"Kamu udah enggak bisa diajak ngomong baik-baik lagi. Pokoknya kami udah memutuskan. Besok pagi, kamu akan dijemput petugas dari kamp militer. Siapkan semua barang-barangmu," ucap ayahku.
"Kalian enggak bisa maksa aku! Aku akan ngelawan! Aku akan kabur dari kamp itu!" teriakkku.
"Kamu enggak akan bisa melakukannya. Kami sudah menghubungi pihak kamp militer itu. Mereka akan mengawasi kamu dengan ketat. Jika kamu mencoba melawan atau melarikan diri, mereka akan memberimu hukuman yang berat," kata ibuku mencoba menenangkanku.
"Kalian jahat! Kalian kejam! Kalian bukan orang tuaku!" teriakku sambil berlari ke kamarku.
Aku merasa sepertinya dunia runtuh di atas kepalaku. Aku tidak percaya orang tuaku dengan teganya mengirimku ke kamp militer. Aku merasa dibuang mereka tidak mencintai aku sama sekali, aku hanya butuh perhatian mereka, mengapa mereka menyalahkanku?
***
Aku tiba di kamp militer dengan perasaan benci serta dendam yang mendalam. Aku bertekad untuk tidak menuruti apa pun yang mereka perintahkan. Aku akan membuat onar, aku akan membuat orang tuaku menyesal telah mengirimku ke sini.
Tapi ternyata, kamp militer bukan tempat sembarangan. Di sini, semua orang harus patuh terhadap perintah dan disiplin terhadap diri sendiri. Tidak ada toleransi untuk segala jenis pelanggaran atau pun kesalahan. Setiap hari, kami semua harus bangun pagi-pagi, melakukan latihan fisik yang berat, belajar tentang strategi dan taktik perang, menjalani simulasi pertempuran, serta aktifitas fisik lainnya. Kami juga harus menjaga kebersihan diri serta lingkungan, mengenakan seragam yang rapi juga bersih, dan harus selalu hormat kepada para instruktur dan juga senior.
Aku sangat benci semua itu. Aku merasa seperti hewan yang dipaksa untuk melakukan hal-hal yang tidak aku sukai. Aku sering melawan, melanggar aturan, berteriak-teriak, membangkang, memprotes, bahkan mencoba melarikan diri. Namun, setiap kali aku melakukannya, aku selalu mendapatkan hukuman yang lebih berat. Aku harus melakukan push-up, sit-up, lari keliling lapangan, membersihkan toilet, serta hukuman-hukuman kecil yang sangat menyiksa. Aku juga sering sekali dimarahi, dihina oleh para instruktur dan  juga senior. Mereka bilang aku adalah sampah, pecundang, pengecut, dan sebagainya.
"Hei, Kamu itu tidak punya otak ya? Kamu tidak bisa mengikuti instruksi yang sederhana?" teriak seorang instruktur yang bernama Pak Surya.
"Hei, Kamu itu tidak punya hati ya? Kamu tidak bisa menghormati orang yang lebih tua?" teriak seorang senior yang bernama Mas Dedi.