Suasana pagi mulai merebak, di tengah kepadatan kendaraan yang tak terhindarkan, sebuah bus Kopaja dengan warna hijau dengan garis putih yang telah memudar berhenti di tepi jalan.Â
Sopir bus, Pak Surya, menyambut penumpang dengan senyuman lembut. Di antara keramaian kota yang tak pernah tidur, bus ini menyimpan kisah-kisah menarik di balik kaca-kacanya.
Cuaca di kota tiba-tiba berubah menjadi sangat mendung. Hujan mulai turun dengan derasnya, dan angin pun bertiup sangat kencang. Kopaja yang biasanya ramai, kini tampak lengang karena sebagian penumpang memilih untuk menunggu hujan reda sebelum naik.
Tetapi tidak dengan Budi, Rena, dan Pak Amat. Mereka tahu betul bahwa meski cuaca buruk, kewajiban dan tujuan mereka tetap menanti di ujung perjalanan.Â
Tanpa ragu, ketiganya naik ke dalam bus, berpegangan erat di sandaran belakang kursi plastik, dan menunggu perjalanan dimulai.
Pak Surya, si sopir Kopaja, tampak serius mengemudikan bus melalui genangan air yang semakin dalam di jalan.Â
Budi membantu seorang nenek tua untuk naik ke dalam bus dengan payungnya yang besar karena hujan semakin deras, ia membantunya duduk agar aman selama perjalanan, serta menebarkan senyuman hangat di pagi yang dingin.Â
Rena duduk di kursi dekat jendela, melihat pemandangan kota yang basah dari balik kaca, dan sesekali menyeka embun di kaca bus yang berkabut dengan tisu.
Ketika bus melewati jalanan yang padat, tiba-tiba bus berhenti mendadak. Suara bising dari klakson terdengar di luar, dan para penumpang menjadi penasaran. Ternyata, sebuah pohon besar tumbang akibat angin kencang yang menutupi jalanan.
Pak Surya dengan cekatan turun dari bus dan melihat situasi di luar. Dia menyadari bahwa bus tidak bisa melanjutkan perjalanannya karena pohon tersebut membentang sepanjang aspal.Â