Ketika Yesus memberitakan bahwa kerajaan Allah sedang ada di tengah umat Yahudi (Markus 1:15; Lukas 17:21b; Lukas 11:20; Matius 12:28 ), yang Yesus maksudkan adalah bahwa Allah sedang berkuasa atas bangsa Israel sebagai umat Allah, atas tanah Israel sebagai tanah perjanjian, atas makanan dan minuman, atas uang dan semua bentuk kekayaan lain, atas semua masalah dan urusan ekonomi yang sedang dihadapi rakyat, atas Bait Allah di Yerusalem, atas segala sakit penyakit, roh-roh dan setan-setan, atas umur manusia, atas alam; pendek kata: atas segala sesuatu yang ada di tanah Yahudi. Dengan demikian, bagi Yesus, segala sesuatu yang ada di tanah Israel, bahkan tanah Israel itu sendiri, bukanlah milik sang Kaisar Romawi, tetapi milik Allah saja.
Jadi kalau Yesus menyatakan “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar” (Markus 12:17), yang Yesus maksudkan adalah: di tanah Israel, tidak ada sesuatu pun yang merupakan milik Kaisar, sehingga tak ada sesuatupun yang bangsa Yahudi wajib berikan kepada Kaisar. Akibatnya lebih jauh: karena Kaisar tak memiliki apapun di tanah Israel, tak berkuasa atas apapun di negeri Yesus, maka kekuasaan sang Kaisar atas tanah Israel harus diakhiri, dan sang Kaisar wajib menyerahkan kembali tanah Israel kepada Allah Yahudi, sang Pemilik sah tanah Israel, yang telah memberikannya kepada bangsa Israel, dan penjajahan Roma atas bangsa dan tanah Yahudi harus diakhiri. Sang Kaisar harus mengembalikan segala sesuatu yang ada di tanah Israel kepada Allah bangsa Yahudi saja! Wakil-wakil sang Kaisar di tanah Yahudi harus pulang, balik ke negeri mereka sendiri, meninggalkan tanah Israel!
Orang bisa bertanya, apakah orang banyak (khususnya murid-muridnya), ketika Yesus mengucapkan kata-kata tentang kewajiban memberi kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan kewajiban memberi kepada Allah apa yang menjadi milik Allah, dapat menangkap maksud Yesus sebenarnya, yang sama sekali tidak harfiah? Memakai istilah-istilah modern, apakah mereka dapat menangkap bahwa lewat ucapannya itu Yesus tidak mengajarkan sekularisme melainkan teokrasi, sebagaimana sudah diuraikan?
Pertanyaan ini menjadi penting dan mendesak untuk djawab, mengingat Yesus, sambil mengucapkan kata-kata itu, juga menunjukkan sekeping koin dinar yang padanya tercetak gambar dan tulisan Kaisar (Markus 12:15-16), sehingga seolah Yesus mau orang banyak memahami ucapannya itu secara harfiah.
Jawab atas pertanyaan ini sederhana: Ada banyak kejadian yang di dalamnya Yesus melakukan tindakan-tindakan simbolik yang harus tidak dipahami harfiah, dan ada banyak ucapan Yesus yang dikehendaki Yesus untuk tidak dipahami atau ditangkap secara harfiah, khususnya ketika dia mengajar dengan menggunakan perumpamaan, aforisme, bahasa simbolik dan metafora. Penulis Injil Markus sendiri jelas melihat hal ini ketika dia, di dalam kitab injilnya, membuat Yesus mengucapkan kata-kata ini kepada murid-muridnya, “Kepadamu telah diberikan rahasia Kerajaan Allah, tetapi kepada orang-orang luar segala sesuatu disampaikan dalam perumpamaan, supaya: sekalipun melihat, mereka tidak menanggap, sekalipun mendengar, mereka tidak mengerti, supaya mereka jangan berbalik dan mendapat ampun.” (Markus 4:11-12).
Kita boleh mengernyitkan kening keheranan dan bertanya, Kok Yesus ingin membuat sebuah komunitas eksklusif yang tak terbuka untuk dimasuki orang luar? Tetapi, bagaimana pun juga, itulah setidaknya yang dipahami penulis Injil Markus mengenai cara dan tujuan Yesus berkomunikasi. Selain itu, sangat besar kemungkinannya ucapan dalam Markus 4:11-12 ini asli dari Yesus mengingat Yesus juga dicatat pernah berkata bahwa dia “diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari antara umat Israel” (Matius 15:24; bdk.10:6). Sangat mungkin, Yesus dari Nazareth memandang misinya sendiri hanyalah untuk menyatukan kembali suku-suku Israel yang sudah terceraiberai, sehingga dia tak menaruh perhatian sama sekali terhadap bangsa-bangsa non-Yahudi pada zamannya. (Jelas, kalau analisis isi dan analisis sejarah dilakukan pada perintah atau amanat misioner dalam Matius 28:18-20, maka harus ditegaskan bahwa ucapan ini bukanlah ucapan asli Yesus dari Nazareth.)
Usaha mempersatukan kembali suatu bangsa di dalam suatu negeri yang sedang dijajah bangsa lain jelas adalah suatu usaha politik yang berisiko besar. Suatu patriotisme dan nasionalisme yang membara! Setiap penjajah di manapun dan kapanpun menginginkan bangsa jajahannya terpecah-belah sehingga mudah untuk dikuasai terus-menerus. Divide et impera!
Jadi, dilihat dari sudut ini, bisa dimengerti mengapa Yesus menyamarkan visi dan misinya, mengapa dia mengajar dengan banyak memakai bahasa simbolik dan metafora.
Perlu kita ketahui, dalam banyak kebudayaan di dunia ini, dulu dan kini, ketika orang-orang bijak mau menyampaikan kebenaran-kebenaran, mereka banyak kali memakai perumpamaan, kiasan, tamsil, ibarat, peribahasa, aforisme, metafora dan bahasa simbolik.
Dalam dunia keagamaan dan dunia senibudaya khususnya, cara berkomunikasi dan mengungkapkan sesuatu lewat kiasan, perumpamaan, simbol-simbol, tanda-tanda, dan metafora, adalah cara yang paling banyak dipakai, sebab kedua dunia ini mengeksplorasi kebenaran-kebenaran yang multidimensional dan terus berkembang, kebenaran-kebenaran yang terus terbuka pada banyak penjelasan dan penafsiran yang tak pernah selesai, dan yang tak boleh dipantek mati pada satu titik permanen.
Ketika analisis logis menemukan jalan buntu untuk sementara waktu, biasanya orang masuk ke dalam dunia senibudaya untuk mengungkapkan apa isi pikiran, hati dan intuisi mereka. Para fisikawan besar, misalnya, ketika belum sanggup menjelaskan sejelas-jelasnya sebuah fenomena fisika dalam bahasa sains yang eksak, mereka memakai gaya bahasa metaforis. Puisi-puisi juga banyak digunakan para ilmuwan empiris ketika mereka mau menyampaikan aspek-aspek lain dari suatu fenomena kosmik atau suatu fenomena mekanika quantum yang belum berhasil mereka ungkap dalam persamaan-persamaan matematis atau dalam proposisi-proposisi logis.