Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Ibu Saeni pemilik warteg di Serang hingga teori konspirasi

13 Juni 2016   12:18 Diperbarui: 23 Juni 2016   10:25 7652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mungkin Islam bisa di Kuwait, Katolik di Vatikan, tapi di Indonesia ideologinya ya Pancasila.” (Mahfud MD, 25 Maret 2011)

Kabar terkini yang saya telah dengar, sudah terkumpul uang sebesar kira-kira Rp 270 juta dari anekaragam netizen untuk membantu Ibu Saeni, pemilik warteg di kota Serang, lantaran semua makanan yang dijualnya disita Satpol PP kota Serang, Provinsi Banten, di awal bulan Ramadhan 2016, dan sang ibu sempat terserang stres.

Dari jumlah uang yang telah terhimpun ini, Rp 100 juta akan diberikan ke Ibu Saeni, dan sisanya akan diberikan ke pedagang-pedagang kecil lainnya. Semoga orang-orang yang menangani penggalangan dan penyaluran dana ini bekerja jujur dan transparan. Tidak mencari kenikmatan di dalam penderitaan orang lain. 

Tak ada berita, apa yang telah terjadi pada semua makanan yang telah disita dari warteg Ibu Saeni. Saya memilih tak percaya kalau makanan yang berjumlah berbungkus-bungkus plastik besar itu dimakan para Satpol PP kota Serang sendiri. 

Pemkot Serang berargumen bahwa tindakan penyitaan makanan yang banyak jumlahnya itu punya landasan hukum Perda No. 2, Tahun 2010, yang berkaitan dengan langkah-langkah mengatasi penyakit masyarakat yang ditetapkan oleh Walkot Serang dan MUI Serang.

Gubernur Banten, Rano Karno, di saat sedang menjalankan ibadah umroh di Arab Saudi, hanya bisa menyatakan penyesalannya atas kejadian yang tidak manusiawi itu. Penyesalan ini disampaikan Rano Karno ketika dia berada di Masjid Bir Ali, Arab Saudi, 12 Juni 2016.

Saya pikir, sebagai seorang gubernur, Rano Karno (yang dulu pernah dikenal sebagai “Si Doel Anak Betawi”) punya kekuasaan untuk meninjau ulang bahkan, lewat prosedur tertentu, membatalkan atau mengusulkan pembatalan semua Perda di Banten yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang lebih tinggi yang berlaku di NKRI. Kecuali, sang gubernur Banten ini juga punya kepentingan-kepentingan sendiri terkait Perda-perda yang berlaku.

Rano Karno dan semua penyelenggara pemerintahan daerah dalam wadah NKRI perlu diingatkan lagi (sesuai keterangan pers Presiden Joko Widodo di Istana Negara, 13 Juni 2016) bahwa ada 3.143 Perda dan Perkepda yang bermasalah, yang menghambat realisasi maksimal potensi kinerja bangsa untuk memenangkan pertarungan dan kompetisi global dalam semua segi kehidupan dunia, dan yang bertentangan dengan semangat kebhinnekaan dan persatuan bangsa, dan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Mendagri telah membatalkan semua Perda dan Perkepda itu. Tak perlu dikaji-kaji lagi.

Belum saya ketahui apakah di antara 3.143 Perda dan Perkepda itu termasuk yang terkait langsung atau tidak langsung dengan razia warung-warung nasi rakyat kecil yang tetap buka di bulan Ramadhan. 

Diberitakan juga bahwa kondisi yang telah menimpa Ibu Saeni itu telah menimbulkan keprihatinan dan rasa iba dalam diri Presiden Joko Widodo. Beliau telah mengirim sumbangan Rp. 10 juta untuk sang ibu penjual nasi ini, dan sumbangan ini telah sampai langsung di tangan si ibu.  

Sudah diduga sebelumnya, muncul sekian reaksi negatif yang tidak proporsional terhadap katakanlah “pembangkangan sipil” yang dilakukan sangat banyak netizen terhadap tindakan Satpol PP kota Serang terhadap Ibu Saeni itu. Kalangan yang memberi reaksi negatif ini dengan nyinyir bertanya, “Kenapa netizen tidak melakukan langkah serupa untuk membela rakyat kecil di DKI yang menjadi para korban tindakan penggusuran yang telah dan sedang dilakukan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (yang lebih dikenal dengan nama Ahok)?”

Ya, silakan saja mereka memberi berbagai tanggapan nyinyir kepada Ahok. Sebaiknya, mereka juga, demi fairness, harus juga mengungkapkan kenyinyiran mereka kepada “the so called” pembela HAM rakyat kecil DKI seperti Ratna Sarumpaet, Yusril, Lulung dll, yang sangat gencar hingga saat ini mengecam Ahok, tapi nyatanya berdiam diri dan menutup mulut terhadap pelanggaran HAM yang telah dialami Ibu Saeni di kota Serang, jauh dari DKI, dan yang belum lama ini dialami warga Dadap, Tangerang, tetangga DKI.

Ketahuilah, setiap aktivis HAM yang sejati bekerja melampaui batas-batas geografis apapun sebab yang mereka harus bela adalah seluruh umat manusia jika HAM mereka diinjak-injak pihak lain, bukan memperjuangkan agenda-agenda tersembunyi pribadi mereka. Ya betul, para aktivis HAM juga banyak yang oportunistik, sebab HAM juga bisa berarti Hak Aku Menentukan! 

Apapun juga, mari kita lihat fakta terkait Gubernur Ahok. Inilah faktanya: Ahok tidak merampas barang apapun dari rakyat kecil DKI. Makanan yang mereka jual tidak disita Ahok. Malah Ahok dengan cara-cara legal menarik kewajiban tambahan pengembang (“developer”) berupa uang yang disetor langsung via bank ke kas Pemprov DKI. Uang yang sudah terkumpul dipakai Pemprov DKI sebagian besar untuk menolong rakyat kecil supaya kehidupan mereka lebih patut dan juga supaya mereka mendapat rusun yang (tentu saja) harus disewa, tapi dengan biaya sewa supermurah.

Tanah negara yang mereka tempati atau kawasan lain yang diperuntukkan bagi kepentingan umum, diambil alih oleh negara dan ditata kembali juga untuk kepentingan umum. Ini bukan perampasan. Ini manajemen legal kehidupan kota (Yunani: polis). Itulah tugas setiap politikus, me-manage sebuah kota dengan profesional dalam semua segi bersama tim-tim pakar, teknolog, ilmuwan, dan birokrat. Setiap politikus sejati, dus, pantang menebar fitnah dan kebencian atau adu domba SARAis.

Nah netizen tahu tak ada niat jahat dan tak ada tindakan jahat oleh Gubernur Ahok terhadap rakyat kecil yang mendiami DKI dengan sah atau dengan tidak sah. Karena itu ketika terjadi penertiban kawasan-kawasan di DKI (misalnya, Kali Jodo, Luar Batang, Pasar Ikan, Kampung Pulo) netizen tidak bergerak kumpulkan uang, sebab mereka tahu Ahok tidak menyita makanan di warung-warung mereka, dan Ahok juga tidak merebut tanah mereka (sebab yang mereka tempati dengan tak sah adalah tanah negara atau kawasan lain untuk kepentingan umum atau termasuk jalur hijau dan kawasan lain yang dilarang oleh hukum untuk ditinggali).

Mereka tidak digusur tetapi direlokasi ke rusun-rusun yang sudah dilengkapi perabot sepenuhnya (“fully furnished”). Pekerjaan-pekerjaan lama mereka yang baik (sebagai nelayan, misalnya) tetap dipertahankan bahkan akan dibuat lebih baik lewat penataan kembali secara bertahap dan memakan waktu tak terlalu lama. Pekerjaan yang buruk sebagai PSK dianjurkan ditinggalkan dengan diberi alternatif yang terpadu dan pelatihan yang memadai.

Gubernur Ahok sesungguhnya sedang membela rakyat dan mewujudkan keadilan sosial lewat penataan kembali sejumlah kawasan di DKI, dan juga sedang berupaya keras untuk menyelamatkan DKI dari banjir tahunan, dan khususnya untuk melindungi wilayah Jakarta Utara dari serbuan banjir yang datang dari air pasang laut (dikenal sebagai rob). Sebetulnya serangan air laut sudah merembes jauh masuk DKI lewat bawah tanah.

Giant Sea Wall yang akan dibangun untuk membentengi DKI (khususnya Jakarta Utara) dari serbuan rob membutuhkan dana sangat besar; dan Gubernur Ahok melihat sumber legal utama dana ini ada pada para pengembang yang melaksanakan proyek reklamasi Pantura. Hanya orang yang sangat jahat, entah politikus atau bukan, yang menginginkan Jakarta Utara tenggelam karena serangan rob. 

Baru beberapa hari lalu (3 Juni 2016) rob sungguh-sungguh datang menerjang dan membobol beberapa tanggul kecil yang sudah ada; dengan akibat sebagian wilayah yang cukup luas di Jakarta Utara digempur banjir rob mula-mula sampai mencapai ketinggian air 1 meter. 

Sayangnya mereka, para aktivis HAM dkk, yang selama ini suka jadi “kutu loncat”, kini terus menghalangi Gubernur Ahok walaupun mereka tidak mengerti soal-soal teknis yang membuat Ahok harus bertindak demi menata dan melindungi serta membangun kota DKI yang sedang dikelolanya.

Atas nama HAM mereka terus menyerang Ahok, tapi sayangnya fakta bahwa banyak penduduk DKI, termasuk diri mereka sendiri, melanggar Kewajiban Asasi Manusia (KAM) tidak mereka mau lihat. HAM dan KAM itu tidak bisa dipisah dalam urusan-urusan politik, sipil dan militer. Adalah KAM semua warganegara dan penduduk DKI untuk membuat NKRI dan DKI makin baik dan bebas sepenuhnya dari begitu banyak persoalan buruk, dan khususnya dari tindak kejahatan kolusi, korupsi dan nepotisme alias KKN.

Nah orang yang kehilangan nafkah yang selama ini jadi kaya raya lewat KKN nasional dan KKN di DKI adalah para “kutu loncat” yang terus dengan kalap menyebar fitnah dan kebencian pada Ahok, dari satu tempat ke tempat lain, loncat sana-sini tiada akhir. Sebagian lagi diperparah oleh kemarahan dan dendam karena kalah Pilpres 2014. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, karena Joko Widodo terpilih jadi Presiden RI, otomatis posisinya sebelumnya sebagai gubernur DKI pindah ke tangan Ahok yang sebelumnya menjadi wakilnya. 

Bisa jadi, seperti sekarang sedang dikoar-koarkan seorang artis dan FPI, Ahok dihadang dan difitnah terus dan sedang mau dijegal dan dijungkalkan dengan segala cara ya karena dia Cinkris. Kasarnya gini, kata mereka, “Gengsi loh kita kalau kota DKI diurus dan dibereskan oleh seorang gubernur non-pri dan kafir!”

Ini adalah mental purba primordial yang menjadi salah satu penyebab NKRI dan DKI selama ini makin ketinggalan dari negeri-negeri dan kota-kota lain di luar negeri yang semula berada di bawah kita.

Hanya lewat multikulturalisme (maksudnya: tidak ada perlakuan dan penerimaan berbeda terhadap semua WNI yang berasal dari berbagai latarbelakang yang berbeda) dan meritokrasi (maksudnya: semua WNI diberi kesempatan sama untuk berprestasi sejauh mereka cakap, ahli, berilmu, menguasai “know-how”, patriotis dan cinta NKRI) negara RI akan bisa jadi negara dan bangsa yang hebat. Dengan cara itu, tak mustahil RI akan bisa mengalahkan dengan bermartabat sahabat-sahabat kompetitif kita sekarang, seperti Jepang, Amerika dan China serta Korsel.

Tapi bangsa kita juga punya problem mental lain di luar problem penunggangan isu-isu SARA. Sebagian WNI sejak Pilpres 2014 terus saja suka memfitnah Presiden Jokowi dan terus saja membenci beliau meskipun jelas-jelas beliau seorang Muslim dan seorang “pribumi” (terus-terang saya sudah muak dengan dikotomi biner “pri” dan “non-pri” karena alasan-alasan ilmiah, kemanusiaan, moral dan politik dan psikologi tidak membenarkan dikotomi buruk ini). Kenapa mereka bersikap begitu negatif? 

Pertama, bisa jadi karena para pembenci dan pakar “ngelmu” fitnah itu adalah insan-insan berwatak pendendam “dari sononya” yang tidak bisa selamanya menerima kekalahan politik dalam Pilpres 2014. Dendam dan kemurkaan ini tidak mustahil akan dibawa hingga ke lubang kubur mereka. Semoga tidak. Saya bertanya-tanya sendiri, apakah hidup dengan dipenuhi dendam dan kemarahan seperti itu mendatangkan kebahagiaan, atau malah kebahagiaan balas memusuhi mereka. Adalah suatu kesia-siaan yang sangat malang jika seseorang hidup tanpa rasa bahagia yang bermartabat dalam dunia ini. 

Ada orang yang mengasalkan “gen” pendendam dalam diri sebagian WNI ini sebagai produk mutasi epigenetik para pendahulu mereka yang dulu dibuat menderita dan disakiti oleh Belanda yang pernah menjajah nusantara Indonesia konon selama 350 tahun. Bisa saja hal ini benar, tapi masalahnya adalah pendapat semacam ini sama sekali tidak bisa dibuktikan benar atau salah secara empiris.

Kedua, bisa jadi karena mereka memang “dipelihara dan diberi makan” untuk terus-menerus merongrong pemerintahan Presiden Jokowi. Mereka menempatkan diri sebagai pihak oposisi inkonstitusional yang memiliki tujuan atau skenario akhir menjungkalkan beliau di masa jabatannya. Siapa yang memelihara dan memberi mereka makan? Ya, sangat banyak pihak, dalam dan luar negeri, yang punya banyak agenda dan kepentingan politis individual yang egoistik separatis, atau oleh pihak-pihak yang melihat diri mereka sedang atau akan terancam serius oleh semua kebijakan pemerintahan Jokowi yang bertujuan memajukan NKRI semaju-majunya. 

Jika itu tujuan utama mereka, mereka tidak akan berhasil karena pendukung cerdas dan bermartabat Presiden Jokowi juga sangat kuat dan banyak. Kini kita sudah lihat KMP sudah jadi mendiang. Beberapa politikus KMP yang dulu yang suka nyinyir dan keras menyerang Presiden Jokowi tiba-tiba saja berubah jadi para pekerja PR yang piawai memuji-muji keberhasilan pemerintahan Jokowi (dan juga karya-karya Ahok di DKI). Semua perubahan sikap mental dan pandangan ini terjadi ketika ketua umum Partai Golkar berganti. Hebat juga. Tapi sekaligus juga semua perubahan ini menunjukkan bahwa para politikus kita baru mampu menjalankan politik oportunis alias politik bunglon, dan masih jauh dari kemampuan untuk menjalankan politik kenegarawanan.

Setiap teori konspirasi itu menghasilkan sebuah konstruk pemikiran yang ganjil, tidak konsisten dan mengherankan!
Setiap teori konspirasi itu menghasilkan sebuah konstruk pemikiran yang ganjil, tidak konsisten dan mengherankan!
Ada juga yang memakai teori konspirasi yang spekulatif, tidak bisa diverifikasi secara empiris dan langsung, dan umumnya lebih dekat ke propaganda politik ketimbang sebagai sebuah teori ilmiah.

Membangun teori-teori ilmiah itu sangat menggairahkan dan menantang, tapi perlu riset mendalam dan meluas dengan mengumpulkan dan menyeleksi bukti-bukti yang lazimnya harus dijalankan oleh lebih dari satu tim kerja profesional, dan memerlukan biaya yang besar dan waktu yang panjang. Kebanyakan kita orang Indonesia tidak sanggup membangun teori-teori ilmiah karena faktor-faktor tersebut.

Sebaliknya, kita senang sekali membangun teori-teori konspirasi karena sifatnya yang bertolakbelakang dari teori-teori ilmiah. Membangun teori-teori konspirasi jauh lebih mudah dan tanpa biaya. Anda hanya perlu susun sebuah agenda politik partisan yang sensasional, rasis, fasis, lalu berpropaganda, tak perlu riset ilmiah, cukup melamun saja, ngalor-ngidul, berpikir loncat sana-sini tidak konsisten, punya niat jahat adu-domba bangsa sendiri, dan kejangkitan patologi paranoia. Mungkin juga anda perlu kiriman rutin satu box menu lengkap makan siang KFC atau MacDonald atau Ayam Kremes, entah siapa pengirimnya.

Oh ya, saya mau ajukan sebuah usul seandainya anda, sehabis tuntas membaca tulisan saya ini, masih kecanduan NAPZA menyusun teori-teori konspirasi. Usul saya sederhana saja: masukkan juga peran alien-alien cerdas yang datang dari galaksi-galaksi lain yang sangat jauh ke NKRI hanya untuk ikut ubek-ubek negara yang kaya dengan takhayul ini.

Nah menurut para penyusun teori-teori konspirasi ini, bangsa dan negara RI kini sedang diadudomba dan diobok-obok oleh Mama Rika dan Mas YahoodiiKom karena Presiden Jokowi tidak mau lagi tunduk pada kemauan kartel internasional G7 yang kapitalistik total, dan terlalu dekat dan intim dengan Rusia dan RRC yang menjadi anggota-anggota kartel internasional lain BRICS yang tidak kapitalistik total.

Amerika, kata para teoretikus konspirasi ini, sudah menyusup masuk ke dalam sejumlah purnawirawan TNI dan organisasi Islamis radikalis separatis, dan lewat mereka semuanya Paman Sam ini sedang berusaha memecahbelah NKRI lewat penghembusan isu-isu, sekarang ini isu kebangkitan “PKI gaya baru” seolah Perang Dingin gaya baru mereka mau kobarkan lagi. Dalam pandangan para teoretikus konspirasi ini, gerakan-gerakan keagamaan radikal di NKRI ini, baik yang punya bentuk maupun yang bergerak seperti hantu, semuanya adalah ciptaan Mama Rika, sama seperti, kata mereka, Mama Rika lakukan di kawasan Timteng dan negara-negara Islam lain.  

Kata para teoretikus delusional itu, ini baru langkah pemanasan saja. Amerika cs akan segera mengayunkan langkah-langkah yang jauh lebih berbahaya lagi sebagai bagian-bagian strategi ekonomi, politik dan operasi militer yang dinamakan proxy war: mereka sedang memerangi NKRI tetapi cukup dengan memakai tangan orang Indonesia dalam negeri Indonesia saja. 

Juga ada sebuah teori konspirasi dahsyat yang fokus pada sisi lainnya. Kata para penyusunnya, sebetulnya Presiden Joko Widodo dan Gubernur Ahok adalah antek-antek Partai Komunis China (PKC) yang berkuasa di RRC. Negeri besar Panda dan Tirai Bambu ini berambisi untuk menguasai Asia seluruhnya sebelum akhirnya menguasai dunia dan menggantikan posisi Paman Sam.

Kata mereka, bagi RRC, menguasai NKRI dan mengendalikannya adalah prioritas pertama dalam strategi politis, militer dan ekonomi global RRC. Kesepakatan kerjasama militer dan pertahanan antara NKRI dan PKC yang belum lama ini ditandatangani Menhan RI Ryamicard Ryacudu (yang ironisnya ikut menabuh genderang perang Kivlan Zen terhadap PKI gaya baru versi KZ) dipakai para teoretikus konspirasi ini sebagai bukti kebenaran teori mereka. Sayangnya, mereka gagal melihat perbedaan mendasar antara kesepakatan kerjasama militer dan penjajahan lewat kekuatan fisik militer. 

Waah itu adalah teori-teori konspirasi yang sangat fantastis spektakuler sekaligus juga lari dari fakta-fakta real yang semua orang di NKRI sudah tahu. Para teoretikus itu dengan sengaja tidak memasukkan ke dalam lamunan ngalor-ngidul mereka bahwa ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa Nyi Saudiah Aravia dan Nyi Isisiah Khilafaria dalam berbagai rupa sedang berada di NKRI juga dengan tujuan-tujuan yang sama: memecahbelah bangsa Indonesia dan NKRI lewat gerakan-gerakan radikal religius sektarian yang juga sepenuhnya politis, dengan tujuan akhir merebut RI untuk jatuh ke tangan kekuasaan mereka.

Penyangkalan atau bungkamnya para teoretikus konspirasi atas gerakan-gerakan dua Nyi tersebut di dalam NKRI sesungguhnya meneriakkan dengan keras sikap dan pandangan mereka sendiri bahwa negara Indonesia harus tidak berkiblat ke G7 atau BRICS, tapi hanya harus merapat pat pat ke kubu dua Nyi ini. Sekaligus mereka juga dengan sia-sia berusaha membebaskan negara-negara dua Nyi itu dari sepak terjang organisasi-organisasi keagamaan radikal di dalam NKRI dewasa ini, yang memiliki wadag maupun yang bergerak bak hantu. 

Mereka juga lupa bahwa RI tahun 1960-an sangat jauh berbeda dari NKRI 2016 dst. Rakyat RI kini sudah cerdas dan makin tahu sejarah sebetulnya G30S. Sekarang tidak bisa begitu gampangnya CIA mengatur dan merekayasa konflik militer versus sipil di negeri yang sudah cerdas ini. Internet bisa menyebarkan dengan cepat kejahatan, terorisme dan berbagai keburukan untuk seluruh dunia. Tetapi Internet juga dapat dengan cepat, lewat orang-orang yang cerdas dan bermartabat, lewat netizen, membongkar, mengalahkan dan melenyapkan kejahatan, terorisme dan berbagai konspirasi jahat yang berhasil diendus dan dibuktikan ada. Presiden Jokowi juga tak bisa dan tak mau didikte oleh Amerika atau G7 meskipun NKRI lewat beliau membangun kemitraan dalam banyak bidang dengan G7. Pasti juga BRICS dijadikan sahabat oleh Jokowi dengan sangat hati-hati.

Pada sisi lain, sudah ada dan sedang disusun perangkat-perangkat hukum komprehensif yang tidak memungkinkan pihak manapun kini menegakkan dan membangun sebuah negara lain tandingan dengan berdasar ideologi-ideologi lain dalam negara besar NKRI yang berideologi tunggal Pancasila. Dalam negara besar NKRI tidak boleh ada suatu negara kecil apapun di dalamnya. “Daerah Istimewa” itu bukan negara kecil, tapi tetap suatu daerah dalam rumah tangga besar NKRI. Tidak ada “negara bagian” dalam NKRI. 

Jadi, daripada mencari panda hitam dan kambing hitam dan babi hitam atau domba hitam dan melamunkan konspirasi-konspirasi ngalor-ngidul yang fantastis, lebih realistik jika kita semua mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI, kebesaran RI, dan kemandirian bangsa dan negara, dengan mula-mula melakukan introspeksi diri yang jujur, cerdas dan bermarwah.

Kita terima dengan baik hal-hal bagus yang diwariskan semua rezim sebelumnya dan menolak tegas hal-hal buruk dan jahat pemberian mereka. Sekarang, dan tak usah diulur-ulur lagi sampai 100 tahun mendatang, semua hal buruk dan jahat ini harus diungkap dengan objektif, dievaluasi sesuai hukum dan diselesaikan tuntas dengan damai. Ini yang dinamakan rekonsiliasi yang berpijak pada kebenaran, dan sama sekali jauh dari pembalasan dendam atau pemutarbalikan fakta-fakta. Tanpa rekonsiliasi yang berfondasi kebenaran ini kita tak akan pernah menjadi bangsa besar yang jujur pada diri sendiri dan bermartabat. Bangsa dan negara pembohong dan tanpa marwah tidak akan pernah dihargai oleh dunia modern dan Tuhan. 

Kita periksa diri, apa tujuan-tujuan para politikus kita ketika mereka memutuskan diri untuk menjadi para politikus: apakah untuk memperkaya diri dan kelompok mereka tanpa batas lewat KKN ataukah untuk membaktikan diri sebagai para negarawan untuk mewujudkan nilai-nilai agung yang sudah menjadi konsensus bangsa dan negara yang terkristalisasi dalam ideologi Pancasila dan lebih dirinci dalam UUD dan semua hukum positif RI yang dinamis dan progresif.

Mari juga kita teliti, apakah para konglomerat kapitalis, khususnya yang WNI, yang berbisnis di NKRI, sudah juga menjalankan amanat sila kelima Pancasila. Boleh kaya raya tanpa batas, asal lewat cara-cara yang tidak melawan hukum, dan serentak harus juga punya kesadaran dan kemauan berlaku dan bertindak adil dan sosial bagi seluruh rakyat NKRI. Sudah berapa banyak kapitalis filantropis di NKRI? Ada satu? Atau tidak ada sama sekali karena semuanya kapitalis rakus serakus-rakusnya? Seorang suci dunia pernah bersabda, orang yang sekarang makan dengan terlalu kenyang, dan tertawa terbahak-bahak di tengah kerumunan orang yang sedang menangis dan meratap, pada saatnya akan mengalami hal-hal sebaliknya dengan jauh lebih berat. 

Mari juga kita bertanya, mengapa kita beragama? Kenapa kita memilih agama X dan bukan agama Y? Apakah ajaran-ajaran agama kita bermanfaat positif buat bangsa Indonesia dan NKRI, atau malah mendatangkan perpecahan dan penderitaan dan kemunduran? Apakah agama kita menjadikan kita orang baik atau malah orang jahat, orang yang cerdas atau malah orang yang bodoh? Apakah kita harus berubah dalam sikap beragama kita, dari sikap mau menang sendiri dan mau benar sendiri, ke sikap terbuka, bersahabat, ikhlas, toleran, agung, dan menghargai kemajemukan keberagamaan?

Musuh terbesar yang bisa memecahbelah bangsa Indonesia dan NKRI sesungguhnya tidak terutama datang dari luar negeri, tetapi dari sesama anak negeri sendiri yang berkhianat demi mencapai kepentingan-kepentingan diri dan kelompok sendiri yang tamak, rakus, egoistik, tak manusiawi, dan sektarian. Perangi dirimu sendiri sebelum memerangi orang lain. Curigai dirimu sendiri sebelum mencurigai orang lain. 

Jakarta, 13 Juni 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun