Skor PISA Indonesia 2022 untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains adalah: Literasi membaca: Skor rata-rata 359, terpaut 117 poin dari skor rata-rata dunia 476. Skor ini turun 12 poin dari tahun sebelumnya. Matematika: Skor rata-rata 366, turun 13 poin dari tahun sebelumnya yang sebesar 379. Sains: Skor 383.
Sedangkan statistik literasi 2024-2025 (Kondisi saat ini) merujuk dari sumber: https://www.thenationalliteracyinstitute.com/post/literacy-statistics-2024-2025-where-we-are-now
Portal berbahasa Inggris itu menyatakan bahwa kemampuan membaca dan menulis, yang dikenal sebagai literasi, merupakan faktor penentu penting dalam membentuk lintasan karier seseorang. Individu dengan keterampilan literasi akan lebih mudah memiliki akses ke pelbagai kemungkinan karier, termasuk posisi yang membutuhkan keterampilan tinggi dan gaji yang baik (mungkin setara gaji Menteri di Indonesia). Sebaliknya, mereka yang tidak memiliki keterampilan literasi akan menghadapi pilihan yang sangat terbatas, bahkan pekerjaan pada tingkat pemula atau pekerja seni komersial atau pekerja serabutan yang membutuhkan keterampilan rendah pun menjadi tantangan untuk didapatkan.
Secara global, tingkat literasi secara keseluruhan berada pada tingkat yang patut dipuji. Untuk individu berusia 15 tahun ke atas, tingkat literasi gabungan untuk kedua jenis kelamin adalah 86,3%. Laki-laki dalam kelompok usia ini menunjukkan tingkat literasi sebesar 90%, dengan perempuan di posisi kedua dengan 82,7%. Khususnya, terdapat variasi yang cukup besar antar negara. Negara-negara maju secara konsisten membanggakan tingkat literasi orang dewasa sebesar 96% atau lebih tinggi, sementara negara-negara yang paling tidak berkembang berjuang dengan tingkat literasi rata-rata hanya 65%. Perbandingan tingkat literasi lintas negara yang akurat menghadapi tantangan karena dua faktor utama: praktik pelaporan yang tidak teratur di antara negara-negara, dan definisi yang berbeda tentang apa yang dimaksud dengan literasi.
Di AS, rata-rata, 79% orang dewasa AS di seluruh negeri melek huruf pada tahun 2024. 21% orang dewasa di AS buta huruf pada tahun 2024. 54% orang dewasa memiliki kemampuan literasi di bawah tingkat kelas 6 ( 20% di bawah tingkat kelas 5). Rendahnya tingkat literasi merugikan AS hingga 2,2 triliun per tahun. 34% orang dewasa yang tidak memiliki kemampuan literasi lahir di luar AS. Massachusetts adalah negara bagian dengan tingkat literasi anak tertinggi . New Mexico adalah negara bagian dengan tingkat literasi anak terendah . New Hampshire adalah negara bagian dengan persentase orang dewasa yang dianggap melek huruf tertinggi . Negara bagian dengan tingkat melek huruf orang dewasa terendah adalah California . Berapa peringkat AS dalam hal literasi? AS menduduki peringkat ke 36 dalam hal literasi.
Penelitian dari PISA khususnya untuk Indonesia itu secara implisit mengatakan bahwa anak-anak muda Indonesia buta huruf. Bukan tidak bisa membaca, tapi dengan kata lain adalah karena faktor functionally illiterate, artinya bisa baca cuma kemampuan menangkap isi bacaan dan mengolah isi bacaan itu kemudian digabung dengan bacaan-bacaan lain yang menjadi visi pribadi itu rendah sekali. Dengan kata lain kemampuan analitik dan sintetiknya buruk. Sebenarnya bukan berarti buta huruf dalam arti literal tapi (mungkin) daya tangkap dan penalarannya itu masalahnya. Pernyataan Portal berbahasa Inggris pun tidak sepenuhnya tepat. Sepertinya juga ingin mengatakan bahwa: Mahasiswa tahun pertama di Indonesia itu levelnya hanya setara dengan anak kelas tiga SMP di negara-negara maju!?
Dalam bidang sains, seni, spritualitas, agama, praksis ekonomi atau politik---kesimpulan saya---sebagian besar kita pada faktanya memang "masih bodoh". Itu bukan ad hominem, tetapi sebuah fakta yang bisa dibuktikan dari cara mayoritas orang di Indonesia berpikir dan berpendapat saat ini. Kenapa bisa begitu? Jawabnya: karena mayoritas masyarakat---seperti pendapat Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Madilog---memang belum bisa berpikir logis. Cara bernalar yang benar tak pernah diajarkan dari tingkat keluarga, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Bahkan, pada fakultas filsafat di Indonesia---menurut pengakuan seorang sarjana filsafat yang kebetulan teman saya---logika yang diajarkan di sini baru sebatas logika klasik Aristoteles. Sementara logika modern seperti logika pragmatisme, logika proposisional, logika predikat, logika intuisionalistik, logika fuzzy, logika modalitas, ucapan preformatif (meski masih bisa diperdebatkan apakah ucapan preformatif adalah logika atau bukan), dan lain-lain tak pernah diajarkan.
Ironinya, mayoritas masyarakat sekarang sudah merasa bisa bernalar dengan benar, sudah paham logika, sudah melampaui logika. Padahal sebagian besar belum mampu membedakan antara kategori umum dengan kategori khusus, belum mampu membedakan antara logical fallacy dengan berpikir logis, belum mampu membedakan antara berargumen dengan ocehan ngawur, serta belum mampu membedakan antara bukti dengan dugaan. Apakah ini sebuah ironi? Jelas! Ilmu logika sudah ada sejak 2300 tahun lalu, ketika Aristoteles merumuskan konsep logika klasik dalam buku "Organon" dan Euclid merumuskan konsep pembuktian logis dalam buku "The Elements". Namun, sayangnya, kedua buku logika klasik itu sampai sekarang belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Apatah lagi buku-buku logika modern.
Pernyataan dan penyematan skor membaca Indonesia pada posisi menjunam di dunia ini pun sebuah pernyataan gegabah-- https://bskap.kemdikbud.go.id/pisa -- "Kesenjangan gender yang nyata semakin memperparah masalah literasi, karena hampir dua pertiga dari sekitar 781 juta orang dewasa yang buta huruf di seluruh dunia adalah perempuan. Kesenjangan ini khususnya terlihat di negara-negara yang kurang berkembang, di mana harapan masyarakat sering kali membatasi perempuan pada peran domestik, mengurus rumah tangga dan anak-anak sementara laki-laki mengejar peluang kerja"
Pernyataan ini mencerminkan stereotip umum bahwa perempuan dianggap lebih emosional, sementara laki-laki lebih rasional dan logis. Begitu?
Faktanya menurut pelbagai analisis dan hasil penelitian ilmiah di dunia, bahwa cara berpikir perempuan itu cukup kompleks dengan emosinya, beda dengan cara berpikir laki-laki yang lebih terstruktur dengan logikanya. Hasil penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa kebenaran kecerdasan diturunkan melalui garis ibu. Hasil penelitian ilmiah itu menekankan bahwa faktor genetis yang memengaruhi kecerdasan seorang anak sebagian besar berasal dari perempuan atau ibu.