Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Perjalanan di Balik Kaca Bus Kota

2 Agustus 2023   10:00 Diperbarui: 3 Agustus 2023   20:19 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar oleh Sultan Raimosan dari pexel.com 

Suasana pagi mulai merebak, di tengah kepadatan kendaraan yang tak terhindarkan, sebuah bus Kopaja dengan warna hijau dengan garis putih yang telah memudar berhenti di tepi jalan. 

Sopir bus, Pak Surya, menyambut penumpang dengan senyuman lembut. Di antara keramaian kota yang tak pernah tidur, bus ini menyimpan kisah-kisah menarik di balik kaca-kacanya.

Cuaca di kota tiba-tiba berubah menjadi sangat mendung. Hujan mulai turun dengan derasnya, dan angin pun bertiup sangat kencang. Kopaja yang biasanya ramai, kini tampak lengang karena sebagian penumpang memilih untuk menunggu hujan reda sebelum naik.

Tetapi tidak dengan Budi, Rena, dan Pak Amat. Mereka tahu betul bahwa meski cuaca buruk, kewajiban dan tujuan mereka tetap menanti di ujung perjalanan. 

Tanpa ragu, ketiganya naik ke dalam bus, berpegangan erat di sandaran belakang kursi plastik, dan menunggu perjalanan dimulai.

Pak Surya, si sopir Kopaja, tampak serius mengemudikan bus melalui genangan air yang semakin dalam di jalan. 

Budi membantu seorang nenek tua untuk naik ke dalam bus dengan payungnya yang besar karena hujan semakin deras, ia membantunya duduk agar aman selama perjalanan, serta menebarkan senyuman hangat di pagi yang dingin. 

Rena duduk di kursi dekat jendela, melihat pemandangan kota yang basah dari balik kaca, dan sesekali menyeka embun di kaca bus yang berkabut dengan tisu.

Ketika bus melewati jalanan yang padat, tiba-tiba bus berhenti mendadak. Suara bising dari klakson terdengar di luar, dan para penumpang menjadi penasaran. Ternyata, sebuah pohon besar tumbang akibat angin kencang yang menutupi jalanan.

Pak Surya dengan cekatan turun dari bus dan melihat situasi di luar. Dia menyadari bahwa bus tidak bisa melanjutkan perjalanannya karena pohon tersebut membentang sepanjang aspal. 

Pak Surya tidak kehabisan akal, dengan bijaksana, dia mengumumkan kepada penumpang, "Maaf, kita harus mengambil jalur alternatif. Tapi jangan khawatir, saya akan mencari rute terbaik untuk mengantarkan kalian ke tujuan masing-masing."

Para penumpang setuju dengan ide pak Surya, mereka tahu bahwa Pak Surya akan melakukan yang terbaik untuk membawa mereka ke tempat tujuan dengan aman. Meski harus berhadapan dengan tantangan selama di perjalan, tapi suasana di dalam Kopaja saat itu tetap tenang.

Selama di perjalanan menembus jalur alternatif yang dipilih oleh Pak Surya, Budi, Rena, dan Pak Amat saling berbincang. 

Mereka berbagi cerita tentang bagaimana mereka biasanya menghabiskan waktu setelah pulang dari pekerjaan dan kampus. Mereka tertawa bersama, menghibur satu sama lain, dan lupa sejenak tentang hujan yang menghalangi perjalanan mereka.

Rena menceritakan tentang pengalaman menariknya di kampus, bagaimana dia bekerja sama dengan teman-temannya dalam proyek desain arsitektur, dan bagaimana dia selalu mencari inspirasi di sekitar kota untuk menciptakan karya-karya indahnya. 

Budi menceritakan tentang kehidupan kantornya, bagaimana dia menjalankan tugasnya dengan tekun, dan terkadang, dia juga meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat-tempat menarik di kota bersama keluarganya.

Pak Amat mendengarkan cerita mereka dengan penuh antusiasme, dan dia juga turut berbagi kisah-kisah masa lalunya sebagai seorang guru. 

Dia menceritakan tentang momen-momen penuh makna bersama murid-muridnya dan bagaimana dia selalu merasa bangga melihat mereka tumbuh dan berkembang.

Tertawa dan bercanda, ketiganya merasa atmosfer di dalam Kopaja itu menjadi lebih hangat. Hujan yang mengguyur kota seolah tak lagi mengganggu mereka, karena mereka menemukan kehangatan dan kebersamaan dalam perjalanan mereka bersama bus Kopaja ini.

Pak Surya, yang masih fokus mengemudikan bus dengan sangat hati-hati itu, sangat senang melihat penumpangnya menikmati perjalanan tersebut. Dia merasa lega bahwa suasana di dalam bus telah berbalik menjadi ceria setelah insiden kecil tadi.

Setelah melewati beberapa jalan alternatif, akhirnya Kopaja tiba di depan kantor Budi dan kampus Rena. Sebelum turun, mereka saling berpamitan dengan senyum bahagia di wajah mereka. Rena memberikan tangan kecil yang bertanda love kepada Budi dan Pak Amat sebagai tanda persahabatan yang semakin erat.

Saat Rena turun dari bus, dia berpaling ke arah Pak Surya dan berkata, "Terima kasih Pak Surya, perjalanan hari ini menjadi lebih menyenangkan meski hujan menghalangi kita. Bapak benar-benar sopir yang hebat!"

Pak Surya tersenyum bangga dan berkata, "Terima kasih, Rena. Kamu dan para penumpang lainnya adalah alasan saya senang menjadi sopir bus Kopaja ini setiap hari."

Perjalanan Kopaja terus berlanjut dengan canda-tawa dan cerita-cerita menarik di dalamnya. Hujan pun mereda, tetapi kehangatan persahabatan yang terjalin di antara penumpangnya terus bersinar seperti sinar matahari yang muncul di balik awan kelabu. 

Bus kota hijau ini tetap menjadi saksi dari kisah-kisah unik di balik kaca-kacanya, mengantarkan penumpangnya menuju tujuan mereka dengan senyuman dan kenangan yang tak terlupakan.Top of Form

Kopaja itu kemudian melanjutkan perjalanannya menuju tempat lain, meninggalkan kesan-kesan yang berharga bagi para penumpangnya. 

Perjalanan bus Kopaja pada hari itu mungkin penuh dengan tantangan, tapi kisah persahabatan dan semangat yang di hadapinya telah menjadi pengalaman berharga bagi mereka semua.

Seiring berjalannya waktu, Budi, Rena, Pak Amat, serta penumpang lainnya terus naik Kopaja ini setiap harinya. Perjalanan mereka bukan hanya sekadar rutinitas, tapi sebuah petualangan di balik kaca bus kota yang merangkul mereka dalam kisah hidup dan kebersamaan. 

Ketika mereka melihat bus hijau itu berhenti di depan mereka, mereka tahu bahwa perjalanan penuh warna dan kejutan telah menanti di dalamnya.

"Bunda... Bunda..." anakku memanggil

"itu bus apa?" ia menunjuk salah satu foto di album

"itu namanya Kopaja nak" ketika menjelaskannya terbayang kenangan indah bersama bus kota yang berwarna hijau itu.

"Kopaja? Bunda pernah naik bus ini"

"Setiap hari nak... bunda punya rahasia, jangan bilang siapa-siapa ya?" kulihat anakku mengganggukkan kepalanya "Bunda ketemu sama ayah di Kopaja, di bus itu." aku menunjuk foto kopaja dengan gambar suamiku di dalamnya.

-TAMAT-

Iqbal Muchtar

 

#kendaraanumum
#clickkompasiana
#kopaja71
#clickxkopaja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun