Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Emha Ainun Nadjib dan “Sang Tamu” Penyerobot Rumahnya

28 April 2016   11:17 Diperbarui: 9 Mei 2016   16:12 11076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Desmond Tutu: Alkitab ditukar dengan tanah kami. Sumber AZ Quotes http://www.azquotes.com/quote/298486

Ada sebuah meme yang kini berseliweran di berbagai medsos yang memuat ucapan dan foto sosok yang sudah dikenal, yang bernama Emha Ainun Nadjib (EAN). Pertama kali saya menemukannya di Home salah satu akun Facebook saya, yang dipasang seorang sahabat FB di akunnya sendiri. Saya tidak tahu, apakah ucapan ini otentik, atau dikarang-karang orang lain untuk tujuan-tujuan yang tidak baik. Tapi, saya semula merasa, saya perlu meragukan otentisitasnya.

Sejak saya telah menulis artikel pendek ini, lewat akun Twitter (@ioanesrakhmat) sudah empat permintaan saya ajukan ke EAN via akun Twitter-nya (@EmhaAinunNadjib) selama empat hari berturut-turut agar beliau memberi klarifikasi apakah betul itu meme ciptaannya sendiri. Permintaan keempat (dan terakhir) saya kirim ke EAN tanggal 22 April 2016, pukul 12:06 PM.

Semua permintaan klarifikasi yang telah saya kirimkan tidak berjawab hingga detik ini. EAN mengambil sikap membisu abadi. Mungkin membisu adalah sebuah pilihan yang tepat. Jangan kita lupa, kebisuan itu sebetulnya menyuarakan sangat banyak kata dan kalimat. Bisu tapi ramai.

Arahkan sepasang telinga anda ke langit tanpa batas di malam tersunyi; anda pasti tidak akan mendengar apapun, tapi hanya mendengar kesunyian. Namun jika telinga anda terlatih luar biasa, kesunyian langit ternyata menggelombangkan ke telinga anda senandung musik dan madah kosmik yang meliuk-liuk indah dan menawan. 

Di bawah ini saya pasang meme EAN tersebut. Bacalah berkali-kali seperti anda sedang membaca sehelai surat cinta pacar tercinta anda yang bahenol, sexy, dan suka bersolek, ganti-ganti wajah.

Sang tamu itu luar biasa piawai mengurus rumah kami, sampai akhirnya dia menjadi pemilik rumah kami, dan kami menumpang di dalamnya! 

Saya percaya, EAN sendiri akan masih mau memberi klarifikasi, apakah betul meme itu karyanya sendiri, meskipun sekarang saya sudah menemukan sumber aslinya di situs web komunitas Kata Maiyah yang diasuh dan dibina oleh EAN sendiri./*/

Setahu saya, EAN adalah sosok Muslim nusantara yang ramah dan sudah terbebaskan dari kerangkeng primordialisme SARA. Beliau seorang Muslim milik semua orang yang beragama dan beretnis apapun di Indonesia. Itu yang saya tahu, sejauh ini. Mungkinkah saya telah salah mempersepsi dirinya selama ini? Bagaimanapun juga, saya dkk menyukai beliau. Tentu saja rasa suka yang selalu disertai kecerdasan, bukan kedunguan. 

Ucapan EAN pada meme tersebut berbunyi begini:

“Ada tamu datang membersihkan rumah, dan secara canggih dan tegas mengusir tikus-tikus. Kami sekeluarga terpesona. Kami menerimanya sebagai keluarga. Karena tamu itu lebih menguasai pengelolaan rumah dibandingkan kami sekeluarga. Akhirnya, rumah kami menjadi rumahnya. Dan kami numpang. Berkat kebaikan hatinya.”

Ucapan di atas membuat saya langsung teringat pada sebuah ucapan yang agak mirip. Ucapan yang agak mirip ini keluar dari mulut Uskup Agung Afrika Selatan yang sudah pensiun, Desmond Tutu (DT), lahir 7 Oktober 1931 di Klerksdorp, Afrika Selatan. Ihwal apakah EAN tahu atau tidak tahu ucapan beken DT ini, bukan suatu masalah. Saya menggunakannya hanya sebagai sebuah pembanding saja. 

DT adalah sosok terkenal di dunia sebagai aktivis HAM dan sosial di tahun 1980-an, yang menentang politik apartheid yang pernah membelenggu orang kulit hitam Afrika Selatan. DT telah menerima banyak penghargaan, antara lain Anugerah Nobel Perdamaian (1984), Anugerah Perdamaian Gandhi (2007), dll.

Di bawah ini terjemahan saya atas ucapan DT yang sangat terkenal itu. Ucapan ini membuat banyak orang merenung-renung tentang agama yang menjadi wahana untuk menjajah, atau penjajah yang datang dengan berjubah agama. Untuk teks Inggris aslinya, lihat gambar pertama terlampir di atas. DT dengan ringkas berkisah:

“Ketika para pekabar injil dulu datang ke Afrika Selatan, mereka mempunyai Alkitab, dan kami mempunyai tanah. Mereka berkata, ‘Mari kita berdoa!’ Kami menutup mata kami. Di saat kami membuka mata kami kembali, kami memiliki Alkitab, dan mereka memiliki tanah kami.”

Nah, dengan mengacu ke sebuah sumber otentik yang sudah saya sebut di atas, saya kini bisa memastikan bahwa “tamu” yang dimaksud EAN pada meme-nya di atas adalah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa dipanggil Ahok. Maaf, jika saya salah mengidentifikasi! Tapi, Apakah ada sosok lain yang pas selain Ahok, katakanlah misalnya Hary Tanoe, atau mungkin Samadikun Hartono yang baru pulang ke Indonesia setelah “berlibur sangat panjang” lebih dari 10 tahun di RRC ketika presiden NKRI sudah berganti? 

Perhatikanlah. Ucapan EAN dan ucapan DT di atas mirip. Tetapi juga sangat berbeda. Wibawa dua sosok ini juga jauh berbeda. EAN hanya dikenal di Indonesia. DT dikenal dan diakui dunia. 

Para pekabar injil yang datang ke Afsel di era gerakan Desmond Tutu, dan di era jauh sebelumnya, adalah memang orang-orang asing, para tamu, yang bertujuan menjajah Afsel dengan mula-mula memakai jubah agama dan membawa aksesoris agama. Tidak ada cinta dalam diri mereka terhadap rakyat Afrika Selatan.

Sebaliknya, Gubernur Ahok sama sekali bukan tamu, bukan orang asing, bukan pendatang, juga bukan penjajah berjubah agama. Ahok itu WNI yang mencintai NKRI dan bangsa Indonesia, khususnya penduduk DKI dan lebih khusus lagi rakyat miskin di Jakarta yang semula tidak punya tempat tinggal yang sah dan tidak punya rumah sendiri yang layak. 

Kepedulian Gubernur Ahok pada penduduk miskin di DKI bukan untuk menaikkan citra dirinya dan juga bukan untuk memperkokoh posisi politiknya, sebagaimana sejumlah orang dengan keliru menilainya. Ahok mencintai mereka. Ahok tidak gila kekuasaan. Beberapa waktu lalu ketika KPUD menyebar wacana untuk membuat rumit syarat validitas formulir dukungan penduduk DKI ke pasangan independen (non-partai) calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI dalam Pilkada 2017, dengan ringan Ahok menanggapi, "Silakan saja. Saya menjadi gubernur cukup sampai Oktober 2017 saja!"

Kita tahu, demi hukum dan keadilan sosial Gubernur Ahok juga melawan dan menindak dengan tegas sejumlah konglomerat WNI etnis Tionghoa yang mau mempermainkan hukum NKRI dan berbuat tidak adil dalam bisnis mereka. Bahwa Ahok juga tidak disukai bahkan dibenci oleh sejumlah konglomerat WNI Tionghoa atau oleh sejumlah orang Tionghoa yang dengan narsis merasa sudah menjadi tokoh penting dan paling mampu memahami dan mewakili isi pikiran seluruh WNI etnis Tionghoa di Jakarta, adalah suatu kenyataan yang niscaya. Ini fakta real! Bukan propaganda. Bukan fiksi.

Buya Syafii Maarif yang kita semua segani menyatakan, “Aku tidak pernah meragukan keindonesiaan Ahok. Terobosan dia bukan hanya soal korupsi, tapi juga ada nilai-nilai yang lain.” Buya Maarif mengucapkan ini tanggal 3 Juli 2015.   

Sebagian rakyat miskin di DKI yang dicintai Gubernur Ahok ini semula membangun rumah-rumah seadanya di atas tanah milik negara atau kawasan-kawasan umum dan khusus yang oleh hukum dilarang dijadikan tempat tinggal. Kini, lewat program relokasi, banyak dari antara mereka telah pindah dan mendiami rusunawa (rumah susun sederhana sewa) atau rusunami (rumah susun sederhana milik sendiri) di tempat-tempat lain. Kedua jenis rusun ini didukung berbagai fasilitas dan sarana-prasarana lain untuk membuat mereka bisa hidup dengan baik setelah mengalami relokasi.

Tentu di tempat-tempat tinggal baru itu masih ada sejumlah persoalan lain sebagaimana lazimnya di dalam semua masyarakat manapun di dunia, dan khususnya masalah sosiopsikologis yang dinamakan kejut budaya (“culture shock”). 

Kejut budaya umumnya dialami orang-orang yang pindah tempat tinggal ke kota lain yang asing, teristimewa ke sebuah negara lain yang penduduknya berbicara bahasa asing dan menjalankan suatu kehidupan berbudaya yang sangat berbeda. Kehilangan teman-teman lama, sanak-saudara lama, dan keharusan melepaskan gaya hidup dan kebiasaan lama, ikut menimbulkan kejut budaya yang dialami seseorang. Mengatasi kejut budaya perlu waktu dan harus melibatkan para profesional lintasbidang kehidupan.

Juga kita perlu eling bahwa ada sangat banyak pekerja kecil penduduk DKI, atau karyawan kecil penduduk di kawasan-kawasan satelit DKI, yang berjuang sungguh-sungguh keras, banting tulang, siang dan malam, cari nafkah, dan hidup sangat hemat. Untuk apa? Untuk bisa memiliki sebuah rumah sederhana sendiri lewat kredit bank selama puluhan tahun. Sekali lagi, selama puluhan tahun! 

Kalangan pekerja keras yang berjuang untuk bisa punya rumah sendiri yang sah ini punya martabat. Mereka tidak mau menyerobot tanah negara atau kawasan-kawasan umum atau kawasan-kawasan khusus yang oleh hukum tidak boleh dijadikan tempat tinggal. Hanya orang yang tidak sadar hukum dan telah kehilangan martabat akan menyerobot lalu mendiami sendiri kawasan-kawasan ini dengan membangun rumah-rumah atau bedeng-bedeng seadanya, atau, lebih ganjil lagi, menyewakan rumah-rumah asal jadi ini ke orang lain.

Tidak adanya pengawasan dan tindakan yang legal dan konsisten dari pihak yang berwenang di DKI selama ini juga menjadi salah satu sebab kawasan-kawasan perkumuhan dapat berkembang dan meluas dan menjalar sangat cepat di DKI, dan tentu juga di kota-kota lain.

Di DKI perumahan-perumahan kumuh sangat banyak dibangun di bantaran-bantaran sungai, di area sekitar waduk-waduk, di kawasan-kawasan yang harus dilintasi arus deras air hujan, dan di ruang-ruang terbuka hijau yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan penyerapan curah hujan. Kondisi kacau balau ini juga menjadi salah satu penyebab kota Jakarta selama puluhan tahun terserang banjir terus-menerus.

Selama ini, gubernur-gubernur DKI berganti-ganti, tapi kondisi kacau balau dan semrawut ini tidak pernah sungguh-sungguh dibereskan sampai tuntas. Gubernur Ahok belum lama ini mengungkapkan, sebelum era kepemimpinannya ada disediakan dana tanggap darurat banjir DKI dengan jumlah luar biasa besar, lebih dari Rp. 1 T. Loh, menguap ke mana tuh banjir uang sebesar itu selama ini? Ke mana? Kok semua diam? Diam, apakah karena telah ikut menikmati lezatnya uang berjumlah besar ini? 

Setiap kali banjir merendam banyak wilayah di DKI, dari tahun ke tahun, masyarakat dan pemerintah dirugikan bermilyar-milyar rupiah. Selain itu, kesedihan, kedukaan dan azab yang ditimbulkan oleh banjir tidak bisa dihitung dan dinilai dalam jumlah berapa rupiah pun. 

Sejauh saya tahu, baru di era kepemimpinan Gubernur Ahok kondisi kacau balau ini dengan serius sedang diatasi dengan programatis. Hanya orang yang mau mengeruk berbagai keuntungan dari kekumuhan dan banjir, yang akan selalu menentang Gubernur Ahok, lewat anekaragam cara. Kekejian mereka lebih keras menerjang ketimbang terjangan arus banjir.

Bagaimanapun juga kondisinya, saya melihat bahwa siapapun mereka yang miskin dan hidup di kawasan-kawasan perkumuhan, kalangan miskin manapun yang berdiam di DKI, tidak akan pernah dijahati dan dijajah Gubernur Ahok karena beliau bukan tamu, bukan pendatang, bukan penjajah berjubah rohaniwan, tetapi sama-sama WNI yang mencintai rakyat.

Penghuni rumah-rumah kumuh yang memiliki sertifikat tanah atau surat yang sejenis (entah bagaimana caranya mereka bisa memperolehnya!) yang dibangun di kawasan-kawasan yang ilegal, direlokasi dan diberi pengganti sebuah rumah tinggal di sebuah rusunami. Penghuni rumah-rumah kumuh ilegal, yang sudah menjadi penduduk DKI (memiliki KTP DKI), direlokasi dan diberi tempat tinggal di rusunawa. Biaya sewa rusunawa tidak masuk akal, murah sekali!

Terhadap meme EAN itu, respons saya tertuang dalam enam alinea berikut ini. 

Marilah kita semua bersatu, bahu-membahu membangun bangsa dan negara. NKRI adalah rumah kita bersama; bukan rumah satu atau beberapa gelintir golongan. Bukan rumah EAN saja. Dari manakah Gubernur Ahok berasal? Dan dari manakah kita semua, manusia, semula muncul? 

Kalau mau dapatkan jawaban-jawaban ilmiah, saya bisa memberikannya: semua bentuk kehidupan di planet Bumi ini, atau di seantero jagat raya, berawal pada debu-debu kimiawi bintang-bintang yang meledak (supernovae) sebagai suatu peristiwa fisika, milyaran tahun lalu. Unsur-unsur kimiawi esensial yang membangun tubuh manusia (carbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosforus dan sulfur) berasal dari angkasa luar.

Selain itu, asal-usul semua manusia yang beranatomi modern (yang diberi nama Latin Homo sapiens), termasuk semua suku dan etnis yang ada di Indonesia, adalah benua Afrika, yang muncul dari pohon evolusi biologis spesies-spesies yang sangat rimbun dan bercabang dan beranting sangat banyak pada kurun 300.000 hingga 400.000 tahun lalu. Ini temuan-temuan ilmu pengetahuan, bukan doktrin-doktrin keagamaan apapun; dan juga bukan propaganda ideologi politik apapun.   

Karena NKRI rumah kita bersama, maka kita harus menjaga, merawat, merapihkan dan memperkokohnya bersama-sama di atas fondasi-fondasi ideologis, yuridis, sosiobudaya dan filosofis yang telah bersama-sama kita letakkan, bangun, jaga dan pertahankan sejak kita merdeka dari kolonial Belanda bule. Dalam era kemerdekaan ini, Belanda bule sudah pergi, tapi Belanda berkulit berwarna bisa tetap bercokol dan sedang memecah bangsa dan NKRI dan menjajah kita kembali lewat taktik politik yang sama, devide et impera.  

Pengurus rumah NKRI dan juga DKI Jakarta adalah kita semua, apapun latarbelakang etnis, suku, agama, kebudayaan, kebahasaan, kedaerahan dan golongan sosial kita. Sekarang adalah era multikulturalis, era yang memanggil semua WNI, tanpa dibeda-bedakan berdasarkan SARA, untuk ikutserta membangun bangsa dan NKRI dan semua kota dan wilayah di dalamnya. Partisipasi yang produktif dan konstruktif adalah partisipasi yang berpijak pada ilmu pengetahuan, teknologi, know-how, akhlak yang agung, kebajikan, dan wawasan kemajuan peradaban. Bangsa dan NKRI yang luas ini tidak bisa diurus asal-asalan.

Jangan kita mau terus diadudomba oleh pihak-pihak yang kelihatannya saja sedang berjuang untuk rakyat, tetapi sebenarnya sedang memperjuangkan berbagai kepentingan politis egoistik mereka sendiri dengan menghalalkan segala cara dan dengan memakai banyak wajah yang dipupur kosmetik warna-warni berganti-ganti. Di satu saat menjadi budayawan. Di lain kesempatan mengambil peran sebagai agamawan. Di kesempatan lain, berubah menjadi sosok politikus yang piawai merancang dan menyebar teori-teori konspirasi. 

Ya, tentu boleh-boleh saja setiap orang mengambil peran berganda-ganda dalam masyarakat manapun di dunia ini. Tetapi, jika mereka mau dapat dipercaya dan dijadikan rujukan, hendaklah pendapat-pendapat mereka yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan dunia yang lebih luas didasarkan pada data dan fakta-fakta objektif dan kajian-kajian ilmiah yang otoritatif yang sudah dilakukan para pakar di bidang-bidang mereka masing-masing. Sesuai dengan namanya, semua teori konspirasi itu murahan, tak bisa diverifikasi karena dibangun tanpa landasan data dan fakta ilmiah apapun, hanya memakai prasangka, ketidakpercayaan diri, paranoia dan propaganda politik.

Salam dalam kesunyian,
Jakarta, 19 April 2016
ioanes rakhmat

Update mutakhir 9 Mei 2016

Catatan

/*/ PENTING: Saya sudah menemukan meme EAN ini aslinya terpasang di “Kata Maiyah. Community Page about CakNun.com”. Klik link ini https://www.facebook.com/katamaiyah/photos/a.225994974410749.1073741827.225973264412920/244026005940979/?type=3&theater. Lihat juga video Youtube yang berjudul “Cak Nun dan Dimas; Respons tingkat tinggi terhadap paparan tentang Ahok dan Jokowi” (dipublikasi 1 Mei 2015 di https://youtu.be/Q3Uy8NpuHDM).

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun