Planet Mars adalah planet lain yang paling dikenal yang paling mungkin untuk didahulukan menjadi rumah kedua Homo sapiens.Â
Tentu, planet Mars perlu diolah dulu (terma kerennya di-"terraform") begitu rupa lewat iptek yang sangat maju supaya dapat didiami Homo sapiens. Misalnya, harus diciptakan suatu atmosfir Mars yang serupa dengan atmosfir Bumi yang tebal, yang dapat digenggam planet ini ribuan atau ratusan ribu tahun.Â
Para ilmuwan dan teknolog terbelah dua dalam hal men-"terraform" planet Mars. Ada yang menyatakan ini baru bisa dilakukan menjelang akhir abad ke-21; tapi ada juga yang optimistik berbependapat bahwa terraforming Mars bisa mulai dilakukan dalam dua dekade ke depan secara bertahap. Elon Musk, CEO SpaceX, adalah orang yang paling optimistik.
Selain itu, saya duga, Homo sapiens yang nanti akan mendiami planet Mars adalah Homo sapiens jenis lain yang telah mengalami modifikasi genetik alias "Genetically Modified Homo sapiens", GMHs, yang akan memiliki gen-gen Mars yang terkombinasi dengan gen-gen Bumi.
Dibandingkan kita sekarang, GMHs masa depan ini akan jauh lebih cepat dan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kehidupan alam yang berbeda di planet Mars sementara "terraforming" sedang berjalan.Â
Jelas, itu sebuah tantangan iptek masa depan yang mendebarkan hati dan mengusik pikiran untuk terus aktif.
Jakarta, 14 Juni 2018
ioanes rakhmat
Sumber-sumber
- Â Lihat Paul Voosen, "NASA Curiosity rover hits organic pay dirt on Mars", Science, 8 Juni 2018.
- Lihat juga Dwayne Brown, Jo Anna Wendel et al., "NASA Finds Ancient Organic Material, Mysterious Methane on Mars", NASA TV, June 7, 2018, edited June 8, 2018.
- Lihat Paul Voosen, "NASA rover hits organic pay dirt on Mars".Â
- Tentang rover NASA Mars Rover 2020, lihat di sini. Tentang rover ExoMars ESA lihat di sini.
- Lihat Paul Voosen, "NASA rover hits organic pay dirt on Mars".
- Will Dunham, "Underground lake found on Mars, raising possibility of life", Reuters.
- Meghan Bartels, "Why We Can't Depend on Robots to Find Life on Mars", Space.com, 22 August 2018.
- Tentang Paradoks Fermi, lihat Ioanes Rakhmat, "Paradoks Fermi, atau The Great Silence, atau Silentium Universi", The Freethinker Blog, 2 Januari 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H