***
Dika seorang editor di penerbit besar yang menerbitkan novel-novelku. Dia orang yang baik, cerdas, dan sangat perhatian. Dia sangat mendukung karirku sebagai penulis dan sangat menghargai pendapatku meskipun kami sering berbeda pendapat, kerap kali ia membuatku tertawa dengan lelucon-leluconnya yang lucu dan konyol.
Aku merasa nyaman dan bahagia bersamanya, meskipun aku masih belum mampu melupakan Radit.
Suatu hari, kami pergi ke sebuah restoran untuk merayakan ulang tahunnya. Kami bercerita tentang seputar pekerjaan kami dan rencana-rencana masa depan kami. Kami saling menatap, tapi aku bingung apakah tatapan ini cinta atau sayang?
Tanpa sengaja, aku melihat Radit masuk ke restoran itu bersama dengan istrinya dan anaknya. Mereka tampak bahagia sekali. Mereka duduk di meja yang tidak jauh dari meja kami. Aku merasa kaget dan canggung melihat mereka.
Aku berharap mereka tidak melihatku, tapi ternyata tidak. Radit menoleh ke arahku dan menatapku dengan heran. Dia lalu tersenyum dan mengangkat tangannya, menyapaku. Aku pun membalas senyumnya dan mengangkat tanganku juga.
Aku menoleh ke arah Dika dan melihat dia tersenyum padaku.
"Dia Radit?" tanyanya sambil tersenyum.
"I...iya." Jawabku ragu, aku memang sering menceritakan nama itu, tapi aku tidak pernah mengatakan kalau ia sudah menikah.
"Kenapa?" Dika menatapku, sorot mata itu sangat dalam dan penuh makna.
"Ah, tidak... ." jawabku singkat dengan perasaan kikuk.