya bulan.
Baru beberapa meter langkahku menuju surau, firasatku mengatakan ada sesuatu yang lain rasanya, seperti ada sesuatu yang mengikutiku dari belakang. Harimau, firasatku mengatakan bukan.
"Berhenti jangan bergerak." Sebuah besi bulat dan dingin menempel di punggungku. "Kamu ayah dari Basri, kalau iya anggungkan kepala, jangan bersuara," perintahnya, aku menganggukkan kepala. "Bungkus." Setelah mendengar kata itu, kepalaku di tutupi oleh kain hitam, tanganku diikat, aku diseret dan diangkut dengan sebuah mobil.
Aku bingung dan juga takut mereka akan membawaku kemana, aku memikirkan Mar dan Basri sepanjang perjalanan mereka membawaku, tiba-tiba mobil berhenti. "Ayo cepat turun," teriak mereka.
Sepertinya aku tidak sendiri, karena aku juga mendengar suara orang lain yang memohon untuk di lepaskan. Suara adzan subuh berkumandang sayup-sayup bersamaan dengan suara teriakan dari senapan.
Embun meluncur pelan dari ujung daun hingga meresapi bumi yang kini terbuka untuk menyambut sinar matahari.
-Tamat-
#cerpenbebas