Mohon tunggu...
Ipan Yefta
Ipan Yefta Mohon Tunggu... -

Simple ...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wajah Didalam Kanvas

16 September 2010   15:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:12 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk apa? Kalian tidak dapat mengerti aku. Bahkan Ibuku sendiri tidak.’

Kuhabiskan hari-hariku menyaksikan teman-teman bermain dari balik jendela rumah. Karena letaknya yang sangat strategis, aku hampir dapat menyaksikan setiap orang yang lalu lalang, anak-anak sekolahan bermain di lapangan, lapangan volley tempat orang dewasa bermain pada sore hari, dan anak-anak ayam yang mengikuti induknya mengais-ngais tanah mencari makan. Di pangkuanku selalu setia menemani boneka plastik kesayangan pemberian Ibu, boneka yang tidak pernah aku dambakan.

Menonton kehidupan manusia tidak pernah membosankan, apalagi dihiasi dengan alam. Bila banyak orang hanya mempunyai satu tanggapan terhadap sampah, kotor, maka aku dapat melihat segi keindahan sampah. Menyaksikan kehidupan dari balik jendela rumahku, sepanjang waktu, setiap hari, membuat mataku dapat melihat segi artistik dari semua kehidupan. Aku bahkan dapat menikmati menyaksikan kucing tetangga yang sedang jongkok mengerang mengeluarkan kotoran. Semakin lama memandang, kehidupan yang ada di depanku bergerak semakin lamban. Bahkan suatu saat aku dapat merasakan kehidupan itu berhenti. Mematung di sudut yang sangat indah. Dan pada saat itulah aku selalu tersenyum sendiri. Kubiarkan pemandangan itu di depan mata dan pikiranku berlama-lama. Sangat indah. Menakjubkan. Mempesonakan. Hanya itu pulalah kenyataan yang tidak membuat ibuku khawatir akan keberadaanku. Bila aku meloncat-loncat gembira menyaksikan keindahan itu, ia tersenyum. Ia mengerti aku masih dapat berbahagia dalam kesendirianku.

Di hari ulang tahunku yang ke-6, kulepaskan Momo, boneka plastikku. Ibu membeli sebuah tas lengkap dengan isinya. Aku tidak pernah ke sekolah, namun aku merasa berada di sekolah, di balik jendela rumah. Yang paling pertama kutarik adalah buku polos dan crayon. Kugoreskan kehidupan yang terhenti itu di dalamnya. Sangat polos, namun menakjubkan untuk seorang anak seperti aku.

“Apa yang kira-kira ia gambar?” kata seorang wanita berbisik di sisi kanan belakangku.

Aku melirik ke arahnya untuk melihat sekilas. Ia telah membuyarkan lamunanku.

“Belum tahu pasti,” jawab pria dibelakangnya.

Mereka terlihat seperti pasangan orang penting dalam acara showku yang pertama ini. Mereka kelihatan kurang cocok dimana si wanita terlalu cantik dan sangat muda untuk si lelaki yang pendek, gemuk dengan wajah berparut itu. Tapi yang pasti si lelaki memperlihatkan kecemerlangannya. Seorang wanita di samping mereka yang mengenakan pakaian berwarna hijau pudar menaruh telunjuknya di bibir.

Terima kasih,’ ucapku dalam hati.

‘Pusatkan pikiran!’

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun