Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ade Armando, Flawed Democrazy dan Rezim Hibrida

12 April 2022   10:57 Diperbarui: 12 April 2022   11:10 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditambah aspek kekerasan dalam kasus Ade Armando, menunjukkan bahwa  Kekerasan itu nyata di alam demokrasi Indonesia.  Kekerasan sendiri memang merujuk kepada pengertian tentang tindakan agresi dan pelanggaran, berupa penyiksaan, pemerkosaan, pemukulan, dan lainnya.  

Dimana tindakan itu menyebabkan dan dapat dimaksudkan untuk membuat sesorang mengalami suatu penderitaan, menyakiti orang lain, hingga batas tertentu. Definisi kekerasan adalah merupakan sebagai suatu perbuatan seseorang maupun kelompok orang yang membuat seseorang cedera, atau hilangnya nyawa orang lain.

Di alam demokrasi, berbeda pendapat itu baik, namun bukan adu jotos. Apalagi sampai mau menelanjangi. Ade Armando, seorang dosen yang konten-kontennya, sarat logika, ternyata, tak berarti banyak, dalam kawanan srigala lapar, dia ibarat kambing yang siap diserbu sri gala  lapar. 

Pada aspek itu tesis 'Democratic peace theory masih jauh di awang-awang, karena   kontribusi liberal yang paling kuat untuk perdebatan tentang perdamaian maupun perang  masih terjal di kar rumput.  Di bingkai itu, maka  "Perdamaian bukanlah tanpa konflik, itu adalah kemampuan untuk menangani konflik dengan cara-cara damai. Masih sangat dibutuhkan di negeri ini

Kasus Ade Armando menguatkan  tesis bahwa masih perlu pembelajaran tentang demokrasi, yang harus ditunjukkan oleh para elit politik. Tanpa itu demokrasi kita akan tetap merangkak, dan ironinya  mahasiswa yang semestinya  menjadi soko guru,  sulit   untuk mereduksi akan anasir -tungang menunggangi sehingga mahaiswa masih perlu banyak belajar berdemokrasi untuk membangun demontrasi yang damai.

Mahasiswa sejatinya menjadi elemen penting dalam    transformasi demokrasi. Mau tidak mau mahasiswa harus terus mengkritisi apakah Indonesia berada pada  'Gelombang Ketiga'  konsep demokrasi   Hungtinton, yakni dimokrasi telah  dibawa ke struktur politik formal.  Hal ini didasari oleh pernyataan bahwa  hanya sejumlah kecil negara yang berhasil membangun rezim demokrasi yang terkonsolidasi dan berfungsi.

Dalam bukunya "The Third Wave", Huntington mendefinisikan gelombang demokrasi sebagai "sekelompok transisi dari rezim nondemokratis ke demokrasi yang terjadi dalam periode waktu tertentu dan yang secara signifikan lebih banyak daripada transisi dalam arah yang berlawanan selama periode waktu itu (Huntington 1991,15)

Mahaiswa memang was-was banyak te ori dan fakta menyeruak  di dunia bahwa  banyak dari rezim baru ini terjebak dalam transisi, menggabungkan penerimaan retoris demokrasi liberal dengan sifat-sifat yang pada dasarnya tidak liberal dan/atau otoriter.  Mahasiswa perlu menguak sedalam -dalamnya kemunculan dan karakteristik kunci dari 'rezim hibrida', karena konsensus luas untuk menegakkan demokrasi sebagai 'satu-satunya permainan di kota'  masih relative kurang

Rezim hibrida cenderung tidak stabil, tidak dapat diprediksi, atau keduanya, proses demokratisasi tidak linier. Rezim-rezim yang berkuasa membantu memberikan penilaian yang lebih realistis tentang apa yang diharapkan dapat dicapai oleh demokrasi yang baru mulai dan rapuh ini. Banyak dari rezim baru  akhirnya  terjebak' dalam transisi, atau kembali ke bentuk pemerintahan yang kurang lebih otoriter.

Itu sebabnya, rezim 'hibrida' merupakan 'sistem ambigu yang menggabungkan retorika'  terhadap penerimaan demokrasi liberal, keberadaan beberapa lembaga demokrasi formal dan penghormatan terhadap lingkup terbatas kebebasan sipil dan politik yang pada dasarnya tidak liberal atau bahkan sifat otoriter.

Walaupun demikian, Mainwaring dan Anbal Prez-Lin (2014,70) mempertegas, : "setiap periode sejarah di mana ada peningkatan berkelanjutan dan signifikan dalam proporsi rezim kompetitif (demokrasi dan semi-demokrasi) akan selalu hidup ,  gelombang demokrasi sebagai pengelompokan transisi demokrasi yang dicoba atau berhasil, ditambah dengan hubungan antara transisi dalam klaster tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun