Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Mengenal Rasa Ingin Tahu Peserta Didik

2 Juni 2024   20:42 Diperbarui: 3 Juni 2024   06:40 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengajar, sehabis memberikan materi biasanya saya bertanya, ada yang belum mengerti?

Mahasiswa biasa diam, kita tidak tahu apakah dia mengerti atau tidak, diam berarti bermakna jamak. Lalu, banyak pengajar mengatakan bahwa minat anak-anak belajar saat ini menurun, benarkah? Bisa jadi belajar dengan topik yang diajarkan di bangku kuliah atau kelas tak semenarik yang ditampilkan oleh media belajar di sosial media. Itu sebabnya pengajar harus terus berinovasi, agar kelas tidak monoton, dan pembelajaran harus menarik, khususnya agar mampu meningkatkan rasa ingin tahu pembelajar.

Lalu banyak kalangan mengatakan, bahwa Anak-anak sekarang minat belajarnya menurun? Angka partisipasi Pendidikan meningkat, namun minat belajar menurun, sehingga dugaan bahwa mereka sekolah hanya formalitas masih perlu diteliti, rasa ingin tahu menjadi titik sentral dalam membangun kemandirian belajar.

Kerap, mereka tidak memiliki kegigihan untuk menjadi tahu, inilah tantangan Pendidikan kita, banyak anak-anak walaupun ada belajar , mereka cenderung, untuk ingin cepat selesai belajar dan bekerja? Padahal dunia kerja membutuhkan semangat untuk belajar.

Penelitian terbaru berpendapat bahwa rasa ingin tahu dapat meningkatkan pembelajaran. Namun, penelitian ini juga membuka kemungkinan bahwa berada di ambang mengetahui dapat menimbulkan rasa ingin tahu.

Para peneliti pun menyelidiki bagaimana pengetahuan sebelumnya berhubungan dengan rasa ingin tahu dan pembelajaran selanjutnya menggunakan tugas pertanyaan trivial. Keingintahuan dalam tugas para pendidik,, paling baik diprediksi berdasarkan perkiraan pelajar mengenai pengetahuan mereka saat ini, lebih dari sekedar ukuran objektif tentang apa yang sebenarnya mereka ketahui.

Pembelajaran paling baik diprediksi oleh rasa ingin tahu dan ukuran pengetahuan yang objektif. Oleh karena itu kita akan bertemu dengan dalil, bahwa meskipun rasa ingin tahu berkorelasi dengan pengetahuan, hanya ada sedikit peningkatan dalam belajar karena rasa ingin tahu. Implikasinya adalah mekanisme yang mendorong rasa ingin tahu tidak identik dengan mekanisme yang mendorong hasil belajar.

RASA INGIN TAHU ITU APA SIH ?

Dari laman Wikipedia, Rasa ingin tahu (dari bahasa Latin crisits, dari crisus "hati-hati, rajin, ingin tahu", mirip dengan cura "peduli") adalah kualitas yang berkaitan dengan pemikiran ingin tahu seperti eksplorasi, penyelidikan, dan pembelajaran, yang terlihat pada manusia dan hewan.Rasa ingin tahu membantu perkembangan manusia, yang darinya berasal proses pembelajaran dan keinginan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

Istilah rasa ingin tahu juga dapat menunjukkan perilaku, sifat, atau emosi rasa ingin tahu, sehubungan dengan keinginan untuk memperoleh pengetahuan atau informasi. Rasa ingin tahu sebagai perilaku dan emosi merupakan kekuatan pendorong dibalik perkembangan manusia, seperti kemajuan ilmu pengetahuan, bahasa, dan industri.

Keingintahuan dapat dianggap sebagai adaptasi evolusi berdasarkan kemampuan organisme untuk belajar. Hewan-hewan tertentu yang memiliki rasa ingin tahu (yaitu, corvida, gurita, lumba-lumba, gajah, tikus, dll.) akan mencari informasi untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mempelajari cara kerja berbagai hal. Perilaku ini dikenal dengan sebutan neofilia, yaitu kecintaan terhadap hal-hal baru. Bagi hewan, ketakutan akan hal yang tidak diketahui atau hal baru, neofobia, lebih umum terjadi, terutama di kemudian hari

PENYEBAB MUNCULNYA RASA INGIN TAHU

Banyak spesies yang menunjukkan rasa ingin tahu, termasuk kera, kucing, dan hewan pengerat.Hal ini umum terjadi pada manusia di segala usia mulai dari masa bayi[9] hingga dewasa. Penelitian telah menunjukkan bahwa rasa ingin tahu bukanlah sifat yang tetap di antara manusia, melainkan dapat dipupuk dan dikembangkan.

Definisi awal rasa ingin tahu menyebutnya sebagai keinginan yang termotivasi akan informasi.Keinginan motivasi ini dikatakan berasal dari hasrat atau nafsu akan pengetahuan, informasi, dan pemahaman.

Gagasan tradisional tentang keingintahuan telah diperluas untuk mempertimbangkan perbedaan antara keingintahuan perseptual, sebagai perilaku eksplorasi bawaan yang ada pada semua hewan, dan keingintahuan epistemik, sebagai keinginan akan pengetahuan yang secara khusus dikaitkan dengan manusia.

Daniel Berlyne, mengenali tiga kelas variabel yang berperan dalam membangkitkan rasa ingin tahu: variabel psikofisik, variabel ekologi, dan variabel kolaboratif. Variabel psikofisik berhubungan dengan intensitas fisik, variabel ekologi berhubungan dengan signifikansi motivasi dan relevansi tugas. Variabel kolatif melibatkan perbandingan antara rangsangan atau fitur yang berbeda, yang mungkin benar-benar dirasakan atau yang dapat diingat dari ingatan. Berlyne menyebutkan empat variabel kolaboratif: kebaruan, kompleksitas, ketidakpastian, dan konflik (meskipun ia menyatakan bahwa semua variabel kolaboratif mungkin melibatkan konflik). Selain itu, ia mempertimbangkan tiga variabel yang melengkapi kebaruan: perubahan, kejutan, dan ketidaksesuaian. Akhirnya, rasa ingin tahu mungkin tidak hanya timbul oleh persepsi terhadap beberapa stimulus yang terkait dengan variabel-variabel yang disebutkan di atas ("eksplorasi spesifik"), tetapi juga oleh kurangnya stimulasi, karena "kebosanan" ("eksplorasi diversif").

BEBERAPA TEORI RASA INGIN TAHU

Seperti keinginan dan kebutuhan lainnya yang memiliki kualitas nafsu makan (misalnya makanan/kelaparan), rasa ingin tahu dikaitkan dengan perilaku eksplorasi dan pengalaman akan penghargaan. Rasa ingin tahu dapat digambarkan dalam bentuk emosi positif dan perolehan pengetahuan; ketika keingintahuan seseorang telah dibangkitkan, hal itu dianggap bermanfaat dan menyenangkan. Menemukan informasi baru mungkin juga bermanfaat karena dapat membantu mengurangi ketidakpastian yang tidak diinginkan daripada merangsang minat.

Teori-teori muncul dalam upaya untuk memahami lebih jauh kebutuhan untuk memperbaiki keadaan ketidakpastian dan keinginan untuk berpartisipasi dalam pengalaman perilaku eksplorasi yang menyenangkan. Berikut beberapa teori tentang rasa ingin tahu.

TEORI DORONGAN RASA INGIN TAHU (Curiosity-drive theory

)

Teori dorongan rasa ingin tahu mengemukakan pengalaman "ketidakpastian" dan "ambiguitas" yang tidak diinginkan. Pengurangan perasaan tidak menyenangkan ini bermanfaat. Teori ini menyatakan bahwa orang menginginkan koherensi dan pemahaman dalam proses berpikir mereka. Ketika koherensi ini terganggu oleh sesuatu yang asing, tidak pasti, atau ambigu, dorongan keingintahuan seseorang menyebabkan mereka mengumpulkan informasi dan pengetahuan tentang hal yang asing tersebut untuk memulihkan proses berpikir yang koheren. Teori ini menyatakan bahwa rasa ingin tahu berkembang dari keinginan untuk memahami aspek-aspek asing dari lingkungan seseorang melalui perilaku eksplorasi. Setelah pemahaman tentang hal-hal asing tercapai dan koherensi dipulihkan, perilaku dan keinginan ini mereda.[

Derivasi teori dorongan keingintahuan berbeda dalam hal apakah keingintahuan merupakan dorongan primer atau sekunder dan apakah dorongan keingintahuan ini berasal dari kebutuhan seseorang untuk memahami dan mengatur lingkungannya atau disebabkan oleh stimulus eksternal. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (misalnya lapar, haus) hingga kebutuhan dalam situasi yang dipicu oleh rasa takut.[ Masing-masing teori turunan ini menyatakan bahwa apakah kebutuhan itu bersifat primer atau sekunder, rasa ingin tahu berkembang dari pengalaman yang menciptakan sensasi ketidakpastian atau perasaan tidak menyenangkan. Keingintahuan kemudian bertindak untuk menghilangkan ketidakpastian ini. Dengan menunjukkan perilaku ingin tahu dan eksploratif, seseorang dapat memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang tidak dikenalnya dan dengan demikian mengurangi keadaan ketidakpastian atau ketidaknyamanan. Namun teori ini tidak membahas gagasan bahwa rasa ingin tahu sering kali dapat ditampilkan bahkan ketika tidak ada situasi baru atau asing. Jenis perilaku eksplorasi ini juga umum terjadi pada banyak spesies. Balita manusia, jika bosan dengan keadaannya yang sekarang tanpa adanya rangsangan yang membangkitkan gairah, akan berjalan-jalan hingga menemukan sesuatu yang menarik. Pengamatan rasa ingin tahu bahkan tanpa adanya rangsangan baru menunjukkan salah satu kelemahan utama dalam model dorongan rasa ingin tahu.

TEORI GAIRAH OPTIMAL (OPTIMAL-AROUSAL THEORY)

Teori gairah optimal berkembang dari kebutuhan untuk menjelaskan keinginan untuk mencari peluang untuk terlibat dalam perilaku eksplorasi tanpa adanya situasi yang tidak pasti atau ambigu. Gairah optimal menunjukkan bahwa seseorang dapat dimotivasi untuk mempertahankan rasa gairah yang menyenangkan melalui perilaku eksplorasi tersebut.

Ketika suatu stimulus ditemui yang berhubungan dengan kompleksitas, ketidakpastian, konflik, atau kebaruan, hal ini meningkatkan gairah di atas titik optimal, dan perilaku eksplorasi digunakan untuk mempelajari stimulus tersebut dan dengan demikian mengurangi gairah lagi. Sebaliknya, jika lingkungan membosankan dan kurang kegembiraan, gairah berkurang di bawah titik optimal dan perilaku eksplorasi digunakan untuk meningkatkan masukan informasi dan stimulasi, dan dengan demikian meningkatkan gairah kembali. Teori ini membahas keingintahuan yang timbul karena situasi yang tidak pasti atau asing, dan keingintahuan yang timbul karena tidak adanya situasi seperti itu.

TEORI KONSISTENSI KOGNITIF (COGNITIVE-CONSISTENCY THEORY)

Teori konsistensi kognitif mengasumsikan bahwa "ketika dua atau lebih struktur kognitif yang aktif secara bersamaan tidak konsisten secara logis, gairah meningkat, yang mengaktifkan proses dengan konsekuensi yang diharapkan berupa peningkatan konsistensi dan penurunan gairah."[18] Mirip dengan teori gairah optimal, kognitif- Teori konsistensi menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk mempertahankan gairah pada tingkat yang diinginkan, atau diharapkan, namun teori ini juga secara eksplisit menghubungkan jumlah gairah dengan jumlah ketidakkonsistenan yang dialami antara situasi yang diharapkan dan situasi yang sebenarnya dirasakan. Ketika ketidakkonsistenan ini kecil, perilaku eksplorasi yang dipicu oleh rasa ingin tahu digunakan untuk mengumpulkan informasi yang harapannya dapat diperbarui melalui pembelajaran untuk mencocokkan persepsi, sehingga mengurangi inkonsistensi.

Pendekatan ini mengasosiasikan rasa ingin tahu dengan agresi dan ketakutan. Jika ketidakkonsistenan lebih besar, ketakutan atau perilaku agresif dapat digunakan untuk mengubah persepsi agar sesuai dengan harapan, tergantung pada besarnya ketidakkonsistenan serta konteks spesifiknya. Perilaku agresif mengubah persepsi dengan memanipulasinya secara paksa agar sesuai dengan situasi yang diharapkan, sementara rasa takut mendorong pelarian, yang menghilangkan stimulus yang tidak konsisten dari bidang persepsi dan dengan demikian menyelesaikan permasalahan yang ada.

INTEGRASI JALUR PENGHARGAAN KE DALAM TEORI

Dengan mempertimbangkan kekurangan dari teori dorongan rasa ingin tahu dan teori gairah optimal, upaya telah dilakukan untuk mengintegrasikan aspek neurobiologis dari penghargaan, keinginan, dan kesenangan ke dalam teori rasa ingin tahu yang lebih komprehensif. Penelitian menunjukkan bahwa menginginkan informasi baru melibatkan jalur mesolimbik otak yang bertanggung jawab untuk aktivasi dopamin. Penggunaan jalur ini, dan aktivasi dopamin, mungkin merupakan cara otak memberikan nilai pada informasi baru dan menafsirkannya sebagai hadiah.Teori dari neurobiologi ini dapat melengkapi teori dorongan rasa ingin tahu dengan menjelaskan motivasi perilaku eksplorasi.

RASA INGIN TAHU DALAM BELAJAR

Rasa ingin tahu dianggap sebagai motivator belajar yang kuat. Meskipun minat ilmiah terhadap rasa ingin tahu telah bertahan selama beberapa dekade (misalnya, Berlyne, 1950, 1960; Gruber, Gelman, & Ranganath, 2014; Henderson & Moore, 1980; Hutt, 1970; Loewenstein, 1994; Kang et al., 2009), hanya baru-baru ini terdapat penelitian empiris yang menunjukkan bahwa rasa ingin tahu dikaitkan dengan hasil belajar yang lebih baik.

Perilaku yang didorong oleh rasa ingin tahu seringkali didefinisikan sebagai perilaku yang melaluinya pengetahuan diperoleh -- suatu bentuk perilaku eksplorasi. Oleh karena itu, ini mencakup semua perilaku yang menyediakan akses atau meningkatkan informasi sensorik. Berlyne membagi perilaku yang didorong oleh rasa ingin tahu menjadi tiga kategori: response orientasi, eksplorasi lokomotor, dan respons investigasi atau manipulasi investigasi. Sebelumnya, Berlyne mengemukakan bahwa rasa ingin tahu juga mencakup aktivitas verbal, seperti mengajukan pertanyaan, dan aktivitas simbolik, yang terdiri dari proses mental yang dipicu secara internal seperti berpikir ("eksplorasi epistemik").

Min Jeong Kang dkk. (2009) menemukan bahwa jawaban atas pertanyaan trivia yang menimbulkan rasa ingin tahu tinggi lebih mungkin diingat dibandingkan pertanyaan trivial yang menimbulkan rasa ingin tahu rendah 2 minggu kemudian. Selain itu, rasa ingin tahu paling tinggi ketika peserta didik memiliki keyakinan sedang mengenai jawaban pertanyaan -- dengan kata lain, ketidakpastian maksimal mengenai apakah tebakan mereka salah atau benar. Hasil pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) mengungkapkan hubungan antara rasa ingin tahu dan peningkatan aktivasi wilayah memori: Ketika peserta salah menebak jawaban dan jawaban yang benar terungkap, aktivasi di gyrus parahippocampal dan gyrus frontal inferior kiri -- wilayah yang berhubungan dengan panjang -konsolidasi memori jangka -- dimodulasi oleh tingkat keingintahuan individu. Dalam penelitian serupa, keadaan dengan rasa ingin tahu yang tinggi memfasilitasi pembelajaran rangsangan tambahan yang disisipkan (Gruber et al., 2014). Secara kolektif, hasil ini menunjukkan bahwa rasa ingin tahu secara global dapat meningkatkan pembelajaran dengan meningkatkan aktivasi di wilayah memori di otak. Meskipun penelitian-penelitian ini menunjukkan hubungan antara rasa ingin tahu dan pembelajaran, mengapa rasa ingin tahu dikaitkan dengan pembelajaran masih belum jelas.

Pemahaman yang jelas tentang hubungan ini sangat penting untuk merancang intervensi pembelajaran berbasis rasa ingin tahu yang efektif, yang merupakan topik hangat saat ini dalam literatur pendidikan (misalnya, Engel, 2011; Gordon, Breazeal, & Engel, 2015). Kita bahkan belum memahami arah kausalitas dalam hubungan antara rasa ingin tahu dan pembelajaran. Pembelajaran mungkin tampak lebih baik karena Anda paling ingin tahu tentang informasi yang hampir Anda pelajari. Dengan demikian, dorongan nyata untuk belajar mungkin sebenarnya didorong oleh pengetahuan yang dimiliki seseorang atau mungkin terdapat umpan balik antara kedua faktor tersebut, bukan rasa ingin tahu yang secara inheren mendorong pembelajaran itu sendiri.

Tidak diragukan lagi bahwa pengetahuan yang parsial menyebabkan rasa ingin tahu. Bayi menyukai rangsangan yang dipelajari sebagian dalam paradigma yang tampak preferensial Lebih jauh lagi, anak kecil lebih menyukai bermain dengan mainan yang pemahamannya belum lengkap. Keingintahuan secara luas diteorikan dipicu oleh deteksi pengetahuan yang tidak lengkap (Loewenstein, 1994). Teori ini didukung oleh hasil empiris dari literatur pendidikan yang menunjukkan hubungan antara pengetahuan tingkat domain dan serta hasil terbaru yang melaporkan hubungan antara pembelajaran siswa dewasa. kepercayaan diri dan keingintahuan

Oleh karena itu, tidak jelas sejauh mana peningkatan pembelajaran yang disebabkan oleh rasa ingin tahu sebenarnya didorong oleh sebagian pengetahuan itu sendiri yang menyebabkan rasa ingin tahu. Tampaknya ada efek dua arah. Putaran umpan balik semacam ini terdapat dalam jenis algoritma yang digunakan untuk memandu pembelajaran dalam pengembangan sistem robotika namun keberadaan putaran umpan balik tersebut belum diuji secara empiris pada pembelajar manusia.

Di sini, kami bertujuan untuk memperjelas hubungan dinamis antara sebagian pengetahuan, rasa ingin tahu, dan pembelajaran menggunakan versi tugas pertanyaan trivia yang dimodifikasi. Kami menyelidiki sejauh mana pengetahuan parsial bertanggung jawab atas rasa ingin tahu dan peningkatan pembelajaran yang diamati.

Pengajar meminta peserta untuk memberikan tebakan terbaik mereka pada pertanyaan-pertanyaan trivia (Gruber et al., 2014), kemudian memberikan penilaian seberapa dekat mereka mempercayai tebakan mereka dan menilai keingintahuan mereka terhadap jawabannya.

Pengajar juga meminta penilai independen menilai seberapa dekat setiap tebakan dengan jawaban sebagai proksi untuk pengukuran objektif kedekatan konseptual dengan jawaban yang benar. Data ini memungkinkan kita untuk menilai secara independen sejauh mana rasa ingin tahu dan pembelajaran didorong oleh perkiraan metakognitif dari ketidakpastian informasi. Peserta kemudian diperlihatkan jawabannya, dan kemudian diuji daya ingatnya terhadap jawaban tersebut. Kami menggunakan data ini untuk mengevaluasi secara komprehensif faktor-faktor yang mendorong rasa ingin tahu dan pembelajaran, serta dinamika faktor-faktor yang mendorong peningkatan pembelajaran.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun keingintahuan pelajar paling baik diprediksi berdasarkan seberapa dekat mereka, pembelajaran sebenarnya diprediksi berdasarkan pengetahuan aktual mereka sebelumnya, dengan sedikit peningkatan rasa ingin tahu terhadap topik tersebut. Implikasinya, mekanisme yang mendorong rasa ingin tahu peserta didik tidak sama dengan mekanisme yang mendorong hasil belajar. Hasil ini juga menyoroti peran penting metakognisi dalam Saat menghadapi anak yang tidak mau belajar dan lebih memilih jalan keluar yang lebih mudah, pertimbangkan saran berikut: (1) Pahami akar penyebab penolakan, seperti kesulitan memahami materi atau kurangnya minat. (2) Tawarkan dorongan dan penguatan positif untuk memotivasi anak. (3) Pecah materi pembelajaran menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan mudah dikelola. (4) Jadikan pembelajaran menyenangkan dengan memasukkan permainan, aktivitas interaktif, atau contoh kehidupan nyata. (5) Tetapkan tujuan dan penghargaan yang dapat dicapai untuk menyelesaikan tugas atau membuat kemajuan. (6) Carilah bantuan dari guru, tutor, atau sumber daya pendidikan jika diperlukan. (7) proses yang memandu motivasi dan pembelajaran.

Bagaimanakah startegi untuk membantu meningkatkan rasa ingin tahu pembelajar, inilah beberapa cara-cara yang dapat membantu:

  1. Tentukan tujuan belajar yang jelas dan spesifik.
  2. Gunakan berbagai sumber belajar seperti buku, video, atau kursus online.
  3. Buat jadwal belajar yang konsisten dan sesuaikan dengan gaya belajar Anda.
  4. Berlatih secara teratur dan uji pemahaman dengan membuat catatan atau quiz.
  5. Mintalah bantuan dari teman atau mentor jika mengalami kesulitan.
  6. Evaluasi kemajuan belajar Anda secara berkala untuk melihat perkembangan.

Moga bermanfaat *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun