"Trauma masa lalu? Apa yang membuatmu trauma, Radit?"
"Aku tidak ingin membicarakannya, itu terlalu menyakitkan. Tapi aku akan memberitahumu sedikit. Aku pernah mengalami kekerasan fisik dan mental dari orangtuaku, yang tidak pernah mencintaiku... Aku pernah mengalami pengkhianatan dari temanku dan masih banyak lagi, mereka Bernama Raka." Ia menangis. Ia menumpahkan semua beban itu lewat air matanya.
Melihatnya merasa terpukul aku memeluknya erat, "Oh, Radit. Itu sangat mengerikan. Aku turut berduka atas apa yang kamu alami."
"Terima kasih, kamu sangat baik padaku. Kamu adalah satu-satunya orang yang peduli padaku, satu-satunya orang yang mencintaiku." Ia membalas pelukanku, aku merasakan getaran kepedihan yang ia alami, ia menumpahkan segala kepedihannya dalam pelukan itu.
Sekarang, Radit sudah tidak membutuhkan Raka lagi. Karena dia sudah memiliki aku, yang mencintainya apa adanya. Karena dia sudah memiliki aku, yang membuatnya merasa bahagia dan berani untuk mengungkapkan perasaan yang terpendam di dalam jiwanya.
Dia mengatakan bahwa cintaku adalah obatnya, cintaku adalah penyembuhnya. Dia mengatakan bahwa cintaku adalah alasan untuknya bertahan hidup, cintaku adalah alasan untuknya sembuh.
Aku merasa terharu, aku merasa tersanjung. Aku merasa seperti aku telah memberikan sesuatu yang berharga padanya, aku merasa seperti aku telah memberikan sesuatu yang berarti padanya.
Aku membalas kata-katanya dengan ciuman, aku membalas perbuatannya dengan pelukan. Aku membalas rasa cintanya dengan rasa cinta yang sama.
-Tamat-
Iqbal Muchtar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H