Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gen, Otak, Kepribadian, dan Orientasi Politik

15 Januari 2018   01:48 Diperbarui: 31 Maret 2018   10:47 2636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditemukan oleh Nigel Blackwood dkk bahwa dibandingkan orang normal, para psikopat (atau sosiopat) kekurangan materi abu-abu struktural pada bagian-bagian otak yang berperan dalam aktivitas penalaran moral, pemrosesan emosi, dan empati atau pemahaman yang tepat atas emosi dan kehendak serta pikiran orang lain.

Bagian-bagian otak tersebut mencakup korteks prafrontalis medial rostral anterior bilateral (Brodmann area 10) dan kutub-kutub temporalis (Brodmann area 20/38, mencakup area temporalis anterior bilateral dan insula anterior bilateral).

Kerusakan struktural pada bagian-bagian otak ini membuat para kriminal psikopat tidak mampu berempati, tak pernah merasa takut, tak pernah tertekan, tak memiliki emosi yang sadar diri (seperti rasa bersalah, rasa menyesal, rasa malu, rasa tak tega), dan tidak bisa mengevaluasi perbuatan-perbuatan durjana mereka berdasarkan kaidah-kaidah moral yang diterima masyarakat sebagai kaidah-kaidah yang patut. 

Nigel Blackwood dkk menandaskan bahwa para psikopat adalah  insan-insan dari "fenotipe yang pada dasarnya jelas berbeda". Sebagai karakteristik mental dan ciri-ciri fisik, fenotipe terbentuk dari warisan genetik (atau genotipe) yang berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan kehidupan, atau, dengan kata lain, fenotipe adalah perpaduan "nature" dan "nurture" yang berinteraksi dengan dinamis.

Kembali ke John Alford, Peter K. Hatemi dkk yang melihat perilaku politik seseorang dibentuk oleh gen. Alhasil, menurut mereka, genetika molekuler perlu diintegrasikan ke dalam ilmu politik. Posisi Alford dkk ini, meskipun dilandaskan pada bukti-bukti yang makin bertambah, banyak juga yang menentang.

Mari sekarang fokus kita arahkan ke psikolog Frank Sulloway, psikolog John Jost, dan dua genetikus behavioris Brad Verhulst dan Peter Hatemi. Mereka mencari variabel-variabel lain yang ikut menentukan pilihan-pilihan politik seseorang. Silang pendapat tak terhindar./9/

Frank Sulloway, psikolog dari Universitas California, Berkeley, menolak pendapat Alford dkk. Dengan ringkas Sulloway menyatakan bahwa 

"Tidak ada suatu gen dalam diri kita yang membuat kita benci kaum hippies."

Sulloway selanjutnya menegaskan bahwa poinnya bukanlah bahwa kita memiliki gen-gen politik, melainkan bahwa pilihan-pilihan politik kita dipengaruhi kepribadian kita. Tentu saja Alford, Hatemi dkk tidak akan berkeberatan sama sekali atas posisi Sulloway ini.

Tentu saja ada bagian-bagian kepribadian kita yang diwariskan secara genetik, atau ikut dibentuk oleh faktor-faktor hormonal epigenetik yang terproduksi dalam rahim setiap bunda yang terkait dengan kondisi-kondisi mentalnya selama mengandung. Tetapi masih ada lebih banyak faktor lain yang ikut membentuk kepribadian kita.

Di tahun 2003, John Jost, psikolog Universitas New York, bersama kawan-kawannya, melakukan riset atas 88 studi yang mencakup lebih dari 20.000 orang di 12 negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun