Literasi dan Gen KecerdasanÂ
Menonton konten musik. Seorang biduan bertubuh lengkai bernyanyi riang. Paras indah memesona dalam balutan dress panjang selutut, tepatnya di atas lutut. Bagian dada lebih terbuka. Penampilannya kenes menawarkan sensasi dan fantasi berbeda-jiwa laki meronta. Aku betah melihatnya. Seorang biduan tampak cerdas dan cergas, bernyanyi dengan gembira, lihai, dan lincah melantunkan langgam yang dipopulerkan almarhum Michael Jackson beberapa waktu sebelumnya. Biduan begitu menghayati peran-menawan hati, seolah menguasai psikologi penontonnya. Tetapi sayang dan maafkan-hingga video dan ulasan ini tayang, aku belum bisa mengidentifikasi nama sang biduan apalagi memastikan asal grup organ tunggalnya.
Biduan yang menggemaskan dan memesona dalam tayangan itu membuyarkan pesimistisku seusai mengunjungi laman https://bskap.kemdikbud.go.id/pisa menyoal skor literasi Indonesia di posisi salah satu yang terendah di dunia. Aku membaca: Berdasarkan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) 2022,. PISA adalah sebuah program untuk mengukur literasi membaca, matematika, dan sains pada murid berusia 15 tahun. Program tiga tahunan itu diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Indonesia menempati peringkat 70 dari 81 negara yang terdiri dari 37 negara OECD dan 44 negara mitra. Selain menggunakan PISA, sejak 2021 Indonesia telah melaksanakan Asesmen Nasional (AN) untuk memetakan kualitas pendidikan di setiap sekolah dan daerah secara lebih komprehensif
untuk literasi membaca skor 359. Skor ini merupakan salah satu yang terendah di dunia. Meskipun skornya menurun, Indonesia mengalami peningkatan peringkat secara global di posisi ke-66 dari 81 negara pada 2022. Peningkatan peringkat ini merupakan capaian tertinggi Indonesia sepanjang mengikuti PISA.
Menyoal mutu pendidikan dan literasi, biasanya terkait atau dikait-kaitkan dengan kondisi kemiskinan. Faktor kemiskinan menjadi kendala untuk mendapatkan kesempatan pendidikan berkualitas yang sering kali terbatas.
Mayoritas negara dengan tingkat literasi terendah terkonsentrasi di Asia Selatan, Asia Barat, dan Afrika sub-Sahara, wilayah yang juga dicirikan oleh banyaknya negara termiskin di dunia.
Kesenjangan gender yang nyata semakin memperparah masalah literasi, karena hampir dua pertiga dari sekitar 781 juta orang dewasa yang buta huruf di seluruh dunia adalah perempuan. Kesenjangan ini khususnya terlihat di negara-negara yang kurang berkembang, di mana harapan masyarakat sering kali membatasi perempuan pada peran domestik, mengurus rumah tangga dan anak-anak sementara laki-laki mengejar peluang kerja. Sebaliknya, negara-negara maju menunjukkan tingkat literasi yang lebih tinggi dengan kesenjangan gender yang lebih sempit. Untuk tinjauan menyeluruh tentang tingkat literasi global, lihat tabel di bawah ini, yang menyajikan informasi terbaru dan paling dapat diandalkan yang tersedia.
Skor literasi membaca Indonesia
2000 -- 371. 2003 -- 382. 2006 -- 393. 2009 -- 402. 2012 -- 396. 2015 -- 397. 2018 -- 371. 2022 -- 359.
Skor PISA Indonesia 2022 untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains adalah: Literasi membaca: Skor rata-rata 359, terpaut 117 poin dari skor rata-rata dunia 476. Skor ini turun 12 poin dari tahun sebelumnya. Matematika: Skor rata-rata 366, turun 13 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 379. Sains: Skor 383.
Sedangkan statistik literasi 2024-2025 (Kondisi saat ini) merujuk dari sumber: https://www.thenationalliteracyinstitute.com/post/literacy-statistics-2024-2025-where-we-are-now
Portal berbahasa Inggris itu menyatakan bahwa kemampuan membaca dan menulis, yang dikenal sebagai literasi, merupakan faktor penentu penting dalam membentuk lintasan karier seseorang. Individu dengan keterampilan literasi akan lebih mudah memiliki akses ke pelbagai kemungkinan karier, termasuk posisi yang membutuhkan keterampilan tinggi dan gaji yang baik (mungkin setara gaji Menteri di Indonesia). Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki keterampilan literasi akan menghadapi pilihan yang sangat terbatas, bahkan pekerjaan pada tingkat pemula atau pekerja seni komersial atau pekerja serabutan yang membutuhkan keterampilan rendah pun menjadi tantangan untuk didapatkan.
Secara global, tingkat literasi secara keseluruhan berada pada tingkat yang patut dipuji. Untuk individu berusia 15 tahun ke atas, tingkat literasi gabungan untuk kedua jenis kelamin adalah 86,3%. Laki-laki dalam kelompok usia ini menunjukkan tingkat literasi sebesar 90%, dengan perempuan di posisi kedua dengan 82,7%. Khususnya, terdapat variasi yang cukup besar antar negara. Negara-negara maju secara konsisten membanggakan tingkat literasi orang dewasa sebesar 96% atau lebih tinggi, sementara negara-negara yang paling tidak berkembang berjuang dengan tingkat literasi rata-rata hanya 65%. Perbandingan tingkat literasi lintas negara yang akurat menghadapi tantangan karena dua faktor utama: praktik pelaporan yang tidak teratur di antara negara-negara, dan definisi yang berbeda tentang apa yang dimaksud dengan literasi.
Di AS, rata-rata, 79% orang dewasa AS di seluruh negeri melek huruf pada tahun 2024. 21% orang dewasa di AS buta huruf pada tahun 2024. 54% orang dewasa memiliki kemampuan literasi di bawah tingkat kelas 6 ( 20% di bawah tingkat kelas 5). Rendahnya tingkat literasi merugikan AS hingga 2,2 triliun per tahun. 34% orang dewasa yang tidak memiliki kemampuan literasi lahir di luar AS. Massachusetts adalah negara bagian dengan tingkat literasi anak tertinggi . New Mexico adalah negara bagian dengan tingkat literasi anak terendah . New Hampshire adalah negara bagian dengan persentase orang dewasa yang dianggap melek huruf tertinggi . Negara bagian dengan tingkat melek huruf orang dewasa terendah adalah California . Berapa peringkat AS dalam hal literasi? AS menduduki peringkat ke 36 dalam hal literasi.
Penelitian dari PISA khususnya untuk Indonesia itu secara implisit mengatakan bahwa anak-anak muda Indonesia buta huruf. Bukan tidak bisa membaca, tapi dengan kata lain adalah karena faktor functionally illiterate, artinya bisa baca cuma kemampuan menangkap isi bacaan dan mengolah isi bacaan itu kemudian digabung dengan bacaan-bacaan lain yang menjadi visi pribadi itu rendah sekali. Dengan kata lain kemampuan analitik dan sintetiknya buruk. Sebenarnya bukan berarti buta huruf dalam arti literal tapi (mungkin) daya tangkap dan penalarannya itu masalahnya. Pernyataan Portal berbahasa Inggris pun tidak sepenuhnya tepat. Sepertinya juga ingin mengatakan bahwa: Mahasiswa tahun pertama di Indonesia itu levelnya hanya setara dengan anak kelas tiga SMP di negara-negara maju!?
Dalam bidang sains, seni, spritualitas, agama, praksis ekonomi atau politik---kesimpulan saya---sebagian besar kita pada faktanya memang "masih bodoh". Itu bukan ad hominem, tetapi sebuah fakta yang bisa dibuktikan dari cara mayoritas orang di Indonesia berpikir dan berpendapat saat ini. Kenapa bisa begitu? Jawabnya: karena mayoritas masyarakat---seperti pendapat Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Madilog---memang belum bisa berpikir logis. Cara bernalar yang benar tak pernah diajarkan dari tingkat keluarga, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Bahkan, pada fakultas filsafat di Indonesia---menurut pengakuan seorang sarjana filsafat yang kebetulan teman saya---logika yang diajarkan di sini baru sebatas logika klasik Aristoteles. Sementara logika modern seperti logika pragmatisme, logika proposisional, logika predikat, logika intuisionalistik, logika fuzzy, logika modalitas, ucapan preformatif (meski masih bisa diperdebatkan apakah ucapan preformatif adalah logika atau bukan), dan lain-lain tak pernah diajarkan.
Ironinya, mayoritas masyarakat sekarang sudah merasa bisa bernalar dengan benar, sudah paham logika, sudah melampaui logika. Padahal sebagian besar belum mampu membedakan antara kategori umum dengan kategori khusus, belum mampu membedakan antara logical fallacy dengan berpikir logis, belum mampu membedakan antara berargumen dengan ocehan ngawur, serta belum mampu membedakan antara bukti dengan dugaan. Apakah ini sebuah ironi? Jelas! Ilmu logika sudah ada sejak 2300 tahun lalu, ketika Aristoteles merumuskan konsep logika klasik dalam buku "Organon" dan Euclid merumuskan konsep pembuktian logis dalam buku "The Elements". Namun, sayangnya, kedua buku logika klasik itu sampai sekarang belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Apatah lagi buku-buku logika modern.
Pernyataan dan penyematan skor membaca Indonesia pada posisi menjunam di dunia ini pun sebuah pernyataan gegabah-- https://bskap.kemdikbud.go.id/pisa -- "Kesenjangan gender yang nyata semakin memperparah masalah literasi, karena hampir dua pertiga dari sekitar 781 juta orang dewasa yang buta huruf di seluruh dunia adalah perempuan. Kesenjangan ini khususnya terlihat di negara-negara yang kurang berkembang, di mana harapan masyarakat sering kali membatasi perempuan pada peran domestik, mengurus rumah tangga dan anak-anak sementara laki-laki mengejar peluang kerja"
Pernyataan ini mencerminkan stereotip umum bahwa perempuan dianggap lebih emosional, sementara laki-laki lebih rasional dan logis. Begitu?
Faktanya menurut pelbagai analisis dan hasil penelitian ilmiah di dunia, bahwa cara berpikir perempuan itu cukup kompleks dengan emosinya, beda dengan cara berpikir laki-laki yang lebih terstruktur dengan logikanya. Hasil penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa kebenaran kecerdasan diturunkan melalui garis ibu. Hasil penelitian ilmiah itu menekankan bahwa faktor genetis yang memengaruhi kecerdasan seorang anak sebagian besar berasal dari perempuan atau ibu.
Dalam konteks ini, peran laki-laki dalam mewariskan kecerdasan dianggap tidak signifikan. Dari sudut pandang evolusi, kecerdasan yang diturunkan melalui ibu memiliki tujuan penting bagi kelangsungan peradaban. Evolusi menuntut agar peradaban tidak punah. Mesti ada bayi yang dilahirkan dari seorang yang cerdas, yaitu perempuan. Pandangan ini memperlihatkan bahwa sejak jaman dahulu, perempuan berperan sentral dalam memastikan keberlangsungan generasi yang cerdas dan mampu menghadapi tantangan jaman. Fakta ini menunjukkan bahwa kecerdasan yang dimiliki seorang anak tidak hanya berasal dari ibu mereka, tetapi juga dari neneknya. Sedangkan laki-laki tidak berperan dalam menyumbangkan kecerdasan kepada keturunan.
Hasil penelitian ilmiah ini mungkin terdengar kontroversial bagi sebagian kalangan, terutama bagi mereka yang selama ini beranggapan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki kontribusi yang setara dalam hal kecerdasan.
Jadi, pahami lebih dalam tentang bagaimana warisan genetika bekerja, serta memberi penghargaan lebih besar terhadap peran ibu dalam mencetak generasi yang cerdas.
Dalih yang paling umum untuk menutupi ketidakmampuan berpikir logis adalah "tidak semua hal bisa dilogikakan". Bila menyangkal pernyataan menyoal: Ironinya, mayoritas masyarakat sekarang sudah merasa bisa bernalar dengan benar, sudah paham logika, sudah melampaui logika." Dan "Tidak semua bisa dilogikakan" Artinya sang penyangkal itu tidak paham bahwa ucapan "tidak semua hal bisa dilogikakan" tersebut adalah sebuah pernyataan logis yang bisa dibuktikan benar atau salahnya.
-Ipon Semesta --
24 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H