Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Teokrasi Yesus dan Demokrasi Modern. Anda Pilih Mana?

12 April 2016   16:53 Diperbarui: 2 Mei 2016   23:19 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, memperlakukan Yesus dari Nazareth sebagai seorang sekuler, atau memandang berbagai kekristenan perdana sebagai komunitas-komunitas yang anti-politik atau apolitik, adalah sebuah anakronisme yang menyesatkan. Meskipun oleh Yesus, Allah sebagai Sang Ayah yang rahimi bagi semua orang, dibuatnya bisa dijumpai dan dialami langsung tanpa peran hierarki kepemimpinan Bait Allah, ideologi religiopolitis Yesus jelas adalah teokrasi. Ini memang teokrasi Yesus yang unik: di bawah pemerintahan Allah, semua orang menjadi egaliter, setara, untuk menerima segala kemurahan dan berkah ilahi! Tetap ada sebuah pertanyaan terbuka: Jika sudah diterapkan dalam suatu negara yang besar, dan bukan hanya dalam suatu komunitas sangat kecil (yang sedang dibangun Yesus), apakah teokrasi egaliter Yesus ini bisa berjalan dengan baik? Saya meragukannya dengan serius! Kita tahu, sosialisme murni (religius atau non-religius) telah gagal!

Bagaimanapun juga, di dalam zaman modern ini, di abad ke-21 ini, kita sudah belajar sangat banyak dari fakta-fakta sejarah dan fakta-fakta di masa kini, bahwa kemajuan besar sebuah bangsa dan negara, dalam segala bidang, khususnya politik, ekonomi dan sains dan teknologi, hanya akan dapat dicapai dengan real dan cepat jika suatu bangsa dan negara dikelola secara demokratis, tidak lagi berdasarkan agama apapun, dan tidak lagi didikte oleh agama apapun.

Teokrasi membawa kita mundur ke masa-masa silam yang kelam; demokrasi memandu kita masuk ke masa depan yang bercahaya benderang. Teokrasi berfondasi pada teks-teks kuno yang disucikan yang ditulis di era prailmiah dan pramodern. Demokrasi berdasar pada hukum-hukum positif (Latin: lex posita atau ius positum) yang disusun dan didalilkan oleh manusia-manusia cerdas yang mampu berpikir dan menimbang-nimbang dengan dinamis sejalan dengan zaman dan dunia yang terus-menerus berubah dan bergerak ke masa depan yang makin maju dan makin maju lagi.

Tentu ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari Yesus sebagai sosok sejarah yang agung, dan juga kita bisa menerima banyak manfaat besar dari banyak ajaran dan teladannya. Egalitarianisme yang dipraktekkannya, misalnya, tetap relevan hingga kini bagi keseluruhan umat manusia. Namun, teokrasi yang diperjuangkannya jelas sudah tidak kena lagi dengan kehidupan di zaman modern. Pada masa kehidupan Yesus, tidak terlihat pilihan lain, selain teokrasi. Sekularisme yang memisahkan politik dari agama dan juga sebaliknya belum menjadi sebuah ide yang umum pada era kehidupan aktual Yesus dan kekristenan awal, dan juga tidak terpikirkan oleh Yesus sama sekali dan oleh semua nabi kuno dalam dunia agama-agama di zaman lampau.

Sekarang, demokrasi adalah suatu pilihan cerdas jika kita mau menjadi suatu bangsa dan negara yang cepat maju di segala bidang kehidupan. Dalam demokrasi, bukan dalam teokrasi umumnya, justru egalitarianisme antarmanusia dapat betul-betul dipraktekkan atas nama HAM dan kemanusiaan sejagat.

Salam.
12.4.2016

oleh ioanes rakhmat

Silakan share seluasnya. Thank you.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun