Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sahabatku Telah Pergi

24 Oktober 2023   08:08 Diperbarui: 24 Oktober 2023   08:20 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari pixabay

Aku tidak pernah peduli dengan apa yang orang lain katakan atau pikirkan tentangku. Aku hidup sesuka hatiku, tanpa memperhatikan aturan juga batasan. Aku sering bolos sekolah, berkelahi, merokok, minum, dan bahkan mencuri. Aku tidak takut dengan siapa pun, bahkan dengan orang tuaku sendiri. Mereka selalu mencoba mengatur hidupku, aku tidak pernah mau mendengarkan mereka. Mereka tidak pernah mengerti mauku, tidak peduli denganku, hanya menghambat kebebasanku saja.

Alhasil, aku dikirim ke sebuah kamp militer oleh orang tuaku. Mereka bilang itu adalah cara terakhir untuk menyelamatkan masa depanku, untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik. Aku sangat marah, tentu saja aku menolak, tapi mereka tidak memberiku pilihan. Mereka mengatakan jika aku tidak mau pergi, mereka akan melaporkan semua kenakalan yang pernah aku lakukan ke polisi, mereka mengancamku bisa masuk penjara.

"Kamu harus pergi ke kamp militer, Raka," bentak ayahku dengan suara yang tegas.

"Enggak! Aku enggak mau! Ini enggak adil!" teriakku.

"Kamu enggak punya pilihan. Ini demi kebaikanmu, Nak," sahut ibuku dengan suara yang lembut.

"Kebaikan apa? Kalian hanya ingin menyingkirkan aku, kan? Kalian itu enggak ada rasa cinta sama sekali!" bentakku.

"Jangan berkata begitu, Nak. Kami sangat mencintai kamu, kami sangat khawatir dengan sikapmu. Kamu itu sudah terlalu banyak membuat masalah di sekolah dan rumah. Kamu harus belajar untuk berubah," kata ibuku.

"Berubah? Jadi apa? jadi seperti kalian? jadi orang yang membosankan dan pengecut?" ejekku.

"Jangan kurang ajar, kamu! Kami itu cuma ingin kamu jadi orang yang bertanggung jawab, orang yang punya disiplin. Kami mau kamu punya masa depan yang cerah," bentak ayahku.

"Masa depan yang cerah? Emangnya kalian peduli sama masa depanku? Kalian hanya peduli dengan diri kalian sendiri! Kalian hanya ingin memuaskan ego kalian!" ucapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun