Aku tidak pernah peduli dengan apa yang orang lain katakan atau pikirkan tentangku. Aku hidup sesuka hatiku, tanpa memperhatikan aturan juga batasan. Aku sering bolos sekolah, berkelahi, merokok, minum, dan bahkan mencuri. Aku tidak takut dengan siapa pun, bahkan dengan orang tuaku sendiri. Mereka selalu mencoba mengatur hidupku, aku tidak pernah mau mendengarkan mereka. Mereka tidak pernah mengerti mauku, tidak peduli denganku, hanya menghambat kebebasanku saja.
Alhasil, aku dikirim ke sebuah kamp militer oleh orang tuaku. Mereka bilang itu adalah cara terakhir untuk menyelamatkan masa depanku, untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik. Aku sangat marah, tentu saja aku menolak, tapi mereka tidak memberiku pilihan. Mereka mengatakan jika aku tidak mau pergi, mereka akan melaporkan semua kenakalan yang pernah aku lakukan ke polisi, mereka mengancamku bisa masuk penjara.
"Kamu harus pergi ke kamp militer, Raka," bentak ayahku dengan suara yang tegas.
"Enggak! Aku enggak mau! Ini enggak adil!" teriakku.
"Kamu enggak punya pilihan. Ini demi kebaikanmu, Nak," sahut ibuku dengan suara yang lembut.
"Kebaikan apa? Kalian hanya ingin menyingkirkan aku, kan? Kalian itu enggak ada rasa cinta sama sekali!" bentakku.
"Jangan berkata begitu, Nak. Kami sangat mencintai kamu, kami sangat khawatir dengan sikapmu. Kamu itu sudah terlalu banyak membuat masalah di sekolah dan rumah. Kamu harus belajar untuk berubah," kata ibuku.
"Berubah? Jadi apa? jadi seperti kalian? jadi orang yang membosankan dan pengecut?" ejekku.
"Jangan kurang ajar, kamu! Kami itu cuma ingin kamu jadi orang yang bertanggung jawab, orang yang punya disiplin. Kami mau kamu punya masa depan yang cerah," bentak ayahku.
"Masa depan yang cerah? Emangnya kalian peduli sama masa depanku? Kalian hanya peduli dengan diri kalian sendiri! Kalian hanya ingin memuaskan ego kalian!" ucapku.