Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Nobel Ekonomi 2019, Apa Manfaatnya buat Kita?

2 November 2019   13:19 Diperbarui: 3 November 2019   17:37 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nobelprize.org, dimodifikasi

Sumber: nobelprize.org, dimodifikasi
Sumber: nobelprize.org, dimodifikasi
Hal ini jelas sangat menarik untuk diterapkan di Indonesia karena mentalitas sebagian pekerja  Indonesia apapun baik ASN (Aparatur Sipil Negara) atau karyawan swasta.

Bila mendapatkan pendapatan/gaji setiap bulan, malah prestasi kerjanya tidak maksimal dan cenderung mencari "tambahan" dengan melakukan hal-hal buruk seperti 'marked-up proyek" dan korupsi baik waktu maupun pengadaan barang dan jasa.

Intinya kedua ilmuwan ini menganggap tidak semua buku pelajaran yang disuplai dan infrastruktur yang dibangun seperti gedung sekolah dan mungkin barang-barang hi-tech banyak "gunanya" bagi para siswa yang 'kurang" dalam prestasi akademiknya.

Abhijit Banarjee yang juga merupakan suami Esther sempat meneliti tentang BPJS, yaitu manfaat asuransi kesehatan bagi rakyat kecil (miskin), sementara Michael Kremer seperti kedua sejawatnya yang lain dalam mengentaskan kemiskinan mengambil jalur peningkatan kesehatan orang miskin lewat vaksinasi/imunisasi. 

Proses vaksinasi/imunisasi sebenarnya bukan hal yang wajar dan lumrah bagi sebagian besar orang miskin karena dianggap sebagai proses yang mungkin "menakutkan" namun dengan eksperimen yang mereka lakukan mampu "membrain-wash" pemahaman mereka bahwa kegiatan lewat jarum suntik bukanlah hal yang menyeramkan dan mengancam jiwa mereka.

Proyek penelitian dan eksperimen ketiga ekonom ini terbukti mampu diterapkan oleh kedua pemerintah di India dan Kenya dan sukses membawa pengaruh positif kepada ratusan juga orang sehingga ini menjadi fenomenal dan klimaksnya ketiganya dianggap layak menerima hadiah Nobel Ekonomi 2019.

Hal terakhir yang masih aktual hingga sekarang adalah penelitian Esther Duflo tentang SD Inpres yang dilakukannya selama 13 tahun (1986 hingga 1999).

Laporannya diterbitkan tahun 2001 dengan judulnya "Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from an Unusual Policy Experiment," yang terjemahan bebasnya "Dampak Program Pembangunan Sekolah di Indonesia dan Pasar Kerja: Bukti dari kebijakan eksperimen yang tidak biasa). 

Duflo menyoroti apakah ada kebijakan "positif" adanya SD Inpres (Instruksi Presiden) terhadap angka partisipasi pendidikan, gaji dan partisipasi tenaga kerja yang dihasilkannya dalam kurun waktu 13 tahun.

SD Inpres yang dasar hukumnya Instruksi Presiden Nomor 10/1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD merupakan proyek untuk meningkatkan kualitas pendidikan rakyat pada zaman Orde Baru.

Masalahnya di mana ada lebih dari 60 ribu gedung SD dibangun ternyata berdasarkan penelitian Duflo berdampak positif kepada partisipasi pendidikan dan juga berdampak baik untuk outputnya pada sektor tenaga kerja formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun