Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Mantel Hujan Berwarna Merah Jambu

31 Agustus 2023   12:21 Diperbarui: 31 Agustus 2023   13:41 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ya, memang agak konyol sih. Tapi setidaknya kita punya cerita unik untuk diceritakan nanti." kataku saat itu.

"Tapi, tahu gak, rasanya seperti dunia ini hanya milik kita berdua saat ini." katanya.

"Betul juga." ucapku sambil merasakan tetesan hujan di wajahku, payung yang sempat melindungiku kini tak lagi berarti, "Tapi kenapa hanya kita?" tanyaku saat itu.

"Karena hanya kita berdua yang terkena cipratan air itu." sahutnya sambil tertawa tergelak, kami saling melepas kekesalan kami.

"Seperti teman lama yang akhirnya kembali bertemu setelah lama terpisah." ujarku sambil menatapnya.

"Jadi, apa kabar selama ini?" ia menimpali pernyataanku.

"Oh, kamu tahu sendirilah. Hidup monoton dengan rutinitas sehari-hari. Tapi sepertinya kamu punya banyak cerita menarik setelah sekian lama." balasku dengan canda.

"Kamu bisa percaya gak, aku memutuskan untuk berhenti dari pekerjaanku, saat ini aku sedang mengejar mimpiku." timpalnya sambil tertawa, namun matanya memancarkan keseriusan.

"Serius? Itu keren banget! Lalu, apa impian besar yang ingin kamu capai?" tanyaku saat itu sambil menghentikan langkahku.

"Aku membuka sebuah kafe kecil yang menyajikan kopi spesial dan makanan lezat. Aku selalu menyukai dunia kuliner dan ingin berbagi kebahagiaan melalui makanan." Kali ini nada bicaranya cukup serius, ia menatapku dalam sekali.

"Kamu dan kopi, memang pasangan yang tak terpisahkan." tukasku sekenanya saja, aku merasa gugup ketika ia menatap mataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun