Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Cinta yang Menyembuhkanku

26 September 2023   08:06 Diperbarui: 26 September 2023   08:16 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat pagi, Radit. Apa kabar hari ini?" tanyaku sambil memeriksa tekanan darahnya.

"Selamat pagi, suster Nayla. Saya baik-baik saja, terima kasih. Bagaimana dengan Anda?" jawabnya ramah.

"Saya juga baik-baik saja, terima kasih. Apa yang ingin Anda lakukan hari ini?" Aku menanyakan hal ini setiap pagi untuk mengetahui perkembangan psikologi pasienku.

"Saya ingin membaca buku yang Anda pinjamkan kemarin. Buku itu sangat menarik, saya suka sekali." jawabnya dengan senyuman.

"Saya senang Anda suka buku itu. Buku itu adalah salah satu favorit saya. Apa yang Anda sukai dari buku itu?" 

"Saya suka ceritanya, tokohnya, dan gaya bahasanya. Saya merasa seperti masuk ke dalam dunia yang berbeda, dunia yang penuh dengan petualangan dan fantasi."

"Saya juga merasakan hal yang sama saat membaca buku itu. Saya suka berimajinasi dan bermimpi tentang hal-hal yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata."

"Anda orang yang sangat kreatif dan berbakat, Nayla. Saya kagum dengan Anda."

"Terima kasih, Radit. Anda juga orang yang sangat pintar dan cerdas, saya kagum dengan Anda juga."

"Terima kasih, Nayla. Anda membuat saya merasa bahagia dan dihargai."

"Sama-sama, Radit. Semoga hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi Anda." Aku beranjak dari ruangan itu.

***

Aku adalah seorang perawat di sebuah rumah sakit jiwa di Jakarta. Aku sudah bekerja di sini selama tiga tahun, dan aku sudah melihat banyak hal yang tidak biasa. Tapi tidak ada yang bisa menandingi apa yang aku rasakan saat aku bertemu dengannya.

Namanya Radit, seorang pasien yang mengidap gangguan kepribadian ganda. Dia memiliki dua kepribadian yang sangat berbeda: Radit dan Raka. 

Radit seorang pria yang baik hati dan lembut, sosok yang selalu tersenyum dan berterima kasih padaku. Dia suka membaca buku, mendengarkan musik, dan bermain catur. Dia juga sosok yang pintar dan cerdas, sering kali membuatku kagum dengan pengetahuannya menurutku di atas rata-rata manusia normal. 

Sementara Raka adalah seorang pria yang kasar dan sangat kejam, ia adalah sosok yang selalu mencaci-maki dan mengancamku. Dia suka berkelahi, merusak barang, dan menyiksa binatang. Dia juga bodoh dan tolol, sering kali membuatku kesal dengan tingkah lakunya.

Aku tidak tahu bagaimana semunya bisa terjadi, tapi aku jatuh cinta dengan Radit. Aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kami, sesuatu yang tidak bisa aku temukan di tempat lain, juga dengan orang lain. Aku selalu menunggu-nunggu saat dia muncul, dan berharap dia tidak pergi begitu saja. Aku selalu mencoba untuk membuatnya bahagia, dan berharap dia merasakan hal yang sama padaku.

Aku tahu semua yang berkaitan dengan perasaanku ini adalah mimpi buruk. Karena Raka juga ada di dalam dirinya, sosok itu membenci aku. Dia selalu mencoba untuk menghalangi hubungan kami, dan selalu berharap kami berpisah. Dia selalu mencoba untuk menyakiti aku, dan berharap aku pergi untuk selama-lamanya.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak bisa meninggalkan Radit, karena aku mencintainya. Tapi aku juga tidak bisa tinggal bersama Raka, karena dia membenciku. Aku terjebak di antara dua pria yang sama sekali berbeda, tapi sebenarnya adalah satu orang.

Aku bingung, aku takut, aku sedih. Apakah ini cinta? Ataukah ini gila?

***

Siang ini aku harus membuat laporan perkembangan pasienku. Aku menghampiri Radit.

"Selamat siang, Radit. Apa kabar hari ini?"

"Selamat siang, bajingan. Apa urusanmu dengan saya?" Ia menatapku dengan tatapan sadis, "Aku bukan Radit, aku Raka, dasar perawat bodoh." lanjutnya sambil berteriak.

Mendengar dan melihatnya menjadi Raka, aku tidak akan melepaskan ikatan tangannya, karena ia bisa saja merusak barang-barang atau mungkin saja membunuhku. Berbeda perlakuan apa bila aku menanyakan kabar ia membalasnya dengan sapaan lembut maka aku akan melepas ikatan itu, kami berbincang dan bertukar pikiran bersama.

"Saya tidak ada urusan dengan Anda, saya hanya ingin mengecek kondisi Anda." kataku.

"Kondisi saya? Kondisi saya baik-baik saja, tidak seperti Anda yang busuk dan munafik." balasnya dengan teriakan.

"Saya tidak mengerti, mengapa Anda berkata begitu? Saya tidak pernah berbuat jahat pada Anda."

"Oh, jangan pura-pura bodoh, Anda tahu persis apa yang Anda lakukan. Anda mencoba untuk merebut Radit dari saya, Anda mencoba untuk menghancurkan hubungan kami, Anda ingin memisahkan kami." bentaknya kasar.

"Tidak, tuduhan itu sama sekali tidak benar. Saya tidak pernah terfikir untuk merebut Radit dari Anda, saya hanya mencintainya. Saya hanya ingin dia bahagia menjalani kehidupannya." Aku berusaha menjelaskan semunya kepada Raka.

"Cinta? Bahagia? Hah, itu omong kosong. Anda tidak tahu apa-apa tentang cinta dan bahagia. Anda hanya tahu tentang egoism juga manipulatif. Anda hanya ingin memanfaatkan Radit untuk kepentingan Anda sendiri." Ia mengejekku, ia benar-benar sosok yang sangat menjengkelkan.

"Tidak, semua tuduhan Anda itu tidak benar. Saya tidak pernah egois dan manipulatif, saya jujur dan tulus. Saya tidak memanfaatkan Radit, saya menghargai dan menghormatinya." jelasku.

"Jujur? Tulus? Hah, itu lelucon. Anda tidak jujur dan tulus, Anda palsu dan licik. Anda tidak menghargai dan menghormati Radit, Anda menghina dan menyakiti dia." teriaknya.

Tiba-tiba sosok Radit muncul ditengah-tengah perdebatan hebat antara aku dan Raka. Aku lihat wajah Raka berubah tenang.

"Hei... ayolah, berhenti. Jangan bertengkar lagi, tidak ada gunanya. Kita semua di sini untuk saling membantu, bukan saling menyakiti." Radit berbicara dengan nada suara yang lembut dan menenangkan, sangat jauh berbeda dengan Raka, entah bagaimana mereka berdua bisa berada dalam satu tubuh yang sama.

"Membantu? kamu membantu siapa? kamu tidak membantu aku, kamu mengkhianati aku. kamu bersekongkol dengan bajingan itu, kamu melawanku." teriak Raka yang berubah dalam seketika.

"Tidak, aku tidak mengkhianati kamu, aku mencintai dan menyayangi kamu. Kamu adalah bagian dariku, Kamu adalah saudaraku. Aku tidak bersekongkol dengan siapa pun, aku bekerja sama dengan mereka untuk membantu kita." Aku lihat wajah Raka berubah menjadi wajah Radit dalam hitungan detik, Radit terlihat lebih tenang, sementara Raka wajahnya penuh emosi.

"Cinta? Saudara? Hah, itu semua omong kosong. Kamu tidak pernah mencintai dan menyayangiku, kamu membenciku. Memang kamu adalah bagian dariku, tapi kamu adalah musuhku. Kamu benar ... ya kamu tidak bekerja sama dengan mereka, tapi kamu tunduk pada mereka." Raka berteriak, ia menatap mataku dengan penuh kebencian.

"Tidak, aku tidak membenci kamu, aku mengerti perasaan kamu. Kamu bukan musuhu, kamu temanku, saudaraku, sahabatku sejak kita masih kecil, hanya aku dan kamu. Aku tidak tunduk pada mereka, aku menghormati mereka." Radit mengambil alih pikirannya, wajah mengerikan milik Raka berubah menjadi wajah Radit yang teduh dan menenangkan.

"Terima kasih, Radit. Terima kasih telah menenangkan Raka. Saya sangat menghargai usaha Anda." sahutku seketika melihat Radit yang berusaha menenangkan amukan Raka.  

"Sama-sama, Nayla. Saya menghormati Anda juga. Saya minta maaf atas perilaku Raka. Dia sedang dalam kondisi yang buruk, dia membutuhkan bantuan." pinta Radit kepadaku, kulihat sorot mata yang tulus di ucapkan Radit.  

"Saya mengerti, Radit. Saya minta maaf juga atas kesalahpahaman yang membuat kalian berdua bertengkar. Saya hanya ingin membantu Anda berdua, saya tidak bermaksud menyakiti Anda." jelasku.  

"Saya tahu, Nayla. Saya tahu bahwa Anda peduli pada kami, dan kami juga peduli pada Anda." Aku melihat Radit nampak berusaha menahan Raka di dalam pikirannya, "Nayla ..." Ia terlihat kesakitan seperti sedang menahan sesuatu, "Nayla ... aku cinta kamu." Ia bersusah payah mengatakan kalimat itu keluar dari mulutnya, ia memberanikan diri untuk mengungkapkan isi hatinya.

Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Radit baru saja mengatakan perasaan cintanya padaku, meskipun dalam situasi yang pelik seperti ini.

Aku merasa seperti di surga, aku merasa seperti di dalam mimpi. Aku merasa seperti aku telah menemukan jodohku, aku merasa seperti aku telah menemukan tujuan hidupku.

"Aku juga mencintaimu Radit." Aku memeluknya hangat. Kulihat Radit meneteskan air mata.

Tapi yang lebih mengejutkan adalah, Raka tidak muncul sama sekali setelah aku memeluknya. Dia tidak bisa mengambil alih pikiran Radit. Dia tidak lagi mengganggu kami, dia tidak lagi menghina kami, dia tidak menyakiti kami. Dia menghilang, dia lenyap.

"Radit, boleh aku tanya sesuatu?" tanyaku setelah aku melepas pelukanku. Aku juga melepaskan ikatan yang membelenggu tangannya.

"Tentu saja, ada apa?"

"Aku ingin tahu tentang Raka. Apa yang terjadi dengan dia?"

"Kenapa dia tidak muncul lagi?"

"Raka... itu nama yang sudah lama tidak kudengar. Dia adalah bagian dari diriku, bagian yang gelap dari hidupku. Tapi dia juga adalah musuhku, musuh yang selalu menghantuiku."

"Aku tidak mengerti, Radit. Apa maksudmu?"

"Raka itu hasil dari trauma masa laluku, yang membuatku membenci diriku sendiri dan orang lain. Dia adalah cara untuk melindungi diriku dari rasa sakit dan ketakutan."

"Trauma masa lalu? Apa yang membuatmu trauma, Radit?"

"Aku tidak ingin membicarakannya, itu terlalu menyakitkan. Tapi aku akan memberitahumu sedikit. Aku pernah mengalami kekerasan fisik dan mental dari orangtuaku, yang tidak pernah mencintaiku... Aku pernah mengalami pengkhianatan dari temanku dan masih banyak lagi, mereka Bernama Raka." Ia menangis. Ia menumpahkan semua beban itu lewat air matanya.

Melihatnya merasa terpukul aku memeluknya erat, "Oh, Radit. Itu sangat mengerikan. Aku turut berduka atas apa yang kamu alami."

"Terima kasih, kamu sangat baik padaku. Kamu adalah satu-satunya orang yang peduli padaku, satu-satunya orang yang mencintaiku." Ia membalas pelukanku, aku merasakan getaran kepedihan yang ia alami, ia menumpahkan segala kepedihannya dalam pelukan itu.

Sekarang, Radit sudah tidak membutuhkan Raka lagi. Karena dia sudah memiliki aku, yang mencintainya apa adanya. Karena dia sudah memiliki aku, yang membuatnya merasa bahagia dan berani untuk mengungkapkan perasaan yang terpendam di dalam jiwanya.

Dia mengatakan bahwa cintaku adalah obatnya, cintaku adalah penyembuhnya. Dia mengatakan bahwa cintaku adalah alasan untuknya bertahan hidup, cintaku adalah alasan untuknya sembuh.

Aku merasa terharu, aku merasa tersanjung. Aku merasa seperti aku telah memberikan sesuatu yang berharga padanya, aku merasa seperti aku telah memberikan sesuatu yang berarti padanya.

Aku membalas kata-katanya dengan ciuman, aku membalas perbuatannya dengan pelukan. Aku membalas rasa cintanya dengan rasa cinta yang sama.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun