Sebaliknya, kita senang sekali membangun teori-teori konspirasi karena sifatnya yang bertolakbelakang dari teori-teori ilmiah. Membangun teori-teori konspirasi jauh lebih mudah dan tanpa biaya. Anda hanya perlu susun sebuah agenda politik partisan yang sensasional, rasis, fasis, lalu berpropaganda, tak perlu riset ilmiah, cukup melamun saja, ngalor-ngidul, berpikir loncat sana-sini tidak konsisten, punya niat jahat adu-domba bangsa sendiri, dan kejangkitan patologi paranoia. Mungkin juga anda perlu kiriman rutin satu box menu lengkap makan siang KFC atau MacDonald atau Ayam Kremes, entah siapa pengirimnya.
Oh ya, saya mau ajukan sebuah usul seandainya anda, sehabis tuntas membaca tulisan saya ini, masih kecanduan NAPZA menyusun teori-teori konspirasi. Usul saya sederhana saja: masukkan juga peran alien-alien cerdas yang datang dari galaksi-galaksi lain yang sangat jauh ke NKRI hanya untuk ikut ubek-ubek negara yang kaya dengan takhayul ini.
Nah menurut para penyusun teori-teori konspirasi ini, bangsa dan negara RI kini sedang diadudomba dan diobok-obok oleh Mama Rika dan Mas YahoodiiKom karena Presiden Jokowi tidak mau lagi tunduk pada kemauan kartel internasional G7 yang kapitalistik total, dan terlalu dekat dan intim dengan Rusia dan RRC yang menjadi anggota-anggota kartel internasional lain BRICS yang tidak kapitalistik total.
Amerika, kata para teoretikus konspirasi ini, sudah menyusup masuk ke dalam sejumlah purnawirawan TNI dan organisasi Islamis radikalis separatis, dan lewat mereka semuanya Paman Sam ini sedang berusaha memecahbelah NKRI lewat penghembusan isu-isu, sekarang ini isu kebangkitan “PKI gaya baru” seolah Perang Dingin gaya baru mereka mau kobarkan lagi. Dalam pandangan para teoretikus konspirasi ini, gerakan-gerakan keagamaan radikal di NKRI ini, baik yang punya bentuk maupun yang bergerak seperti hantu, semuanya adalah ciptaan Mama Rika, sama seperti, kata mereka, Mama Rika lakukan di kawasan Timteng dan negara-negara Islam lain.
Kata para teoretikus delusional itu, ini baru langkah pemanasan saja. Amerika cs akan segera mengayunkan langkah-langkah yang jauh lebih berbahaya lagi sebagai bagian-bagian strategi ekonomi, politik dan operasi militer yang dinamakan proxy war: mereka sedang memerangi NKRI tetapi cukup dengan memakai tangan orang Indonesia dalam negeri Indonesia saja.
Juga ada sebuah teori konspirasi dahsyat yang fokus pada sisi lainnya. Kata para penyusunnya, sebetulnya Presiden Joko Widodo dan Gubernur Ahok adalah antek-antek Partai Komunis China (PKC) yang berkuasa di RRC. Negeri besar Panda dan Tirai Bambu ini berambisi untuk menguasai Asia seluruhnya sebelum akhirnya menguasai dunia dan menggantikan posisi Paman Sam.
Kata mereka, bagi RRC, menguasai NKRI dan mengendalikannya adalah prioritas pertama dalam strategi politis, militer dan ekonomi global RRC. Kesepakatan kerjasama militer dan pertahanan antara NKRI dan PKC yang belum lama ini ditandatangani Menhan RI Ryamicard Ryacudu (yang ironisnya ikut menabuh genderang perang Kivlan Zen terhadap PKI gaya baru versi KZ) dipakai para teoretikus konspirasi ini sebagai bukti kebenaran teori mereka. Sayangnya, mereka gagal melihat perbedaan mendasar antara kesepakatan kerjasama militer dan penjajahan lewat kekuatan fisik militer.
Waah itu adalah teori-teori konspirasi yang sangat fantastis spektakuler sekaligus juga lari dari fakta-fakta real yang semua orang di NKRI sudah tahu. Para teoretikus itu dengan sengaja tidak memasukkan ke dalam lamunan ngalor-ngidul mereka bahwa ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa Nyi Saudiah Aravia dan Nyi Isisiah Khilafaria dalam berbagai rupa sedang berada di NKRI juga dengan tujuan-tujuan yang sama: memecahbelah bangsa Indonesia dan NKRI lewat gerakan-gerakan radikal religius sektarian yang juga sepenuhnya politis, dengan tujuan akhir merebut RI untuk jatuh ke tangan kekuasaan mereka.
Penyangkalan atau bungkamnya para teoretikus konspirasi atas gerakan-gerakan dua Nyi tersebut di dalam NKRI sesungguhnya meneriakkan dengan keras sikap dan pandangan mereka sendiri bahwa negara Indonesia harus tidak berkiblat ke G7 atau BRICS, tapi hanya harus merapat pat pat ke kubu dua Nyi ini. Sekaligus mereka juga dengan sia-sia berusaha membebaskan negara-negara dua Nyi itu dari sepak terjang organisasi-organisasi keagamaan radikal di dalam NKRI dewasa ini, yang memiliki wadag maupun yang bergerak bak hantu.
Mereka juga lupa bahwa RI tahun 1960-an sangat jauh berbeda dari NKRI 2016 dst. Rakyat RI kini sudah cerdas dan makin tahu sejarah sebetulnya G30S. Sekarang tidak bisa begitu gampangnya CIA mengatur dan merekayasa konflik militer versus sipil di negeri yang sudah cerdas ini. Internet bisa menyebarkan dengan cepat kejahatan, terorisme dan berbagai keburukan untuk seluruh dunia. Tetapi Internet juga dapat dengan cepat, lewat orang-orang yang cerdas dan bermartabat, lewat netizen, membongkar, mengalahkan dan melenyapkan kejahatan, terorisme dan berbagai konspirasi jahat yang berhasil diendus dan dibuktikan ada. Presiden Jokowi juga tak bisa dan tak mau didikte oleh Amerika atau G7 meskipun NKRI lewat beliau membangun kemitraan dalam banyak bidang dengan G7. Pasti juga BRICS dijadikan sahabat oleh Jokowi dengan sangat hati-hati.
Pada sisi lain, sudah ada dan sedang disusun perangkat-perangkat hukum komprehensif yang tidak memungkinkan pihak manapun kini menegakkan dan membangun sebuah negara lain tandingan dengan berdasar ideologi-ideologi lain dalam negara besar NKRI yang berideologi tunggal Pancasila. Dalam negara besar NKRI tidak boleh ada suatu negara kecil apapun di dalamnya. “Daerah Istimewa” itu bukan negara kecil, tapi tetap suatu daerah dalam rumah tangga besar NKRI. Tidak ada “negara bagian” dalam NKRI.