Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Ilmuwan - Science and culture observer

Seorang peneliti lintasilmu, terus berlayar, tak pernah tiba di tujuan, pelabuhan selalu samar terlihat, the ever-expanding sky is the limit.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisiku: Mencari Musim Semi di Musim Pandemi

6 Januari 2021   13:23 Diperbarui: 8 Januari 2021   18:10 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit image @ pavlo vakrushev|123rf.com

Hai, sekarang ini musim pandemi
Sama sekali bukan musim semi
Ketimbang melihat pohon hijau bersemi
Anda temukan orang mati pucat pasi

Musim dingin demam menggigil
Akan terus menjadi musim abadi
Musim semi tak lagi datang memanggil
Selama si Covid-19 menjadi raja abadi

Banyak orang berduit jalan-jalan terus
Ingin melihat pohon-pohon bersemi
Kesenangan berpiknik telah membius
Bagi mereka, pandemi itu musim semi

Akal manusia jadi terbolak-balik
Akibat dikuasai panik dan hasrat berpiknik
Padahal sistem imun diperkuat saat pandemi
Jika hati dan pikiran kalem dan damai

Mereka tentu tahu pasti
Angka penularan kini melesat tinggi
Akibat prokes 3M dijalankan setengah hati
Dua ratus lebih dokter sudah mati

Banyak uang, ya cukup bagus
Tapi jangan dibuang untuk plesiran terus
Gunakan untuk anak-anak yang tak terurus
Lindungi mereka di saat Covid-19 menggerus

Jika anda mau umur lebih panjang
Lebih baik isi waktu luang
Diam di rumah dengan pikiran lapang
Telpon sanak saudara untuk segera pulang

Kata anda, lihat tuh anak-anak jalanan
Mereka tampak kebal tak pernah sakit
Jadi, mengapa kami tak boleh jalan-jalan?
Mengapa hak hidup bebas kami dijepit?

Oh oh oh jangan anda salah berpendapat
Anak jalanan bukan kebal serangan virus
Mereka hidup di ruang outdoor tanpa sekat
Rumah mereka beratap langit tanpa batas

Tak ada suspensi virus mengapung di udara
Ya, rumah mereka luas beratap langit terbuka
Angin, hujan dan cahaya mentari di luar
Membasmi suspensi virus di udara liar

Anda hidup di ruang indoor ber-AC sejuk
Bukan di pinggir jalan yang banyak nyamuk
Karena uang anda banyak meluap-luap
Jangan lupa pasang ventilasi lengkap

Hai, jangan Covid-19 dianggap enteng
Meski tak terlihat oleh mata semata
Si virus kuat bagai seratus ribu banteng
Bagi mereka anda enteng dan renta

Tubuh kekar anda bukan jaminan
Organ paru anda sangatlah rentan
Saat si virus masuk ke paru segerombolan
Paru anda diam-diam dirusak tak ketahuan

Anda pun akan tiba-tiba megap-megap
Sesak nafas sungguh tak terlawan
Seolah anda habis jauh berlarian
Padahal sebentar lagi nyawa menguap

Bruk gedubrak!

Anda jatuh ke tanah mendadak
Kematian datang melabrak
Oksigen tak sampai ke otak
Mayat anda dibiarkan tergeletak

Orang takut mendekat
Ngeri tertular virus yang dahsyat
Sampai petugas ber-APD datang melihat
Tubuh anda pun diangkat mangkat

Manusia dewasa mustahil bermutasi
Mereka tak berubah sampai mati
Proses penuaan bukan mutasi
Peyot, letoi dan keriput lalu akhirnya mati

Demi bertahan hidup abadi
Si virus terus-menerus bermutasi
Mutasi genetik besar sedang terjadi
Teknologi maju dapat mendeteksi

Si Mutant Covid Inggris
Belum lama ini telah unjuk gigi
Angka penularan pun meninggi drastis
Orang Inggris lantas merasa jeri dan grogi

Eeeh.... tak lama kemudian
Si Mutant Covid Afrika Selatan
Muncul melancarkan serangan
Manusia di mana pun makin rentan

Masihkah orang bermimpi ngalor-ngidul?
Si virus corona baru tak pernah muncul?
Kata mereka, negara-negara sedang mengibul
Demi New World Order nyembul bak sanggul

Buang segala teori konspirasi
Jangan sebarkan sensasi tanpa isi
Hanya demi tiga puluh periuk nasi
Merekalah pengibul asli tanpa basa-basi

Musim semi daun-daun dan bunga-bunga
Akan mengganti musim dingin pucat pasi
Jika vaksin-vaksin Covid-19 telah tersedia
Vaksin yang aman, manjur dan tak basi

Tak satu pun vaksin telah disetel ulang
Agar si mutant virus lari tunggang-langgang
Vaksinasi sedang berjalan di sejumlah negara
Belum terbukti manfaatnya buat warga negara

Kata para ahli, vaksin baru mRNA pasti manjur
Meski pengalaman belum ada seumur-umur
Padahal pengalaman itu guru yang luhur
Sulit memisahkan manjur dan terlanjur

Jutaan dosis vaksin mRNA sudah diproduksi
Tak mungkin dibuang ke laut begitu saja
Tak boleh uang jutaan USD raib tanpa guna
Vaksinasi pun bagiku seolah sebuah ilusi

Bisakah orang imun lewat vaksin basi?
Virus mutant telah berada di km sepuluh ribu
Vaksin-vaksin ya baru sampai di km seribu
Semoga aku sedang berilusi

Jangan berilusi! Bangun, bangun!
Vaksinasi Covid-19 itu suatu pertaruhan
Dalam melawan habis musuh penuh setahun
Dunia sudah lelah limbung terayun-ayun

Sekarang ini masa darurat
Perlu otorisasi penggunaan darurat
Bagi vaksin-vaksin yang belum tentu tepat
Susah pertemukan darurat dan tepat!

Coba dulu dengan vaksin yang telah ada
Serahkan hal lain ke Tuhan Mahapengada!
Pasti pemulihan akan terjadi di mayapada
Wujudkan segera, jangan ditunda!

Akupun termenung sangat dalam
Apakah perusahaan farmasi penghasil vaksin
Santa Klaus yang datang tengah malam?
Diutus untuk ubah kelam hari kemarin

Hembusan sejuk angin malam
Membelaiku adem dan kalem
Ajaib, hatiku pun tenteram dan ringan
Meski tubuhku menggigil kedinginan

Gigil musim dingin masih menemani
Musim semi hijau masih lama dinanti

Aku hening menemani gundukan salju putih
Mereka menggigil demam kedinginan
Dedaunan hijau belum juga bermunculan
Kepiting sembunyi di gundukan pasir putih

Badai salju musim dingin
Akankah dikalahkan
Oleh semilir angin sejuk musim semi
dan nyanyian merdu dewa-dewi?

Kebengisan dikalahkan ketenangan?

Dari sorga maha tinggi
Sebuah jawaban turun
Suara abadi keheningan
Yang mengalun riang dan sunyi

"Cari, carilah musim semi
Di saat musim dingin pandemi
Harapan perlu bersemi
Dalam hati sunyi sendiri.
"

Datanglah, wahai musim semi
Selimuti seantero muka Bumi
Dengan selimut dedaunan wangi
Dan bebungaan warna-warni

Hai siarkan dari gunung tinggi
Bumi akan bersemarak lagi!
Tapi aku melihat segalanya sunyi
Awan-awan tak ikut bernyanyi

Jakarta, 6 Januari 2021
ioanes rakhmat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun