Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Patah Hati

16 Juli 2023   08:00 Diperbarui: 19 Juli 2023   21:03 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: koloni semut. (Sumber gambar: pexels.com/Syed Rajeeb)

"Raja... Raja..." panggilku.

"Rara..." ia menyebut namaku, bagaimana ia bisa tahu namaku, aku terdiam sejenak ketika ia memanggil namaku.

"Ya... Raja," aku menatapnya, wajah tampan itu, membuatku kehilangan kesadaran.

"Ada apa Rara" kini wajahnya semakin jelas nampak dihadapanku, aku harus segera mengatakan keinginanku, perasaanku ini.

"Bagaimana kamu bisa tahu namaku?" aku mengucapkannya tanpa sadar, bukan itu seharusnya, entah mengapa bibir ini tidak dapat aku ajak kerjasama kali ini.

"Tentu semua orang di ladang ini mengenal kamu Rara, kamu gadis cantik" mendengar kalimat itu mengalir dari mulutnya, hati terbang melayang ke angkasa.

"Raja... aku suka padamu, sepertinya aku cinta, tapi aku bingung... perasaan ini muncul ketika pertama kali aku melihatmu" aku mengatakan kalimat sepanjang itu hanya dalam satu hembusan nafas, semoga ia tidak mendengarnya, hatiku mengutuk, mengapa aku berbicara begitu cepat, apakah ia mengerti kata-kataku, aku mulai gugup, aku tidak berani menatap wajahnya, apa lagi matanya.

"Rara..." ia mendekat menghampiriku "terima kasih sudah mengungkapkan perasaanmu kepadaku, aku senang kamu sudah jujur dengan diri sendiri" ia mengatakan kalimat itu dengan tangannya yang kokoh menggenggam pundakku.

"Rara... aku hanya mengganggapmu sebagai teman" ia melepaskan genggaman tangannya, hatiku hancur berkeping-keping, aku merasakan aliran darah ditubuhku tidak menentu arahnya.

"Aku pergi dulu.. terima kasih Rara" ia pergi dengan meninggalkan kesedihan yang teramat dalam.

Rasa sakit menerpa hatiku. Aku merasa kecewa, hancur, dan ditolak. Aku berusaha menahan air mata yang sudah tak terbendung di mataku, tapi itu sulit. Hatiku terasa berat, penuh dengan keraguan dan kehilangan. Apakah aku tidak layak mendapatkan cinta sejati?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun