"Tuan Edward adalah seorang pria yang baik dan murah hati, tetapi ia juga sangat tertutup dan sangat misterius. Ia jarang keluar dari kamarnya dan hanya bergaul dengan beberapa orang saja. Ia memiliki seorang tunangan bernama Lady Catherine, putri dari Tuan Duke, yang sangat cantik dan anggun. Mereka akan menikah dalam dua bulan lagi." kata James. Ia adalah seorang pria muda yang tampan dan ramah, ia bercerita banyak hal tentang Tuan Edward sepanjang perjalananku menuju kesana.
"Kalau begitu, apa masalahnya?" tanyaku.
"Masalahnya adalah... ada orang ketiga dalam hubungan mereka." jawab James dengan suara pelan seperti berbisik.
"Orang ketiga? Siapa dia?" Aku semakin tertarik.
"Itu... saya tidak bisa memberitahu Anda sekarang. Anda akan tahu sendiri nanti." James berusaha menghindar dari percakapan itu.
Aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan jawaban James, aku berusaha untuk tidak menanyakan lebih lanjut. Aku memutuskan untuk menunggu sampai bertemu dengan Tuan Edward dan mendengar ceritanya langsung dari mulutnya.
Setelah sekitar satu jam berkendara, kami sampai di rumah Tuan Edward yang megah dan indah. Aku terpesona dengan arsitektur dan dekorasi rumah yang mewah dan elegan. James membawaku ke pintu masuk utama dan memperkenalkanku kepada Butler, seorang kepala pelayan Tuan Edward yang akan membawaku ke ruang tamu.
"Selamat datang di rumah Tuan Edward, Nyonya Julia. Saya Butler, kepala pelayan di sini. Tuan Edward sudah menunggu Anda di ruang tamu. Harap ikuti saya." kata Butler dengan sopan.
Aku mengikuti Butler melewati lorong-lorong panjang yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan bersejarah dan barang-barang antik yang sangat berharga. Aku seperti masuk ke dalam dunia lain yang jauh dari kehidupan modernku di London.
Akhirnya, kami sampai di sebuah ruang tamu yang luas serta nyaman. Di sana, aku melihat seorang pria paruh baya yang berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke taman bunga. Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi dan terlihat mahal, rambutnya pirang, mata birunya sangat tajam. Ia memiliki wajah tampan dan menawan, tetapi ia tampak sedih dan murung.
"Pak Butler, siapa dia?" tanyaku berbisik.
"Dia adalah Tuan Edward." jawab Butler.
Aku terkejut. aku tidak menyangka bahwa pria itu adalah Tuan Edward. Aku membayangkan bahwa Tuan Edward adalah seorang pria tua yang gemuk dan sudah tidak menarik lagi. Tetapi ternyata, aku salah besar.
Butler menghampiri Tuan Edward dan membisikkan sesuatu di telinganya. Tuan Edward menoleh dan melihatku. Ia tersenyum tipis lalu berjalan mendekatiku.
"Selamat datang di rumah saya, Nyonya Julia. Saya senang Anda bisa datang." kata Tuan Edward dengan suaranya yang berat.
"Terima kasih atas undangan Anda, Tuan Edward. Saya Julia." kataku sambil memberi hormat.
"Saya tahu siapa Anda. Saya sudah mendengar banyak tentang Anda dan reputasi Anda sebagai detektif yang hebat. Saya harap Anda bisa membantu saya menyelesaikan masalah saya." kata Tuan Edward.
"Masalah apa itu, Tuan Edward?" tanyaku.
Tuan Edward menghela napas dan menunjuk ke sebuah sofa yang empuk. Ia mengajakku untuk duduk di sana bersamanya. Butler berdiri di belakang kami menunggu perintah dari Tuan Edward.
"Masalah saya adalah... saya mencintai seorang wanita yang tidak seharusnya saya cintai." kata Tuan Edward dengan nada suara yang bergetar.
"Siapa wanita itu, Tuan Edward?" tanyaku.
Tuan Edward menatapku dengan pandangan penuh harap dan putus asa.
"Wanita itu adalah... Rose." kata Tuan Edward.
"Rose? Siapa dia, Tuan Edward?" tanyaku.
Tuan Edward menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya.
"Rose adalah... adik Lady Catherine." kata Tuan Edward dengan suara serak.
Aku terperanjat. Aku hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Tuan Edward mencintai adik tunangannya sendiri? Itu adalah hal yang sangat tabu, ini adalah skandal yang sangat memalukan.
"Adik Lady Catherine? Bagaimana itu bisa terjadi, Tuan Edward?" tanyaku cemas.
Tuan Edward mengangkat kepalanya dan menatap Julia dengan mata berkaca-kaca.
"Hal itu terjadi setahun yang lalu, ketika saya pertama kali bertemu dengan Rose. Saya sedang mengunjungi Tuan Duke, ayah Lady Catherine, di rumahnya di York. Saya sudah bertunangan dengan Lady Catherine saat itu, tetapi kami belum pernah bertemu secara langsung. Kami hanya berkomunikasi melalui surat-surat. Tuan Duke mengundang saya untuk tinggal di rumahnya selama beberapa hari, agar saya bisa mengenal Lady Catherine lebih dekat. Saya setuju dengan tawaran itu, karena saya ingin memenuhi kewajiban saya sebagai tunangan Lady Catherine." kata Tuan Edward.
"Dan kemudian?" Aku mendesak.
"Kemudian, pada malam pertama saya di sana, saya bertemu dengan Rose. Dia adalah adik bungsu Lady Catherine, yang baru berusia 18 tahun. Dia sangat cantik dan manis, dengan rambut pirang panjang dan mata hijau yang bersinar. Dia menyambut saya dengan sangat hangat dan ramah, sepertinya kami sudah saling kenal sejak lama. Dia mengajak saya berbincang-bincang tentang berbagai hal, mulai dari buku-buku yang dia baca sampai mimpi-mimpi yang dia punya. Dia membuat saya tertawa dan tersenyum, sesuatu yang hampir tidak pernah terjadi dalam hidup saya." Tuan Edward menutup wajahnya dengan kedua tangannya, terlihat jelas sekali aura kesedihan dari wajahnya.
"Dan Anda jatuh cinta padanya?"
Tuan Edward mengangguk.
"Ya, saya jatuh cinta padanya. Saya tidak bisa menolak pesona dan keceriaannya. Saya merasa hidup saya menjadi lebih berwarna dan berarti bersamanya. Saya lupa bahwa saya sudah bertunangan dengan Lady Catherine, yang ternyata sangat dingin dan angkuh. Saya tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan orang-orang tentang saya dengan Lady Catherine. Saya hanya ingin bersama Rose." ujar Tuan Edward.
"Lalu apa yang Anda lakukan?" tanyaku dengan penasaran.
"Saya mulai menjalin hubungan rahasia dengan Rose. Kami sering bertemu diam-diam di taman, di perpustakaan, atau di Lorong rumah rumah Tuan Duke. Kami berciuman, berpelukan, dan berbisik kata-kata cinta. Kami bahkan berencana untuk melarikan diri bersama, setelah saya membatalkan pernikahan saya dengan Lady Catherine." Tuan Edward menjelaskannya dengan sangat detail.
"Tetapi Anda tidak melakukannya?"
"Tidak, saya tidak melakukannya. Karena ada sesuatu yang menghalangi rencana kami."
"Apa itu?"
Tuan Edward menarik napas dalam-dalam dan melanjutkan ceritanya.
"Suatu malam, ketika kami sedang bersama di kamar Rose, kami mendengar suara langkah kaki di luar pintu. Kami kaget dan segera berpisah. Kami berpikir bahwa itu adalah Tuan Duke atau Lady Catherine yang mencurigai kami. Tetapi ternyata, itu adalah James, sopir pribadi saya." Tuan Edward memaparkan kejadian malam itu.
"James? Sopir Anda?" aku terkejut.
"Ya, James. Dia adalah orang ketiga dalam hubungan kami."
Aku bingung. Apa maksud dari perkataan Tuan Edward?
"Maksud Anda... James juga mencintai Rose?" aku berusaha untuk menegaskan perkataan Tuan Edward.
Tuan Edward menggeleng.
"Bukan itu. James... ." Tuan Edward terdiam sejenak, kemudian Tuan Edward melanjutkan perkataannya, "James adalah pembunuh Rose." kata Tuan Edward dengan suara parau.
-Tamat-
Iqbal Muchtar
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI