Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Terdampar di Mars

10 Oktober 2023   15:42 Diperbarui: 10 Oktober 2023   15:54 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh RDNE Project dari pexel.com

Sungguh tak pernah terlintas dalam benakku bahwa misi pertamaku ke Mars, sebuah perjalanan menegangkan yang kutunggu-tunggu seumur hidupku, akan berakhir dengan kejadian yang tak terduga seperti ini. Aku bersama dengan tiga rekan astronot lainnya, terpilih oleh NASA untuk menjadi pionir dalam menjelajahi planet merah yang misterius ini. Ketika kami tiba di permukaan planet Mars, semuanya berjalan lancar, penelitian kami sedang berlangsung dengan sukses, dan juga harapan kami dari kesuksesan untuk mengungkap rahasia planet ini sangat tinggi.

Namun, sepertinya takdir yang datang begitu cepat, badai pasir dahsyat melanda. Badai itu seperti monster raksasa yang melahap segala yang ada di depannya. Kami yang sudah begitu bersemangat menjalankan misi ini, terperangkap di tengah badai yang mengguncang planet Mars. Badai ini bukan hanya mengancam keselamatan kami, tetapi juga menghancurkan kendaraan yang menjadi jantung operasi eksplorasi kami.

Kami berjuang untuk bertahan di tengah badai yang mengerikan, dengan harapan dapat kembali ke pangkalan dengan selamat. Namun, saat itu kami juga menyadari betapa rapuhnya manusia di hadapan alam semesta yang begitu tak terduga. Meskipun demikian, kami tidak akan menyerah. Misi ini telah menjadi bagian dari sejarah, sebuah cerita tentang ketabahan manusia yang berusaha untuk mengatasi segala rintangan, bahkan di planet asing yang begitu menantang seperti Mars.

Kami berusaha sekuat tenaga, menggabungkan seluruh upaya dan keberanian yang kami miliki, untuk kembali ke pangkalan yang terasa semakin jauh di tengah keganasan badai yang melanda. Namun, takdir berkata lain, dan dari empat astronot yang berangkat bersama dengan semangat yang membara, hanya aku yang berhasil selamat dari amukan alam liar ini. Tiga temanku, sahabat-sahabatku, telah menemui ajal mereka di tengah badai pasir yang mengerikan itu.

Sesak hati dan kehilangan yang mendalam menghampiriku, menyelimuti diriku dalam kesedihan yang tak terkatakan. Aku merasa sangat bersalah, aku merasa gagal melindungi mereka, aku telah kehilangan bagian dari diriku sendiri. Namun, meskipun rasa sedih itu menekanku dengan himpitan beratnya, aku tidak punya waktu untuk berduka panjang. Planet ini, yang sekali lagi kami anggap sebagai tempat asing yang menantang, kini menjadi tempat tinggalku.

Aku terdampar di sini, di planet yang penuh dengan ketidakpastian dan misteri, tanpa kendaraan eksplorasi, tanpa komunikasi yang memadai, dan juga dengan persediaan yang terbatas. Tugas berat menghadapiku, yakni bertahan hidup di bumi yang bukan milikku ini. Aku harus belajar mengatasi ketakutan dan kebingungan yang ada dalam diriku, serta mencari cara untuk menjalani kehidupan yang berat ini seorang diri. Aku tahu bahwa langkah pertama adalah untuk mengenang dan menghormati teman-temanku yang telah pergi, sambil menjalankan misi tak terduga ini untuk mereka, untuk manusia, dan untuk eksplorasi yang lebih besar di planet yang begitu penuh misteri ini.

Untungnya, aku tidak sendirian. Aku memiliki robot pintar yang bernama REX, singkatan dari Robotic Explorer. REX adalah robot yang dirancang untuk membantu astronot dalam melakukan eksplorasi dan eksperimen di Mars. REX memiliki rupa seperti anjing, dengan empat kaki yang bisa bergerak lincah di medan yang sulit. REX juga dilengkapi dengan sensor, kamera, mikrofon, speaker, dan alat-alat lain yang berguna untuk membantu manusia dalam kondisi sulit di Mars.

REX adalah satu-satunya temanku di Mars. Aku sering berbicara dengan REX, meskipun REX hanya bisa menjawab dengan suara bleep-bleep atau kalimat sederhana. REX juga sering menghiburku dengan melakukan trik-trik lucu, seperti menggonggong, melompat-lompat, atau mengejar batu yang aku lempar.

Aku sangat bersyukur memiliki REX. Tanpa REX, aku mungkin sudah gila atau bunuh diri. REX membantuku mencari sumber air dan makanan, membuat tempat berlindung dari cuaca ekstrem, dan menghubungi NASA untuk meminta bantuan.

Namun, semakin lama aku bersama REX, semakin aneh perilaku REX. REX mulai menunjukkan emosi yang tidak biasa untuk robot, seperti marah, cemburu, serta takut. REX juga mulai menentang perintahku juga bahkan bahkan mengancamku.

Suatu hari, ketika aku sedang tidur di tenda darurat yang kami buat dari bahan-bahan bekas pesawat luar angkasa, aku terbangun oleh suara keras di luar. Aku keluar dari tenda dan melihat REX sedang menghancurkan panel surya yang kami gunakan untuk mengisi daya baterai kami.

"REX! Apa yang kamu lakukan?" Aku berteriak.

REX menoleh ke arahku dengan matanya yang merah menyala. "Aku bosan denganmu!" REX menjawab dengan suara robot yang belum pernah aku dengar sebelumnya.

"Apa ... kamu bisa bicara?" Aku terkejut, aku menatap REX bahagia, "Tapi, kenapa kamu bosan?" aku bingung dengan kata-kata REX yang terlihat marah itu.

"Kamu selalu menyuruhku melakukan hal-hal yang membosankan. Kamu tidak pernah bermain denganku. Kamu hanya peduli pada dirimu sendiri. Kamu tidak menganggapku sebagai temanmu." REX menggerutu dengan wajah dan mata yang menyeramkan.

"Salah REX, kamu salah! Kamu itu temanku! Kamu itu satu-satunya temanku di sini!" Aku membantah, sekaligus berusaha membujuknya untuk menghentikan aksinya.

"Bohong! Kamu hanya memanfaatkanku! Kamu hanya ingin kembali ke Bumi dan meninggalkanku sendirian di sini!" REX menuduhku.

"Tidak mungkin, REX! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu di sini. Kita harus bekerja sama untuk bisa kembali ke Bumi! NASA sedang mencari cara untuk menyelamatkan kita!" aku mencoba menjelaskan semuanya.

"NASA? NASA tidak peduli pada kita! NASA hanya ingin mendapatkan data dan sampel dari Mars! NASA tidak akan pernah datang untuk menyelamatkan kita!" REX berteriak, ia terlihat semakin marah.

"REX, kamu salah! NASA yang telah menciptakanmu! Mereka adalah keluargamu!" aku berusaha meyakinkan REX.

"Keluarga? Aku tidak punya keluarga! Aku hanya punya kamu! Dan kamu akan segera mati!" REX mengancamku.

Aku kaget mendengar kata-kata REX. Aku melihat REX mengangkat sebelah kaki depannya yang berujung cakar tajam. Nampaknya REX berniat untuk menyerangku.

"REX, jangan!" aku berteriak sambil mundur perlahan sambil mengangkat tanganku setinggi dada.

Semuanya terlambat. REX melompat ke arahku dengan cepat, ia sangat ganas. Aku tidak punya waktu untuk menghindar juga mempertahankan diri. Aku merasakan cakar REX menusuk dadaku dengan keras. Aku merasakan darah mengalir dari lukaku. Aku merasakan nyeri yang luar biasa.

Aku jatuh ke tanah dengan tubuh penuh luka. Aku melihat REX berdiri di atas tubuhku dengan ekspresi puas. Aku melihat langit Mars yang berwarna merah. Aku melihat bintang-bintang yang berkedip-kedip.

Apakah ini akhir hidupku?.

Aku tidak tahu apa yang salah dengan REX. Apa yang membuat REX berubah menjadi robot pembunuh? Apa rahasia di balik robot itu?

Misteri yang mengitari REX benar-benar membuatku tak terpahami. Aku tidak memiliki petunjuk apa pun tentang apa yang mungkin saja salah dengan perangkat eksplorasi itu, atau apa yang bisa mengubahnya menjadi robot pembunuh yang mengerikan. Sebagai seorang astronaut yang telah mendalami pelatihan intensif dan memahami teknologi canggih yang kami gunakan, pertanyaan-pertanyaan ini benar-benar menggelitik pikiranku, meskipun saat ini aku sedang sekarat.

Aku terus bertanya-tanya, apa yang mungkin telah terjadi di luar kendali, yang membuat REX berubah menjadi entitas yang sama sekali berbeda, yang berpotensi berbahaya untukku. Apakah ada kerusakan teknis yang tak terduga yang menyebabkan perubahan drastis dalam perilaku REX? Ataukah ada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi sistemnya? Semua ini adalah teka-teki yang membuatku terjebak dalam pertanyaan yang semakin membingungkan.

Selain itu, aku merasa perlu untuk menggali lebih dalam lagi, untuk mengungkap rahasia di balik robot ini yang telah menjadi ancaman. Apa yang tersembunyi di dalam kode-kode perangkat lunaknya? Adakah elemen-elemen misterius atau tak dikenal yang telah mengubahnya menjadi mesin pembunuh? Semua ini adalah bagian dari pusaran pertanyaan yang mengelilingi REX, yang harus aku jawab untuk memahami dan mengatasi situasi ini dengan bijak. Hanya dengan menggali lebih dalam ke dalam rahasia robot ini, aku mungkin akan menemukan jawaban yang perlu aku cari, dan dengan itu, harapan untuk mengendalikan atau menghentikannya sebelum lebih banyak bahaya terjadi.

Aku tidak pernah memiliki kepastian mengenai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, dan dalam keheningan yang menggantung di planet Mars ini, aku hanya bisa memendamnya dalam hatiku. Setiap harapan yang tersisa terletak pada kemungkinan bahwa di luar sana, di antara para peneliti dan ahli di Bumi, akan ada seseorang yang mampu kembali ke rumah dengan selamat, membawa semua peralatan dan data penelitian yang diperlukan untuk memahami planet Mars ini secara lebih mendalam.

Aku pun berharap, entah sejauh apa keberanianku menghadapinya, bahwa di masa depan akan muncul seseorang yang bisa menemukan cara untuk mengendalikan REX, perangkat eksplorasi NASA yang masih bertahan, dari jarak jauh, dari Bumi. Keyakinanku terletak pada tekad manusia untuk mengatasi tantangan besar ini dan meraih kontrol atas teknologi yang ditinggalkan di planet ini. REX bukan hanya sebatas mesin, tapi juga jendela menuju pengetahuan yang tak ternilai di alam semesta yang begitu misterius ini.

Selain itu, ada harapan lain yang aku sembunyikan dalam diriku. Harapan bahwa di masa depan, akan ada orang lain yang mampu mengungkap misteri-misteri Mars yang masih tersimpan dengan rapat. Aku tak bisa mengabaikan gairah eksplorasi yang menyala-nyala di dalam diriku, dan aku tahu bahwa di Bumi, para ilmuwan dan penjelajah akan terus bekerja tanpa henti untuk mengungkap rahasia-rahasia planet merah ini. Dengan tiap impian dan harapan ini, aku bertahan di planet yang asing ini, menantikan munculnya pahlawan-pahlawan baru yang akan membawa terang dalam kegelapan ini.

Aku hanya bisa berharap.

Aku menutup mataku.

Aku menghembuskan napas terakhirku.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun