"Hei, Kamu itu tidak punya malu ya? Kamu tidak bisa jaga kebersihan lingkungan? Dasar jorok!" teriak seorang teman sebaya yang bernama Rendi.
Aku merasa sangat tertekan, sangat tersiksa, putus asa, tidak ada harapan atau jalan keluar dari masalahku saat ini. Perlahan aku mulai menyesali semua hal yang pernahku lakukan di masa lalu. Aku pikir mungkin orang tuaku benar, aku memang salah, aku memang perlu berubah.
Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya, aku tidak punya teman atau sahabat di sini. Semua orang benci padaku, tidak ada yang mau berbicara atau bergaul denganku.
Kecuali satu orang.
Namanya Rustam. Dia adalah seorang tentara, pangkatnya prajurit dua, ia menjadi salah satu instruktur di kamp militer ini, usianya sekitar 20 tahun, hanya beberapa tahun lebih tua dariku. Dia memiliki tubuh yang tinggi dan juga tegap, mata yang tajam dan cerdas, serta wajah yang tampan dan bersahaja.
"Nama saya Rustam. Kamu siapa?" tanyanya ketika pertama kali bertemu denganku.
"Aku...aku Raka," jawabku dengan ragu.
Rustam orang pertama yang menunjukkan sikap baik padaku di sini. Dia selalu tersenyum dan menyapaku setiap kali berpapasan dengannya. Dia juga sering memberiku nasihat, katanya aku memiliki potensi yang besar, aku bisa menjadi orang yang hebat, jika aku mau berusaha untuk berubah.
"Raka. anak baru ya di sini?" tanyanya dengan ramah.
"Iya...iya...baru," jawabku dengan singkat.
"Oke...oke... semoga kamu bisa menyesuaikan diri di sini. Ini bukan tempat wisata, tapi juga bukan neraka. Kamu bisa belajar banyak hal di sini," ucapnya dengan bijak.