"Iya, memang. Tapi aku ingin lebih dari itu. Aku ingin menciptakan tempat di mana orang bisa merasa hangat dan nyaman, seperti saat berada di rumah sendiri." katanya.
"Wow, itu sungguh mulia. Aku yakin kamu bisa mewujudkannya. Kamu memiliki semangat yang luar biasa." ucapku, saat itu kami masih berpura-pura seperti sahabat lama.
"Terima kasih atas dukungannya. Bagaimana dengan kamu? Apa impianmu?" katanya yang sempat membuatku tercekat.
"Aku masih mencoba mencari tahu ... tapi mendengar impianmu membuatku merasa terinspirasi. Siapa tahu suatu hari nanti aku juga akan menemukan panggilan impianku." jawabku sekenanya saja.
"Pasti, dan tentu saja, aku akan selalu mendukungmu seperti yang kamu lakukan padaku." Kali ini pandangan mata tulus itu menusuk jantungku.
"Terima kasih." kataku kikuk karena semua obrolan ini terjadi di tengah hujan yang terus turun.
"Hidup memang penuh kejutan ya."Â
"Teman lama yang akhirnya bersatu lagi, di tengah hujan dan impian-impian yang membara." Balasku yang berusaha mengusir rasa gugup yang membungkus perasaanku saat ini.
"Mari kita hadapi dunia ini bersama-sama." katanya sambil meraih tanganku, saat itu kami berhenti di sebuah caf dengan ornamen yang sangat unik, melihat caf itu seperti berada di rumah, "Ini adalah impianku" lanjutnya, sambil menunjuk caf itu yang ternyata ia sebagai pemiliknya.
"Mari kita lakukan." Jawabku sambil menunduk malu.
"Aku Radit." Ia menjulurkan tangannya.