Aku selalu tersenyum mendengar pertanyaan-pertanyaan mereka, “Karena sabar dan berusaha itu adalah cara kita untuk mengubah dunia. Karena belajar dan berdoa itu adalah cara kita untuk mendapatkan ridho Allah. Karena dengan bersatu itu merupakan cara kita untuk mencapai perdamaian,” ulasku kepada mereka.
“Bagaimana kita bisa mengubah dunia? Bagaimana kita bisa mendapatkan ridho Allah? Bagaimana kita bisa mencapai perdamaian?” Ahmed berteriak tidak mau kalah dari teman-temannya.
“Kita bisa mengubah dunia dengan pendidikan. Kita bisa mendapatkan ridho Allah dengan ibadah. Kita bisa mencapai perdamaian dengan toleransi,” jelasku kepada Ahmed yang bercita-cita ingin menjadi dokter.
***
Memang tidak mudah untuk mengajar di tengah-tengah konflik dan ketidakadilan politik seperti yang kami alami saat ini. Kadang-kadang, kami harus menghentikan pelajaran karena mendengar suara ledakan atau tembakan. Kami harus berlindung di bawah meja atau di ruang bawah tanah. Kami harus menangisi kematian teman-teman atau keluarga kami yang menjadi korban kekejaman tentara Israel. Kami harus menghadapi intimidasi atau penghinaan dari tentara Israel yang merazia sekolah kami.
Tapi aku tidak pernah menyerah atau putus asa. Aku selalu berusaha untuk memberikan semangat dan motivasi kepada murid-muridku. Aku selalu berusaha untuk menunjukkan kepada mereka bahwa ada kebaikan dan keindahan di dunia ini. Aku selalu berusaha untuk membantu mereka mengembangkan bakat dan minat mereka. Aku selalu berusaha untuk membuat mereka tertawa dan bahagia.
Aku mengatasi tantangan dalam hidupku dengan iman, harapan, dan cinta. Aku percaya bahwa Allah akan memberiku kekuatan dan perlindungan. Aku berharap bahwa suatu hari nanti, konflik akan berakhir dan perdamaian akan tercipta. Aku mencintai pekerjaanku sebagai guru dan murid-muridku sebagai keluargaku. Aku juga mendapatkan dukungan dari istri dan komunitasku di kamp pengungsi. Aku tidak pernah kehilangan semangat dan optimisme untuk hidup.
Aku Fathian al Ayyubi seorang guru sekolah dasar dari Palestina yang tinggal di sebuah kamp pengungsian di Tepi Barat. Ini adalah cerita tentang cara aku mengatasi tantangan dalam hidupku.
-Tamat-
Iqbal Muchtar