Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Apa Salahku?

20 November 2023   08:08 Diperbarui: 20 November 2023   08:57 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh Elkhan dari pexel.com

KAMU membenamkan kepalamu di dalam keheningan malam, mungkin kamu teringat dosa-dosa yang pernah kamu buat ketika itu, ada sebuah masa di mana semua benih yang ditanam oleh seorang petani tua tumbuh menghijau, kamu memang berbeda, itu lah yang kerap kali terucap dari mulut petani tua yang sedang mengamati benih-benihnya di atas pot plastik yang reyot.

Sudah berjam-jam kamu tenggelam dalam alunan suara Jangkrik yang sedang berpesta pora menyambut dinginnya udara malam. Hujan baru saja reda, hawa dingin membuatmu semakin khusyuk menikmati aliran darah yang terjun bebas memenuhi sel-sel di dalam otakmu. Kamu tidak bergeming meskipun Jankring mengajak rekan-rekannya untuk menyesakkan telingamu.

***

AKU hanya terdiam di atas sebuah dipan besi, tanpa asa, tanpa rasa. Ruangan itu terasa sepi, dihiasi oleh senyap yang menyakitkan. Pandanganku kosong, merenung ke dalam kehampaan yang ada di hadapanku. Sudah berapa lama aku terjebak dalam labirin perasaan yang gelap ini?

Pikiranku melayang jauh, mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah membentuk kehampaan ini. Aku merenung pada saat-saat di mana tawa riang masih menyemai kebahagiaan di wajahku. Namun, ada yang merenggut, mengambil alih kehidupanku dan meninggalkan aku dengan serpihan-serpihan kenangan yang pahit.

Saat itu, cinta telah menorehkan luka yang mendalam di hatiku. Rasa percaya yang hancur, keikhlasan yang sirna, dan mimpi yang hancur berkeping-keping. Aku bak sebuah kapal yang terdampar di tengah badai tanpa arah tujuan. Kepercayaan yang telah hancur membuatku ragu akan setiap langkah yang akan kucoba.

Pada malam itu, angin bertiup sepoi-sepoi, mengusap lembut jendela kamar. Bulan menghiasi langit, menyaksikan kehampaan yang membeku dalam duka. Aku terduduk, menatap langit malam yang seolah-olah merayakan kesendirianku. Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikiranku, tetapi tak ada jawaban yang mampu mengusir keraguan.

Suara Jangkrik itu membuatku tersadar di tengah gelapnya malam, ada kekuatan yang bisa kuhadirkan dari dalam diriku sendiri. Aku mulai membangkitkan kepercayaan, satu langkah kecil pada suatu waktu. Meskipun kehampaan masih melingkupi, namun aku bertekad untuk mencari cahaya di tengah gelapnya lorong hatiku.

Setiap detik menjadi pengingat bahwa aku masih hidup, masih memiliki kesempatan untuk merubah kehampaan menjadi kebahagiaan. Aku memutuskan untuk bangkit dari dipan besi itu, meninggalkan kehampaan yang membelenggu. Langkah pertamaku mungkin rapuh, tetapi aku yakin, setiap langkah akan membawaku mendekati cahaya yang kucari.

Malam itu, di bawah sinar rembulan, aku mulai menulis cerita baru untuk diriku sendiri. Cerita tentang keberanian untuk melangkah, belajar dari kehampaan, dan menemukan arti sejati dari kebahagiaan. Dalam setiap kata yang terukir, aku menemukan kekuatan untuk melanjutkan perjalanan hidup ini, mengubah kehampaan menjadi kanvas yang indah, diwarnai oleh pelajaran dan harapan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun