Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Mengenal Minyak atsiri dari Rimpang Kunyit (Curcuma longa. L)

4 Maret 2022   13:41 Diperbarui: 4 Maret 2022   13:51 3006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Ibanez M.D & Balquez M.A (2021)

Kunyit merupakan tanaman yang tidak asing  bagi kita, karena banyak dimanfaatkan sebagai jamu dan bumbu dapur, sebagai bahan pewarna alami pada nasi kuning, dan lain-lain. 

Indonesia   juga telah  mengekspor kunyit. Negara yang dituju antara lain Asia (Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Jepang), Amerika, dan Eropa (Jerman Barat dan Belanda). 

Harga kunyit yang dijual  di pasar tradisional berkisar antara  Rp 1500  sampai  Rp 2500 , per Kg nya, harga yang relative murah.  Namun  sentuhan teknologi telah membuatnya  menjadi lebih baik,  seperti pengolahannya menjadi fermen kunyit,  bahan obat dan minyak atsiri, sehingga harga jualnya meningkat 

Minyak atsiri kunyit sangat prospektif untuk dikembangkan, karena memberikan nilai tambah bagi kunyit, sehingga petani kunyit bisa bernafas lega. Kita bisa mencontoh yang dilakukan oleh LPPM UNS  dalam bentuk transfer teknologi,  dengan masyarakat sasarannya  adalah  petani Suroloyo, dimana   mengubah kunyit   untuk menghasilkan  berbagai bentuk turunan kunyit seperti  minyak atsiri,  kunyit dalam bentuk bubuk  dan  hidrosol. 

Kegiatan semacam ini mampu memberikan semangat petani kunyit  untuk  menanam kunyit secara profesional, serta  merasakan nilai jual yang lebih tinggi,  yang biasannya 200 kg Kunyit menghasilkan uang sekitar  Rp 300.000,  ketika diolah mampu menghasilkan tiga jenis produk  tadi dapat meningkat menjadi  Rp 1 juta (https://mediaindonesia.com/ Selasa 01 Februari 2022

Minyak atsiri dari  kunyit (Curcuma longa L., Zingiberaceae) sangat populer di seluruh dunia karena digunakan sebagai bahan kuliner  yang menarik, kosmetik dan sebagai  obat.

 Dalam ulasan  ini, penulis menyajak pembaca kompasiana untuk berselancar mengenal lebih dekat tentang Kunyit/kunir, dan  minyak atsiri dari rimpang kunyit, serta manfaatnya bagi  manusia.

KUNIR /KUNYIT 

Sebelum jauh marilah kita simak  tentang Tanaman kunyit, atau kunir. Kunyit   memiliki nama ilmiah  Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.), tersebar di  daerah Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Jawa tengah menjadi sentra tanaman kunyit di Indonesia, dengan kemampuan produksi  12.323 kg/ha.  Namun masih kalah dengan negara lai seperti India, Srilanka, Cina, Haiti, dan Jamaika, kemampuan   produksinya  mencapai > 15 ton/ha. (http://cybex.pertanian.go.id/ Rabu, 29 Jan 2020). Pemanfaatannya

Pelengkap bumbu masakan sehingga menjadi gurih , jamu untuk menjaga kesehatan serta sebagai bahan baku  kecantikan pada  perawatan kulit dan wajah.

Perlu diketahui bahwa kunyit tergolong dalam kelompok jahe-jahean, Zingiberaceae. Kunyit memiliki nama daerah  masing-masing seperti  unin (Ambon), gorachi (Ternate) yang berarti emas, turmeric (Inggris), kurkuma (Belanda), kunyit (Indonesia dan Malaysia), janar (Banjar), kunir (Jawa), koneng (Sunda), huni (Bima), kony' (Madura), Kunyir (Komering). Cahang (Dayak Panyambung), Dio (Panihing), Uinida (Talaud), Kuni (Sangir), Alawaha (Gorontalo), dan masih banyak sebutan unik tersebar dari wilayah Indonesia mengingat indonesia memiliki beragam wilayah dan bahasa.

Selain itu,  produk farmasi berbahan baku kunyit jumlahnya banyak dan  mampu bersaing dengan berbagai obat paten, misalnya untuk peradangan sendi (arthritis-rheumatoid) atau osteo-arthritis berbahan aktif natrium deklofenak, piroksikam, dan fenil butason dengan harga yang relatif mahal atau suplemen makanan (Vitamin-plus) dalam bentuk kapsul, dalam merek beragam dari perusahan jamu terkenal di Indonesia.  Kunyit  diolah sebagai suplemen  dengan bahan tambahan Vitamin B1, B2, B6, B12, Vitamin E, Lesitin, Amprotab, Mg-stearat, Nepagin dan Kolidon 90.

Selain itu, rimpang yang berumur lebih dari satu tahun berkhasiat untuk mendinginkan badan, membersihkan, mempengaruhi bagian perut khususnya pada lambung, merangsang, melepaskan lebihan gas di usus, menghentikan pendarahan dan mencegah penggumpalan darah. sebagai obat anti gatal, anti septik dan anti kejang serta mengurangi pembengkakan selaput lendir mulut. Kunyit dikonsumsi dalam bentuk perasan yang disebut filtrat, juga diminum sebagai ekstrak atau digunakan sebagai salep untuk mengobati bengkak dan terkilir. Kunyit juga berkhasiat untuk menyembuhkan hidung yang tersumbat, caranya dengan membakar kunyit dan menghirupnya untuk memperlancar pernapasan.

Kunyit bisa dipakai untuk pengobatan pada penyimpangan pada kerja ginjal,terutama pada beberapa kasus-kasus yang ditandai dengan bau badan yang tidak sedap dan mata yang tidak tahan terhadap sinar matahari, kunyit sangat efektif jika dikonsumsi secara teratur dan rutin, yaitu dengan meminum segelas seduhan jus kunyit berupa sari patinya tanpa ampas, selama 2 minggu berturut-turut.

KOMPOSISI KIMIA KUNIR 

Senya bioaktif yang terkandung adalah kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin sebanyak 10% dan bisdesmetoksikurkumin sebanyak 1-5% dan zat- zat bermanfaat lainnya seperti minyak atsiri yang terdiri dari Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil. Kunyit juga mengandung Lemak sebanyak 1 sampai 3%, Karbohidrat sebanyak 3%, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, dan garam-garam mineral, yaitu zat besi, fosfor, dan kalsium.

Para petani yang menanam kunyit, adalah tanaman kunyit yang berusia 10 bulan, maka akan diperoleh rimpang kunyit dengan berat rata-rata 6,30 gram dari setiap satu pokok tanaman kunyit, dan rata-rata kandungan kurkumin sebanyak 170,1 mg atau sebesar 2,7%.

 Kemudian pada analisis LC MS menunjukkan bahwa pada serbuk rimpang kunyit mengandung beberapa senyawa dengan konsentrasi yang bermacam-macam. Konsentrasi tertinggi adalah senyawa kurkumin jika dibandingkan dengan konsentrasi senyawa yang lain.

Kandungan utama kunyit adalah kurkumin dan minyak asiri yang berfungsi untuk pengobatan hepatitis, antioksidan, gangguan pencernaan, anti mikrob, anti kolesterol, anti HIV, anti tumor (menginduksi apostosis), menghambat perkembangan sel tumor payudara, menghambat ploriferasi sel tumor pada usus besar, anti invasi, anti rheumatoid arthritis (reumatik), diabetes melitus, tifus, usus buntu, disentri, sakit keputihan; haid tidak lancar, perut mulas saat haid, memperlancar ASI; amandel, berak lendir, morbili, cangkrang (waterproken).

Kunyit juga mempunyai prospek yang cerah pada sektor industri hilir dalam berbagai bentuk misalnya seperti ekstrak, minyak, pati, makanan/minuman, kosmetika dan  produk farmasi

MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG  KUNYIT 

Sebelum lanjut perlu dijelaskan tentang minyak atsiri itu sendiri. Minyak atsiri yang merupakan cairan aromatik yang mudah menguap dapat dihasilkan dari beberapa tanaman, dan Namanya sesuai dengan  asal tanamannya.

Minyak atsiri dapat didefinisikan sebagai produk atau campuran zat yang harum atau sebagai campuran zat yang harum dan tidak berbau. Zat wangi ini adalah senyawa kimia murni yang mudah menguap dalam kondisi normal. Minyak atsiri sangat bervariasi, terkadang karena penyebab genetik, tetapi juga karena iklim, curah hujan, atau asal geografis. Mereka terutama terdiri dari metabolit tanaman sekunder lipofilik dan sangat mudah menguap, terutama mono dan seskuiterpen, tetapi jenis senyawa lain seperti alil dan isoalil fenol juga mungkin ada. Zat lain yang telah diidentifikasi dalam minyak atsiri termasuk kumarin, antrakuinon, dan alkaloid, yang sering dapat disuling, sementara beberapa diterpen, lemak, dan senyawa nonvolatil lainnya dapat diperoleh dari minyak atsiri dengan metode selain distilasi. Spesies tanaman obat dan aromatik telah banyak dimanfaatkan sebagai penyedap makanan, bahan obat, pengawet dan ornamen, serta produk kecantikan dan kesenangan pribadi, menjadi alternatif alami yang menawarkan keandalan, keamanan dan keberlanjutan.

Kunyit secara khusus, bunga dari spesies umbi-umbian ini dikembangkan  sebagai  bahan baku zat pewarna dan penyedap, dengan aktivitas farmakologisnya, diketahui sebagai   antioksidan, antikanker, antiinflamasi, neuro- dan dermoprotektif, antiasma atau hipoglikemik

Namun baru-baru ini dilaporkan bahwa kunyit bahkan berpotensi berkontribusi melawan penyakit virus COVID-19 yang mengancam jiwa dengan menghambat enzim protease utama yang dihasilkan virus untuk perkembangannya

 Sebagian besar sifat menarik ini berasal dari rimpang batang bawah tanah horizontal, tempat tunas dan akar muncul, Rimpang Ini memiliki sifat organoleptik yang khas: warna kuning/coklat di luar, dengan bagian dalam oranye tua, bau aromatik khusus dan rasa pahit, panas.

Karakteristik ini membuat rimpang kunyit  ideal untuk gastronomi.  Bahan yang utama kari, yang mungkin dikenal secara populer .Selanjutnya, rimpang itu  merupakan sumber yang sangat  kaya dari dua produk utama yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri (esential oil) . Di satu sisi, kurkuminoid bertanggung jawab atas warna kuning jingga yang dijelaskan sebelumnya. Mereka secara khusus mengacu pada kelompok tiga senyawa fenolik, yakni  kurkumin, desmethoxycurcumin dan bisdesmethoxycurcumin, yang termasuk dari family  diarylheptanoid. Senyawa tersebut terdiri dari kerangka hidroksikarbon diketonik dengan gugus fungsional yang berbeda, tergantung pada kurkuminoidnya.

Kandungan senyawa tersebut  dalam rimpang kunyit  dapat bervariasi sesuai dengan banyak faktor, seperti varietas dan lokasi geografis, serta kondisi budidaya dan pengolahan pascapanen.

beberapa-senyawa-yang-terkandung-pada-minyak-atsiri-kunyit-sumber-gambar-ibanez-m-d-blazquez-m-a-2021-6221b36dbb44865ed72d77b2.jpg
beberapa-senyawa-yang-terkandung-pada-minyak-atsiri-kunyit-sumber-gambar-ibanez-m-d-blazquez-m-a-2021-6221b36dbb44865ed72d77b2.jpg
Untuk  minyak atsiri yang merupakan metabolit sekunder ini, kunyit biasa digunakan sebagai bumbu dan zat aditif yang memberikan warna dan rasa dalam industri makanan. Selain itu, mereka telah menunjukkan aktivitas antioksidan dan anti-inflamasi yang menjanjikan, dianggap sebagai terapi komplementer yang berharga untuk obat-obatan pada penyakit Crohn, diabetes dan kanker serta  gangguan lainnya.

Sayangnya, kelarutan yang buruk, penyerapan dan bioavailabilitas yang rendah, serta tingkat metabolisme yang tinggi, membatasi penggunaannya untuk tujuan terapeutik. Faktanya, komponen utama kurkumin belum disetujui sebagai agen terapeutik karena sifat farmakokinetik dan fisikokimianya, meskipun secara umum dianggap sebagai zat yang aman. Sebagai tanggapan, kurkuminoid telah dikaitkan dengan efek dari  lipid, misel, nanopartikel dan molekul lain.

Contohnya adalah pengikatan kurkumin dengan fosfokasein. Kombinasi ini mewakili vektor yang cocok untuk mengantarkan senyawa secara efisien, serta obat dan nutrisi lain secara umum. Analog baru dengan aktivitas yang ditingkatkan sedang dicoba untuk dikembangkan dari yang asli.

Di sisi lain, minyak atsiri adalah yang memberikan rimpang kunyit  rasa pedas dan aromatik tertentu dengan komposisi kimianya yang khas. Secara umum, seskuiterpen merupakan kelompok fitokimia yang dominan dalam minyak rimpang C. Longa.

 Lebih konkretnya, ar- -- dan -turmeron biasanya merupakan komponen utama dan paling representatif meskipun banyak elemen intrinsik dan ekstrinsik dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitasnya.

Namun demikian, komposisi kimia ini berbeda dari minyak atsiri yang diekstraksi dari bagian monoterpen (-phellandrene, terpinolene, 1,8-cineole, dll.) menonjol. Efek kesehatan yang bermanfaat yang tak terhitung jumlahnya telah dikaitkan dengan minyak rimpang C. longa sebagai konsekuensi dari komposisi kimia khusus ini: perlindungan kardiovaskular, antihiperlipidemia, antiglikemik, antioksidan, antiplatelet, antiinflamasi, antioksidan, antiartritik, dll. Terutama, banyak penelitian telah difokuskan pada ar-turmerone, menunjukkan sifat obat menarik yang menjanjikan, seperti perlindungan terhadap perkembangan tumor tertentu . aktivitas antijamur terhadap dermatofit [50], efek antiangiogenik , sifat antikonvulsan  dan pengobatan penyakit neurodegeneratif dan inflamasi lainnya, seperti psoriasis. Psoriasis adalah penyakit kulit kronis yang disebabkan oleh sistem imun yang overaktif. Gejala -- gejala yang muncul berupa kulit yang mengelupas, inflamasi (peradangan), dan bercak -- bercak tebal pada kulit yang berwarna kemerahan, putih atau silver.

Saat ini, ada peningkatan permintaan minyak atsiri  untuk parfum dan kosmetik, pertanian, farmasi, makanan dan minuman, serta di banyak industri lainnya. Salah satu tujuan utama adalah untuk menggantikan produk sintetis karena , produk sintetis  memiliki  efek kesehatan dan lingkungan yang merugikan.

Secara khusus, banyak minyak esensial seperti winter savoury, peppermint, oregano, wintergreen dan eucalypt, serta banyak komponen utamanya (carvacrol, limonene, dll.) telah menunjukkan aktivitas antimikroba, herbisida, dan antioksidan yang menarik dan bermanfaat untuk pertanian, industri makanan. Potensi penggunaannya sebagai pengawet alami untuk mencegah pembusukan tanaman dan makanan dan memperpanjang umur simpan, serta pengendalian gulma tanpa mempengaruhi panen secara signifikan.

Sifat obat dan untuk  kuliner minyak rimpang kunyit  sudah terkenal. Namun, aplikasi potensialnya dalam industri pertanian pangan masih dalam penyelidikan.

 Oleh karena itu, upaya tinjauan ini adalah untuk menyajikan literatur rinci yang berhubungan dengan ekstraksi, komposisi kimia dan aktivitas biologis minyak atsiri  rimpang kunyit dapat diaplikasi potensial dalam industri pertanian pangan sebagai alami, lebih aman dan lebih berkelanjutan. antimikroba, herbisida dan agen antioksidan.

Secara khusus, kemungkinan metode ekstraksi minyak atsiri yang berbeda dari rimpang C. longa dan karakteristiknya akan dibahas terlebih dahulu. Kemudian, komposisi kimia kualitatif dan kuantitatif minyak rimpang C. longa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta perbedaannya dengan bagian tumbuhan lain dan Curcuma spp. akan dijelaskan.

 CARA EKSTRAKSI UNTUK MEMPEROLEH MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG KUNYIT 

Aroma khas rimpang kunyit disediakan terutama oleh minyak atsirinya, yang merupakan penanda kualitas yang sangat baik dari rempah-rempah ini dan produk turunannya. Beberapa proses ekstraksi telah dilakukan dengan batang tanaman bawah tanah untuk mendapatkan campuran senyawa penyedap ini, distilasi uap menjadi yang paling umum dipilih. Dalam proses ini, semburan uap melewati bahan tanaman yang ditempatkan pada pelat berlubang di atas, menyeret senyawa organik Ini menyajikan kerugian, termasuk sejumlah besar bahan baku dan waktu yang dibutuhkan dan, akibatnya, harga tinggi [68]. Selain itu, proses ini kadang-kadang dapat menimbulkan kesulitan, baik penguapan senyawa volatil uap oleh panas laten yang tersisa atau runtuhnya karena elevasi yang berlebihan dalam labu.

Dengan tujuan untuk menghindari kekurangan ini dan akibatnya meningkatkan kualitas dan kuantitas minyak atsiri, teknik ini biasanya telah dimodifikasi dan/atau dikombinasikan dengan teknik lain. Misalnya, Chandra et al. menggabungkan proses sirkulasi air terus menerus ke distilasi uap biasa dari minyak atsiri rimpang dan daun kunyit, masing-masing mencapai hasil 13% dan 29% lebih banyak, dibandingkan dengan proses konvensional. Selain itu, distilasi berikutnya dengan vakum memungkinkan ekstraksi yang lebih efisien dari monoterpen kunyit dan seskuiterpen. Penambahan tempat tidur rimpang kunyit di atas sumber uap juga menjadi kunci untuk memaksimalkan hasil minyak atsiri.  Secara umum, jaket uap terbentuk, membantu mencapai suhu tinggi distilasi yang konstan dan menghindari degradasi minyak dan, oleh karena itu, bau yang tidak diinginkan muncul darinya.

 CARA EKSTRAKSI UNTUK MEMPEROLEH MINYAK ATSIRI DARI RIMPANG KUNYIT

Aroma khas rimpang kunyit disediakan terutama oleh minyak atsirinya, yang merupakan penanda kualitas yang sangat baik dari rempah-rempah ini dan produk turunannya. Beberapa proses ekstraksi telah dilakukan dengan batang tanaman bawah tanah untuk mendapatkan campuran senyawa penyedap ini, distilasi uap menjadi yang paling umum dipilih [63,64,65]. Dalam proses ini, semburan uap melewati bahan tanaman yang ditempatkan pada pelat berlubang di atas, menyeret senyawa organik Ini menyajikan kerugian tertentu pada skala industri  termasuk sejumlah besar bahan baku dan waktu yang dibutuhkan dan, akibatnya, harga tinggi Selain itu, proses ini kadang-kadang dapat menimbulkan kesulitan, baik penguapan senyawa volatil uap oleh panas laten yang tersisa atau runtuhnya karena elevasi yang berlebihan dalam labu.Dengan tujuan untuk menghindari kekurangan ini dan akibatnya meningkatkan kualitas dan kuantitas minyak atsiri, teknik ini biasanya telah dimodifikasi dan/atau dikombinasikan dengan teknik lain. Misalnya, Chandra et al. menggabungkan proses sirkulasi air terus menerus ke distilasi uap biasa dari minyak atsiri rimpang dan daun kunyit, masing-masing mencapai hasil 13% dan 29% lebih banyak, dibandingkan dengan proses konvensional . Selain itu, distilasi berikutnya dengan vakum memungkinkan ekstraksi yang lebih efisien dari monoterpen kunyit dan seskuiterpen . Penambahan tempat tidur rimpang kunyit di atas sumber uap juga menjadi kunci untuk memaksimalkan hasil minyak atsiri.Secara umum, jaket uap terbentuk, membantu mencapai suhu tinggi distilasi yang konstan dan menghindari degradasi minyak dan, oleh karena itu, bau yang tidak diinginkan muncul darinya.

Di sisi lain, hidrodistilasi juga banyak digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri dari rimpang kunyit pada skala industri, karena efisiensi biaya rendah dan implementasi yang mudah. Sayangnya, kadang-kadang dapat berarti waktu ekstraksi yang lebih lama dan produksi air limbah, serta kehilangan dan perubahan komposisi minyak atsiri karena bahan mentah bersentuhan dengan air mendidih . Meskipun demikian, distilasi dalam peralatan Clevenger memberikan hasil yang lebih baik dalam proses penghilangan bau kunyit dibandingkan dengan metode distilasi lainnya, seperti distilasi menggunakan peralatan Kjeldahl atau di bawah vakum tinggi .

Metode ekstraksi terbaru muncul untuk mengatasi keterbatasan yang konvensional, seperti perpindahan panas, waktu dan kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.Keuntungan ini juga telah diamati dalam ekstraksi oleoresin dan, lebih khusus, kurkuminoid, komponen aktif dari rimpang kering ekstrak C. longa .

Di antara metode ini, ekstraksi cairan superkritis (SFE) . telah menunjukkan banyak keuntungan untuk ekstraksi minyak pada skala industri, termasuk pengurangan waktu ekstraksi, ekstrak berkualitas lebih tinggi dan, pada prinsipnya, penggunaan karbon dioksida (CO2) sebagai pelarut yang tidak beracun, tidak mudah terbakar dan bebas residu . Sehubungan dengan kunyit, hasil yang unggul tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan dalam komposisi relatif atau konsentrasi yang lebih tinggi dari sebagian besar komponen minyak esensial . diperoleh dengan menggunakan SFE daripada sistem konvensional distilasi uap dan ekstraksi ultrasound. Namun, hasil minyak kunyit lebih tinggi dengan ekstraksi Soxhlet dari SFE .Khususnya, kombinasi 320 K dan 26 MPa memberikan produksi minyak kunyit yang optimum dengan kemurnian 71% kunyit [88] atau 67,7% dengan 313 K dan 20,8 MPa [89]. Kondisi optimal serupa untuk mendapatkan minyak atsiri kualitas tertinggi dari rimpang kunyit (75% ar-, - dan -turmeron) dilaporkan oleh Carvalho et al. (333 K dan 25 MPa) . Namun demikian, teknik ini masih dalam kajian untuk mencapai optimasi yang lebih tinggi. Pengaruh variasi parameter operasi yang berbeda (suhu, waktu ekstraksi, tekanan, kelarutan dan ukuran partikel) bersama-sama dengan integrasi teknik lain, seperti SFE dibantu dengan menekan (SFEAP), diselidiki untuk mencapai hasil yang lebih tinggi, kualitas minyak atsiri kunyit dan senyawa utamanya.

Di antara SFE, ekstraksi air subkritis (SWE) juga menunjukkan banyak keuntungan dibandingkan metode tradisional dalam pemulihan senyawa bioaktif dari tanaman, kecuali implementasi pada skala industri untuk saat ini . Secara khusus, ini memanfaatkan sifat khusus air superkritis di bawah kondisi suhu dan tekanan tinggi (100--374 C, >50 bar) untuk mengekstrak senyawa nonpolar. Setelah mempelajari secara mendalam pengaruh kondisi operasi dalam ekstraksi minyak atsiri C. longa dari rimpang (suhu, laju alir, ukuran partikel, waktu, dll.), SWE telah menunjukkan selektivitasnya untuk meningkatkan senyawa target dan kesesuaiannya sebagai metode hijau dan efektif untuk ekstraksi minyak esensial dan kurkumin dari rimpang kunyit .

Ekstraksi ultrasonik adalah metode lain ekstraksi minyak esensial dan senyawa bioaktif lainnya . Ini didasarkan pada kavitasi ultrasonik: ledakan gelembung menghasilkan jet mikro yang menghancurkan kelenjar lipid di jaringan sel tanaman, melepaskan minyak esensial [68]. Ini telah mengatasi kinetika ekstraksi rendah dan hasil minyak esensial yang dihasilkan SFE dengan meningkatkan perpindahan massa antara sel tanaman dan pelarut . Selain itu, biasanya dikombinasikan dengan teknik ekstraksi lainnya, meningkatkan efisiensi dan mengurangi waktu dan biaya pemrosesan.

Penggunaan energi gelombang mikro (ekstraksi gelombang mikro bebas pelarut (SFME) dan ekstraksi berbantuan gelombang mikro (MAE)) memiliki keuntungan yang sama seperti kasus sebelumnya: pengurangan biaya, waktu ekstraksi, konsumsi energi dan emisi CO2. Reaktor gelombang mikro adalah sumber panas yang mendorong pecahnya dan pelepasan akumulasi minyak atsiri. Ini merupakan metode yang lebih efisien untuk ekstraksi minyak atsiri dari keluarga Zingibereaceace, karena mampu mengurangi waktu ekstraksi dari empat jam dalam hidrodistilasi menjadi satu jam, menghindari pembentukan produk degradasi dan memperoleh hasil maksimal. Selanjutnya, penggunaan ekstraksi gelombang mikro memunculkan kategori teknik lain untuk meningkatkan kinerjanya, seperti hidrodistilasi dibantu gelombang mikro (HDAM), penyulingan uap dibantu gelombang mikro (SDAM), vakum gelombang mikro hidrodistilasi (VMHD) atau gelombang mikro dengan hidrodifusi dan gravitasi (MHG).

Terakhir, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk ekstraksi minyak atsiri C. longa. Ini mengatasi masalah panas berlebih yang dicapai dengan teknik konvensional tertentu dan, akibatnya, menghindari hilangnya senyawa dan sifat minyak esensial . Etanol, heksana atau kloroform adalah beberapa pelarut yang digunakan untuk mengekstrak minyak atsiri kunyit, yang terakhir dengan hasil minyak atsiri kunyit yang lebih tinggi diperoleh. Baru-baru ini, sekelompok peneliti mengusulkan freon sebagai ekstraktan minyak esensial yang cocok dan aman dari akar C. longa dan komponen utamanya.

Secara umum, hasilnya berupa cairan berwarna kuning hingga jingga yang berbau segar, pedas dan aromatik dengan aroma jeruk manis dan jahe serta rasa pahit yang tajam dan membakar . Karakteristik fisik ini, serta komposisi kimia dan sifat terkait dari minyak esensial, dapat bervariasi tergantung pada teknik ekstraksi. Untuk alasan ini, pemilihan metode dan kondisi operasi yang paling memadai adalah kunci untuk mendapatkan jumlah dan kualitas minyak atsiri C. longa yang maksimal . Selain metode ekstraksi, faktor lain seperti proses pengeringan dan penyimpanan juga mempengaruhi komposisi kimia minyak atsiri kunyit, sehingga perlu dilakukan identifikasi komposisi kimia selanjutnya untuk mengetahui variasi dan pengendalian mutu minyak atsiri kunyit.

 ANALISIS KIMIA MINYAK ATSIRI YANG DIPEROLEH DARI RIMPANG KUNYIT 

Komposisi kimia minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang C. longa telah banyak ditentukan melalui kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS). yang biasanya digunakan untuk analisis seskuiterpenoid sendiri atau dikombinasikan dengan kromatografi gas. -flame ionisation detector (GC-FID). untuk mencapai analisis kuantitatif. Penentuan komposisi kimia adalah kuncinya, karena komponen minyak atsiri dan konsentrasinya dapat dianggap sebagai sidik jari yang memberikan karakteristik dan sifat tertentu.

Sebagai aturan umum, seskuiterpen teroksigenasi telah diidentifikasi sebagai yang dominan (dan alasan utama aktivitas biologis minyak esensial kunyit. Konkretnya, turmeron (-, - dan ar-) mewakili komponen individu utama dan paling khas. Mereka memberikan sifat yang menarik untuk minyak esensial C. longa, seperti antikanker, anti-inflamasi, antioksidan dan pencegahan demensia. Bahkan mereka meningkatkan bioavailabilitas dan aktivitas komponen kunyit penting lainnya seperti kurkumin. Secara khusus, ar-turmeron (6S-2-metil-6-(4-metilfenil) hept-2-en-4-one) telah diidentifikasi sebagai yang utama, diikuti oleh - dan -, di C. longa minyak rimpang . Banyak penulis telah melaporkan tentang potensi terapeutik ar-turmeron dan berbagai manfaatnya bagi kesehatan manusia . Lee menunjukkan aktivitas antibakterinya terhadap patogen manusia seperti Clostridium perfringens dan Escherichia coli.Pada tahun yang sama, ia juga melaporkan efek penghambatan yang lebih tinggi daripada aspirin dalam agregasi trombosit yang diinduksi oleh kolagen dan asam arakidonat. Peneliti lain telah mengusulkan ar-turmeron sebagai antikanker alami dan agen pencegahan kanker, dianggap sebagai ,-keton tak jenuh dari molekul, farmakofor utama, untuk aktivitas ini . ar-Turmerone juga telah diamati berguna dalam pencegahan dan pelemahan penyakit inflamasi seperti psoriasis dan penyakit saraf .

Seskuiterpen teroksigenasi juga merupakan kelompok dominan dalam minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang spesies lain yang termasuk dalam genus Curcuma. Misalnya, curzerenone adalah senyawa utama dalam minyak rimpang C. angustifolia dan C. zedoaria; curdione adalah yang utama di C. nankunshanensis, C. wenyujin dan C. kwangsiensis; germakron pada C. sichuanensis dan C. leucorhiza; -elemenon dalam C. nankunshanensis var. nanlingensis; xanthorrhizol di C. xanthorrhiza dan velleral di C. Attenuata. Kunyit biasanya ada, dianggap sebagai komponen yang paling representatif secara umum. Namun demikian, jumlahnya dapat bervariasi antar spesies, mungkin karena perbedaan intrinsik di antara mereka. Kuantifikasi seskuiterpen teroksigenasi, bersama dengan identifikasi komponen sekunder, adalah kunci untuk pembedaan dan kontrol kualitas Curcuma spp.

Seskuiterpenoid umumnya diikuti oleh sejumlah kecil hidrokarbon seskuiterpen dalam minyak rimpang C. longa . Kelompok ini dicirikan oleh keragaman struktural yang besar, memberikan berbagai wewangian dan aroma khas pada minyak atsiri . Secara khusus, turunan bisabolane monosiklik dengan cincin C6 yang dibentuk dalam analogi dengan kerangka mentana yang disorot dalam minyak esensial kunyit yang diperoleh dari rimpang. Beberapa contohnya adalah isomer bisabolene (-bisabolene), -zingiberene dan ar-curcumene, karakteristik Curcuma spp. dan jahe. -caryophyllene juga umum, tersebar luas di tanaman pangan dan berasal dari -humulene, dengan cincin C9 menyatu dengan cincin siklobutana . Hidrokarbon seskuiterpen mendominasi dibandingkan yang teroksigenasi dalam minyak rimpang Curcuma spp. lainnya, seperti C. aromatica (Sesquiterpene Hydrocarbons (SH): 8,30% 1,90% dan Oxygenated Sesquiterpenes (OS): 7,10% 2,14%) dan C. kwangsiensis var nanlingensis (SH: 9,76% 1,89% dan OS: 6,80% 1,27%) .

Jumlah hidrokarbon monoterpen dan monoterpen teroksigenasi biasanya lebih rendah di sebagian besar sampel minyak atsiri rimpang C. Longa. Sebaliknya, mereka merupakan kelompok yang paling melimpah dalam minyak rimpang Curcuma spp. lain yang berbeda, seperti C. Amada,  serta dalam minyak esensial yang diperoleh dari bagian udara C. longa . Dalam hal ini, rendemen minyak atsiri C. longa bervariasi antara daun (23%), rimpang (48%) dan rizoid (27%), serta komposisi kimia yang berbeda antara tangkai daun, lamina dan minyak rizoid (myrcene, p-cymene, dll.) dibandingkan dengan batang dan rimpang yang didominasi turmeron [138]. -Phellandrene, terpinolene dan 1,8-cineole biasanya merupakan senyawa paling melimpah yang terdeteksi dalam minyak atsiri yang diekstraksi dari daun C. longa , sedangkan turmeron ditemukan di minor konsentrasi yang juga biasanya ditemukan dalam minyak esensial dari bagian udara C. longa p-cymene, -terpinene, myrcene dan pinenes. Namun, pada sampel C. longa yang ditanam di Nigeria, minyak atsiri daun didominasi oleh kunyit, seperti pada rimpang. Selain itu, konsentrasi penting C8-aldehida (20,58%) ditemukan dalam minyak esensial daun C. longa di stasiun penelitian dataran tinggi di Odisha, India. Konsentrasi senyawa ini dapat ditingkatkan dengan meningkatkan produksi biomassa daun.

Bagian udara C. longa biasanya berakhir sebagai produk limbah. Pendekatan yang menarik adalah daur ulang mereka untuk mendapatkan senyawa aktif biologis. Dalam pengertian ini, minyak esensial daun C. longa dan komponen utamanya -phellandrene telah menunjukkan aktivitas insektisida yang luar biasa terhadap Cochliomya macellaria, agen penyebab myasis pada manusia dan hewan, serta terhadap Lucilia cuprina . yang juga merupakan C. minyak atsiri daun longa menonjol karena sifat obat dan pengawetannya, dengan penghambatan pertumbuhan mikroba dan produksi toksin yang signifikan .

Di sisi lain, beberapa penelitian menguatkan bahwa komposisi kimia kualitatif dan kuantitatif minyak atsiri rimpang kunyit dapat berfluktuasi sesuai dengan banyak faktor . Terkadang, komposisi kimia yang berbeda berasal dari karakteristik intrinsik setiap genotipe. Faktanya, sifat-sifat tertentu dari varietas tertentu C. longa dapat mempengaruhi kandungan minyak rimpang, yang merupakan kriteria yang baik untuk pemilihan minyak hasil tinggi. Mengenai hal ini, sebuah penelitian menarik mengamati hubungan langsung antara tinggi tanaman dan kandungan minyak rimpang, serta korelasi negatif antara jumlah minyak atsiri dalam daun kering dengan yang terkandung dalam rimpang segar . Contoh nyata pengaruh genotipe adalah perbedaan komposisi kimia antara minyak rimpang C. longa kuning yang kaya akan seskuiterpen teroksigenasi (ar-turmerone, turmerone, curlone, dll.) dan merah.

Di sisi lain, beberapa penelitian menguatkan bahwa komposisi kimia kualitatif dan kuantitatif minyak atsiri rimpang kunyit dapat berfluktuasi sesuai dengan banyak faktor . Terkadang, komposisi kimia yang berbeda berasal dari karakteristik intrinsik setiap genotipe. Faktanya, sifat-sifat tertentu dari varietas tertentu C. longa dapat mempengaruhi kandungan minyak rimpang, yang merupakan kriteria yang baik untuk pemilihan minyak hasil tinggi. Mengenai hal ini, sebuah penelitian menarik mengamati hubungan langsung antara tinggi tanaman dan kandungan minyak rimpang, serta korelasi negatif antara jumlah minyak atsiri dalam daun kering dengan yang terkandung dalam rimpang segar [150]. Contoh nyata pengaruh genotipe adalah perbedaan komposisi kimia antara minyak rimpang C. longa kuning yang kaya akan seskuiterpen teroksigenasi (ar-turmeron, turmeron, curlone, dll.) dan minyak merah dengan monoterpen teroksigenasi (carvacrol, citral, methyl eugenol, geraniol, dll.) sebagai senyawa utama yang lebih mirip dengan Origanum atau Thymus spp. Memang, warna rimpang terkait erat dengan sifat menguntungkan dari C. longa. Pengaruh genotipe atau kultivar juga telah dilaporkan oleh penulis lain yang mengamati variasi yang signifikan dalam hasil dan komposisi kimia minyak rimpang C. longa di bawah kondisi iklim yang sama.

Bersama dengan faktor genetik dan lingkungan, lokasi geografis berkontribusi pada hasil dan kualitas minyak rimpang C. longa yang berbeda, bahkan mengembangkan kemotipe yang berbeda. Di India, wilayah produksi menentukan jenis kunyit. Sampel dari Nepal termasuk - dan -turmeron (masing-masing 8,19% dan 17,74%) antara senyawa lain seperti epi--patshutene (7,19%), -sesquiphellandrene (4,99%), 1,4-dimetil-2-isobutilbenzena (4,4%), ()-dihydro-ar-turmerone (4,27%) dan zingiberene (4,03%)  Komponen utama minyak atsiri dari Nigeria adalah ar-turmerone, -turmerone dan -turmerone, sedangkan turmerones (sekitar 37%), bersama dengan terpinolene (15,8%), zingiberene (11,8%) dan -sesquiphellandrene (8,8%), didominasi dalam minyak rimpang dari Pulau Reunion. Kunyit masih juga merupakan senyawa dominan dalam sampel dari Faisalabad (Pakistan) dan Turki . Di benua Amerika Selatan, minyak atsiri yang diisolasi dari rimpang yang tumbuh di Ekuador kaya akan ar-turmerone (45,5%) dan -turmerone (13,4%), mirip dengan sampel Kolombia, sedangkan dari Brasil didominasi oleh zingiberene (11% ), sesquiphellandrene (10%), -turmerone (10%) dan -curcumene (5%) .

Analisis kondisi masing-masing habitat C. longa dapat membantu untuk memprediksi fitur minyak atsiri yang dihasilkan dan meningkatkan hasil dan kualitasnya; hasil apa yang sangat penting untuk pengoptimalan dan komersialisasinya. Ketinggian, kelembaban, curah hujan, suhu, pH tanah, karbon organik, nitrogen, fosfor dan kalium adalah beberapa faktor yang menyebabkan variasi yang luas dalam hasil dan komposisi kimia minyak atsiri rimpang. Dari pengembangan model prediksi dan uji in vivo, ketinggian, pH tanah, nitrogen dan karbon organik telah diamati sebagai peningkat produksi minyak atsiri rimpang. Di antara mereka, nitrogen dan karbon organik meningkatkan kandungan turmeron secara nyata dan fosfor dan kalium menghasilkan minyak .Konfigurasi lahan yang melibatkan alur dan jerami di sekitar C. longa mengurangi hilangnya nutrisi tanah ini, meningkatkan hasil rimpang .

Tingkat kematangan rimpang C. longa juga dapat mempengaruhi rendemen, komposisi kimia dan sifat minyak atsiri. Sehubungan dengan ini, Garg et al. menunjukkan bahwa persentase kandungan minyak atsiri sangat bervariasi antara rimpang segar dan kering dari 27 aksesi C. longa di India Utara . Demikian pula, Sharma et al. juga mengamati variasi tertentu dalam komposisi kimia kualitatif dan kuantitatif antara minyak atsiri yang diekstraksi dari campuran rimpang berumur 5-10 bulan dan delapan rimpang.  Selanjutnya, Singh et al. menegaskan bahwa minyak atsiri rimpang segar mengandung sejumlah besar senyawa aktif turmeron daripada yang kering, akibatnya memiliki aktivitas yang lebih kuat . Tren yang berbeda diamati oleh Gounder et al., yang melaporkan aktivitas yang lebih tinggi dari curing (rimpang segar direbus dalam air, dikeringkan di tempat teduh dan dipoles) dan minyak rimpang kering di atas yang segar , mungkin karena persentase ar yang lebih rendah. -turmeron dan -turmeron. Bagaimanapun, kontrol kondisi pengeringan merupakan parameter penting untuk mendapatkan kandungan minyak atsiri tertinggi dalam waktu sesingkat mungkin.  Matahari dan pengeringan mekanis hidup berdampingan sebagai metode pengeringan rimpang C. Longa. Secara khusus, Monton et al. menegaskan bahwa satu jam pengeringan microwave tanpa pengeringan konvensional mewakili kondisi optimal untuk mendapatkan yang tertinggi.

APLIKASI MINYAK ATSIRI  RIMPANG KUNYIT  PADA  INDUSTRI MAKANAN

Penyakit bawaan makanan, pembusukan, serangan serangga dan gulma adalah beberapa masalah umum yang menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi industri pangan pertanian. Pengawet kimia dan pestisida telah banyak dimanfaatkan untuk mempertahankan dan meningkatkan hasil dan produktivitas. Namun, banyak cacat yang berasal dari penggunaannya yang berlebihan telah dijelaskan secara luas. Akibatnya, keberlanjutan telah menjadi subjek yang semakin penting dalam industri pertanian pangan. Karakteristik produk alam tertentu, terutama minyak atsiri (zero waste), telah menjadi bahan kajian sebagai alternatif yang berkelanjutan . Di antara mereka, minyak rimpang C. longa dapat mengambil bagian dalam industri pangan pertanian baru yang lebih aman dan ramah lingkungan karena aktivitas antimikroba, herbisida dan antioksidannya yang menjanjikan .

Biasanya kontaminasi bakteri lebih sulit dideteksi, karena makanan umumnya tampak normal sampai infeksi lanjut. Sebaliknya, kontaminasi jamur dapat dengan mudah dirasakan, karena biasanya mengubah bau, penampilan dan tekstur makanan . Minyak atsiri C. longa telah menunjukkan efek fungisida yang kuat terhadap agen penyebab penyakit penting pada tanaman Secara khusus, pertumbuhan radial Colletotrichum gloeosporioides, Sphaceloma cardamomi dan Pestalotia palmarum benar-benar terhambat setelah perawatan dengan minyak esensial dari rimpang C. longa pada 1--5%. Jamur fitopatogen lainnya, seperti Rhizoctonia solani, Aspergillus sp. dan Fusarium sp., juga sangat terpengaruh, terutama pada konsentrasi tertinggi (5%) yang diuji .

Sangat menarik untuk dicatat bahwa minyak esensial merupakan alternatif alami untuk pengawet asam lemah yang biasanya digunakan dalam pencegahan A. niger, kontaminan umum yogurt, minuman siap saji dan, terutama, produk roti . Khususnya, pengemasan dengan film biopolimer yang mengandung minyak esensial kunyit (35,46% turmerone, 20,61% cumene dan 13,82% ar-turmerone) merupakan teknologi yang berkelanjutan dan efisien untuk melindungi produk makanan ini dari serangan jamur berfilamen. Film biopolimer bertindak sebagai pembawa, melepaskan secara berkelanjutan agen antimikroba minyak esensial kunyit . Bahkan, penambahan minyak atsiri kunyit dalam edible coating film dapat meningkatkan perlindungan makanan dari kontaminasi mikroba secara umum. Sehubungan dengan ini, pertumbuhan jamur perusak umum labu Penicillium dan Cladosporium spp. berkurang 60,3% dan 41,6%, masing-masing, selama 15 hari dengan lapisan yang dapat dimakan berdasarkan pati achira (Canna indica L.) yang mengandung 0,5% b/b minyak rimpang C. longa .

Efek antijamur minyak esensial C. longa telah diuji pada Aspergillus spp. lainnya, seperti A. flavus, kontaminan umum sereal, kacang-kacangan, jus, dan buah-buahan segar dan kering , serta salah satu utama sumber aflatoksin dalam tanaman pertanian, dianggap sebagai mikotoksin yang paling bermasalah di seluruh dunia .Laju pertumbuhan A. flavus berkurang secara signifikan dengan hanya 0,10% v/v minyak rimpang C. longa (33,2% ar-turmeron, 23,5% -turmeron dan 22,7% -turmeron). Selanjutnya, perkecambahan dan sporulasi sepenuhnya dihambat pada 0,5% v/v .

Mengenai Fusarium spp., perusak serbaguna buah, sayuran, sereal, dll,  menghasilkan kerugian ekonomi yang penting dalam industri pertanian pangan, minyak atsiri C. longa rimpang juga menunjukkan hasil yang menjanjikan. Produksi mikotoksin, khususnya thrichothecenes dan fumonisin, dengan dampak kesehatan yang serius pada manusia dan ternak dengan potensi karsinogenik dan penghambatan sintesis protein, masing-masing , adalah masalah lain yang harus dipecahkan. Minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang segar C. longa (42,6% -turmerone, 16,0% -turmerone dan 12,9% ar-turmerone) berpengaruh nyata terhadap perkembangan F. vericillioides dengan menurunkan ketebalan dan panjang mikrokonidia, seperti serta biomassa jamur. Produksi fumonisin juga secara signifikan dihambat, Demikian juga, minyak rimpang C. longa (53,10% ar-turmeron) memiliki efek yang cukup besar dalam morfologi miselia dan spora, serta dalam produksi zearalenon F. graminearum,  sebagai pertumbuhan m.iselium F. moniliforme dan F. oxysporum masing-masing dihambat pada 1000 dan 2000 ppm

Di sisi lain, minyak atsiri yang diperoleh dari bagian lain C. longa dengan komposisi kimia yang berbeda juga menunjukkan aktivitas antimikroba. Dalam hal ini, minyak atsiri C. longa yang didominasi oleh monoterpen teroksigenasi (82,0%) menunjukkan aktivitas antijamur in vivo yang menjanjikan terhadap P. expansum dan Rhizopus stolonifer bila dikombinasikan dengan minyak atsiri A. sativum, mewakili alternatif alami untuk fungisida kimia dalam perlindungan tomat . Demikian pula, minyak atsiri C. longa yang kaya akan monoterpen (20,4% -phellandrene, 10,3% 1,8-cineole dan 6,19% terpinolene) dan dengan jumlah - dan -turmerone yang cukup besar (19,8% dan 7,35%) menyajikan salah satu MIC tertinggi (0,06-0,36 mg/mL) sehubungan dengan 11 minyak esensial yang berbeda terhadap lima ragi pembusuk makanan .

Oleh karena itu, aktivitas antimikroba yang tinggi dari minyak esensial C. longa mungkin karena sinergisme antara senyawa utama yang biasa ar-turmerone, turmerone dan curlone dan kelompok fenolik lainnya .

Minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang segar C. longa (42,6% -turmerone, 16,0% -turmerone dan 12,9% ar-turmerone) berpengaruh nyata terhadap perkembangan F. vericillioides dengan menurunkan ketebalan dan panjang mikrokonidia, seperti serta biomassa jamur. Produksi fumonisin juga secara signifikan dihambat . Demikian juga, minyak rimpang C. longa (53,10% ar-turmeron) memiliki efek yang cukup besar dalam morfologi miselia dan spora, serta dalam produksi zearalenon F. Graminearum. Sebagai pertumbuhan miselium F. moniliforme dan F. oxysporum masing-masing dihambat pada 1000 dan 2000 ppm .

Di sisi lain, minyak atsiri yang diperoleh dari bagian lain C. longa dengan komposisi kimia yang berbeda juga menunjukkan aktivitas antimikroba. Dalam hal ini, minyak atsiri C. longa yang didominasi oleh monoterpen teroksigenasi (82,0%) menunjukkan aktivitas antijamur in vivo yang menjanjikan terhadap P. expansum dan Rhizopus stolonifer bila dikombinasikan dengan minyak atsiri A. sativum, mewakili alternatif alami untuk fungisida kimia dalam perlindungan tomat . Demikian pula, minyak atsiri C. longa yang kaya akan monoterpen (20,4% -phellandrene, 10,3% 1,8-cineole dan 6,19% terpinolene) dan dengan jumlah - dan -turmerone yang cukup besar (19,8% dan 7,35%) menyajikan salah satu MIC tertinggi (0,06-0,36 mg/mL) sehubungan dengan 11 minyak esensial yang berbeda terhadap lima ragi pembusuk makanan .

Oleh karena itu, aktivitas antimikroba yang tinggi dari minyak esensial C. longa mungkin karena sinergisme antara senyawa utama yang biasa ar-turmerone, turmerone dan curlone dan kelompok fenolik lainnya.

Berdasarkan data tersebut, minyak atsiri dari rimpang C. longa dapat dianggap sebagai alternatif hijau untuk biopreservasi dalam industri pertanian pangan. Ini telah menunjukkan aktivitas antimikroba tergantung dosis yang menjanjikan terhadap berbagai mikroorganisme. Khasiat ini tidak selalu sama dengan minyak esensial yang diekstraksi dari bagian lain dari C. longa. Oleh karena itu, kemanjurannya mungkin karena komposisi kimianya yang khusus, terutama dengan dominasi turmeron dan kombinasi dengan senyawa teroksigenasi lainnya. Hal ini membuat minyak rimpang C. longa menjadi subjek penggabungan dalam film pelapis yang dapat dimakan dan teknologi enkapsulasi lainnya untuk aplikasi masa depan.

AKTIVITAS HERBISIDA

Perkembangan resistensi dan toleransi gulma, kerusakan tanaman atau pencemaran lingkungan merupakan masalah utama akibat penggunaan herbisida sintetik secara terus menerus dalam pertanian global.  Alternatif herbisida sintetik untuk pengelolaan gulma dan ketahanan pangan memerlukan penelitian dari sumber alami seperti minyak atsiri untuk mengembangkan herbisida yang lebih aman dan berkelanjutan tanpa mempengaruhi hasil tanaman secara signifikan. Beberapa minyak atsiri telah menunjukkan sifat herbisida yang menjanjikan, menghambat perkecambahan biji dan/atau pertumbuhan bibit dari sejumlah besar gulma . Bahkan, beberapa dari mereka sudah menjadi komponen utama dari beberapa komposisi herbisida komersial, mengambil bagian dalam pembangunan industri pertanian pangan yang baru muncul yang tidak berbahaya dan ramah lingkungan .

Mengenai kunyit, minyak atsiri rimpang (38,7% ar-turmeron, 18,6% -turmeron dan 14,2% -turmeron) telah terbukti menjadi pengobatan pasca-muncul yang potensial dalam pengendalian gulma seperti krokot (Portulaca oleracea L. ), terutama agresif di bidang pertanian karena keserbagunaannya dalam mempengaruhi berbagai skenario karena toleransinya terhadap perubahan dan pertumbuhan yang cepat ,  ryegrass Italia (Lolium multiflorum Lam.), gulma yang tumbuh cepat dengan kapasitas produksi dalam jumlah besar. benih, menjadi sangat kompetitif dalam panen biji-bijian dan sayuran kecil, di mana itu merupakan masalah besar karena perkembangan resistensi herbisida  dan rumput lumbung (Echinochloa crus-galli (L.) Beauv.), dianggap sebagai salah satu yang terburuk di dunia Gulma menyerang sistem tanam.terutama merugikan di sawah, di mana mengganggu transmisi cahaya kanopi, memicu serangkaian perubahan metabolisme pada beras yang dapat menyebabkan kerugian parah id 55,2% . Secara nyata, ini mengurangi perkembangan hipokotil dari ketiga gulma tersebut masing-masing 56,55%, 40,45% dan 39,33%, dari 0,125 menjadi 1 L/mL, tanpa mempengaruhi perkecambahan biji atau pertumbuhan hipokotil tanaman tomat, mentimun dan padi .

Tidak berbahayanya minyak esensial rimpang C. longa untuk tanaman pangan, penantang besar dalam pencarian herbisida alami, telah dikuatkan oleh penulis lain. Misalnya, Prakash et al. menegaskan bahwa itu tidak mempengaruhi perkecambahan biji buncis. Panjang rata-rata hipokotil dan radikula tidak berkurang secara signifikan setelah tiga hari paparan minyak esensial mengenai kontrol (masing-masing 3,65 dan 0,82 cm vs 3,75 dan 0,93 cm). Hanya kombinasinya dengan minyak atsiri Z. officinale yang menunjukkan fitotoksisitas tertentu terhadap benih, mungkin karena aktivitas Z. officinale . Namun, minyak atsiri yang berasal dari spesies lain yang termasuk dalam genus Curcuma telah menunjukkan tindakan fitotoksik terhadap tanaman pangan. Misalnya, minyak atsiri C. zedoaria dengan dominasi senyawa teroksigenasi (18,20% epi-curzerenone dan 15,75% 1,8-cineole) sangat menekan perkecambahan, tingkat perkecambahan dan perkembangan bibit selada dan tomat. Khususnya, perkecambahan biji dari kedua tanaman menurun dari 80% menjadi 0% dan dari 100% menjadi 40%, dengan demikian, pada dosis tertinggi dari pengujian minyak esensial C. zedoaria (1,00%), dan pertumbuhan hipokotil dan radikula berkurang secara signifikan. , dengan minyak esensial hanya 0,73-0,86% .

Selanjutnya, minyak rimpang C. longa merupakan kandidat potensial untuk pengendalian biologis dari spesies tanaman asing invasif yang muncul. Secara khusus, ini luar biasa dalam efek penghambatan dalam pengembangan rumput pampas (Cortaderia selloana (Schult. & Schult. f.) Asch. & Graebn.) dan tembakau pohon (Nicotiana glauca Graham.) dari dosis terendah (0,125 L/ mL) diuji. Di antara mereka, C. selloana menunjukkan kepekaan khusus terhadap minyak esensial C. longa. Perkecambahan benih secara drastis dihambat dengan cara yang bergantung pada dosis, mencapai pengurangan 81,71% pada dosis tertinggi (1 L/mL) yang diterapkan . Sangat menarik untuk dicatat bahwa pengelolaan spesies invasif dengan alternatif berkelanjutan merupakan langkah penting lainnya dalam pertanian global, karena spesies ini menjadi naturalisasi di sejumlah besar wilayah dengan konsekuensi serius: mereka mempengaruhi lingkungan, mengubah sifat tanah, mempengaruhi keanekaragaman, dll dan, akhirnya, bergema dalam faktor sosial ekonomi, serta kesehatan manusia.

Di sisi lain, produk lain yang berasal dari C. longa telah menunjukkan aktivitas fitotoksik. Dengan cara ini, ekstrak etanol sepenuhnya menghambat pertumbuhan gulma terapung umum duckweed (Lemna minor (L.) Griff.) pada 100 dan 1000 g/mL [240], sedangkan ekstrak etil asetat (1000-10.000 ppm) menunjukkan efek penghambatan tertinggi vs perkecambahan biji dan pertumbuhan bibit lobak dibandingkan dengan sikloheksana dan n-heksana, yang merangsang perkecambahan dan pemanjangan pada 10.000 dan 7500 ppm, masing-masing [241]; baru-baru ini, Akter et al. berkomentar tentang efek penghambatan ampuh ekstrak metanol terhadap perkecambahan biji dan pertumbuhan bibit dari kedua gulma beggarticks (Bidens pilosa L.) dan tanaman selada, lobak dan selada. Terutama, kurkuminoid utama yang ada dalam varietas emas Ryudai C. longa sangat mengurangi perkecambahan biji, serta pertumbuhan akar dan pucuk gulma (IC50 8.7-12.9 dan 15.5-38.9 mol/L, masing-masing).

Oleh karena itu, C. longa dapat dianggap sebagai sumber bioproduk penting dengan sifat fitotoksik yang menarik. Terutama, minyak atsiri rimpang telah menunjukkan aktivitas herbisida yang tepat terhadap gulma tertentu dan spesies tanaman invasif, tanpa merusak tanaman pangan secara signifikan. Pengamatan ini menjadikan minyak atsiri rimpang C. longa sebagai referensi penyelidikan senyawa pembasmi hama baru. Penelitian lebih lanjut yang melibatkan lebih banyak spesies gulma dan tanaman, serta kondisi yang berbeda, diperlukan untuk terus menunjukkan potensinya sebagai bioherbisida.

 Pencegahan Pembusukan Makanan: Aktivitas Antioksidan

Produk makanan yang disimpan dapat mengalami oksidasi, yang melibatkan penurunan kualitas, perubahan sifat organoleptik dan nilai gizi, serta masalah keamanan pangan. Aditif antioksidan sintetik yang biasa digunakan untuk menghindari proses ini sedang dalam kontroversi saat ini, yang telah menyebabkan meningkatnya minat dalam industri makanan pertanian untuk menggunakan sifat pengawet produk tanaman.

Beberapa minyak atsiri dan komponennya telah menunjukkan peran potensialnya dalam mengatasi kehilangan penyimpanan dan meningkatkan umur simpan makanan dalam waktu dekat Beberapa bahkan telah disetujui sebagai perasa atau aditif makanan, dan yang lainnya sedang dalam validasi. Saat ini, enkapsulasi minyak atsiri juga sedang dipelajari untuk mencoba menstabilkan aktivitas antioksidannya dan bahkan meningkatkannya.

Secara umum, C. longa dan produknya telah menunjukkan potensi antioksidannya sebagai biopreservatif sifat fisikokimia dan organoleptik bahan makanan, seperti paneer, white hard clams, rainbow trout, sotong dan mashed potato, baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan produk tanaman lainnya. . Sifat ini dapat ditingkatkan bahkan lebih dengan bantuan nanoteknologi yang dapat mengontrol kelarutan air dan stabilitas turunan kunyit

Sifat antioksidan minyak esensial kunyit telah dipelajari secara luas. Minyak atsiri daun dengan 22,8% -sesquiphellandrene dan 9,5% terpinolene sebagai senyawa utama telah diusulkan sebagai pilihan potensial untuk mencegah kerusakan oksidatif dari produk makanan yang mengandung lemak karena sifat pendonor hidrogen dan daya reduksinya .Demikian juga, minyak rimpang C. longa mampu mengurangi peroksidasi lipid dan proses lain yang terkait dengan pembentukan radikal bebas, mencapai memperpanjang umur simpan produk makanan. Bahkan, ia telah menunjukkan nilai peroksida terendah sehubungan dengan oleoresin dan antioksidan sintetik, yang berarti efek penghambatan yang lebih efisien dari pembentukan produk oksidasi sekunder malondialdehid . Efek ini telah dikuatkan dengan berbagai metode yang mengevaluasi baik kapasitas pemulung untuk radikal bebas yang berbeda dan kemampuan pengkhelat ion logam dari minyak esensial. Khususnya, minyak atsiri yang diperoleh dari rimpang segar C. longa (-turmerone (42,6%), -turmerone (16,0%) dan ar-turmerone (12,9%)) telah menunjukkan DPPH tergantung dosis yang memuaskan (2,2 -difenil-1-pikrilhidrazil) dan ABTS (2,2-azino-bis-3-ethylbenzothiazoline-6-sulphonic acid) aktivitas penangkal radikal (IC50 10,03 dan 0,54 mg/mL, masing-masing), serta daya pereduksi. Baik metode DPPH dan ABTS adalah di antara pengujian kapasitas antioksidan yang paling banyak dilakukan. Ini adalah penduga yang baik dari aktivitas antioksidan ekstrak apapun secara umum, menggunakan reaksi redoks sederhana antara antioksidan dan spesies oksigen reaktif (ROS), dianggap metode DPPH sebagai baris pertama untuk mengevaluasi kemampuan senyawa dan ekstrak atau lainnya sumber biologis untuk bertindak sebagai pemulung radikal bebas atau donor hidrogen karena akurasi, kesederhanaan dan biaya rendah [258]. Di sisi lain, ABTS telah diamati sangat berguna untuk melacak perubahan dalam sistem antioksidan itu sendiri selama langkah penyimpanan dan pemrosesan . Mengurangi daya biasanya merupakan tes pelengkap yang sebelumnya untuk mengevaluasi lebih lanjut aktivitas antioksidan.

Dengan cara ini, aktivitas antioksidan minyak atsiri C. longa rimpang menonjol di atas 10 minyak atsiri lain yang berbeda. Potensi radikal bebasnya dua kali lebih tinggi daripada Trolox (~60% vs. 28,2%, masing-masing), dan aktivitas antioksidan (72,4%) mendekati nilai referensi minyak esensial Thymus vulgaris (90,9%) dan butylated hidroksianisol (BHA) (86,74%) . Demikian pula, potensi pereduksi minyak rimpang C. longa juga disorot atas Eucalyptus spp., seperti E. sideroxylon, E. tereticornis dan E. citriodora [130.5 1.2, 122.1 1.4 dan 95,8 1,0 M daya antioksidan pereduksi besi ( FRAP) setara, masing-masing], dengan 138.4 1,1 M setara FRAP. Nilai ini bahkan lebih tinggi dari Curcuma spp. lainnya---misalnya, C. aromatica (130,6 1,5 M setara FRAP) .Potensi antioksidan ini juga telah dibuktikan secara in vivo. Lapisan yang dapat dimakan pati/karboksimetil selulosa (CMC) termasuk minyak C. longa menekan aktivitas enzim oksidase dari apel "Fuji" potong segar sebesar 9%

Uji luminol-photochemiluminiscence (PLC) menguatkan setelah itu aktivitas antioksidan yang tinggi dari minyak esensial C. longa . Ini menghasilkan metode yang mudah, cepat dan sensitif untuk mengetahui aktivitas antioksidan terhadap radikal anion superoksida, terutama untuk minyak atsiri seperti hidrofobik. Properti ini mungkin karena kandungan fenolik total minyak esensial C. longa yang juga menyoroti lebih dari 15 minyak esensial dari spesies tanaman yang berbeda. Namun, senyawa fenolik minyak atsiri C. longa dan, akibatnya, aktivitas antioksidan dapat bervariasi tergantung pada kondisi budidaya.

 Khususnya, jenis substrat, bersama dengan keberadaan jamur, secara signifikan mempengaruhi komposisi dan aktivitas minyak atsiri daun C. longa . Aktivitas antioksidan juga dapat berubah sesuai dengan banyak faktor lain, seperti tingkat kekeringan rimpang C. longa. Secara khusus, minyak atsiri dari rimpang segar (24,4% ar-turmeron, 20,5% -turmeron dan 11,1% -turmeron) menunjukkan penangkal radikal DPPH yang lebih tinggi, serta kemampuan mengkhelat Fe2+, daripada yang kering (21,4% ar -turmeron, 7,2% -santalene dan 6,6% ar-curcumene).

Aktivitas antioksidan dari kedua minyak esensial secara signifikan lebih tinggi daripada antioksidan komersial BHA dan butylated hydroxytoluene (BHT), Namun demikian, penulis lain melaporkan tren yang berbeda. Gounder dkk. menunjukkan selama beberapa tes bahwa rimpang kering dan diawetkan memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada yang segar (ar-turmeron (21,0--30,3%), -turmeron (26,5--33,5%) dan -turmeron (18,9--21,1%)). Secara khusus, pemulung kation radikal ABTS [Kapasitas antioksidan setara Trolox (TEAC) 68,0, 66,9 dan 38,9 M pada 1 mg/mL]; potensi antioksidan pereduksi besi (TEAC 276,8, 264,1 dan 178,4 M pada 1 mg/mL); kapasitas antioksidan total dengan uji fosfomolibdenum (686, 638 dan 358 setara asam askorbat per 1 mg minyak) dan daya pereduksi lebih kuat dalam rimpang kering dan diawetkan daripada yang segar, masing-masing [165]. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh komposisi yang berbeda yang dilaporkan oleh penulis [164.165] dalam minyak esensial rimpang segar dan kering yang digunakan dalam pengujian.

Beberapa penelitian yang dilakukan dengan minyak atsiri rimpang kunyit tanpa -turmeron di antara senyawa utama, melaporkan potensi pemutihan DPPH yang lebih rendah dan kekuatan antioksidan pereduksi besi dari minyak rimpang C. longa (45,5% ar-turmeron dan 13,4% -turmeron) terutama, dibandingkan dengan Trolox (IC50 14,5 2,9 mg/mL vs 0,012 0,004 mg/mL dan 389,0 112,0 vs 402,3 20,1 M setara asam askorbat, masing-masing) [105], serta radikal DPPH yang dapat diabaikan aktivitas pemulungan (38,7% ar-turmeron dan 14,2% -turmeron) terhadap minyak esensial lain yang berbeda, di antaranya adalah kayu manis, cengkeh, teh hijau, lemon eucalyptus, rosemary, oregano dan senyawa utamanya carvacrol.

Di sisi lain, Curcuma spp. minyak atsiri dengan komposisi kimia yang sangat berbeda juga telah menunjukkan kemampuan antioksidan yang kuat dan bergantung pada dosis. Dalam hal ini, minyak atsiri C. zedoaria (17,72% curzerenone, 15,85% -eudesmol acetate dan 6,50% germacrone) dan C. angustifolia (29,62% epicurzerenone, 10,79% curzerenone dan 6,12% trans--terpineol) menunjukkan DPPH yang lebih tinggi.

(IC50 2,58 077 g/mL dan 12,53 0,14 g/mL) dan ABTS (IC50 1,28 0,05 g/mL dan 5,53 0,29 g/mL) kemampuan menangkap radikal, serta daya reduksi (EC50 4,77 0,14 g/ mL dan 5,68 0,11 g/mL) dibandingkan BHT dan asam askorbat (DPPH: 19,07 0,17 dan 5,31 0,2 g/mL, ABTS: 14,19 0,21 dan 1,51 0,32 g/mL dan daya reduksi: 9,61 0,18 dan 5,21 0,13 g/mL, masing-masing).

Minyak atsiri daun C. angustifolia (33,2% curzerenone, 18,6% 14-hydroxy--cadinene dan 7,3% -eudesmol acetate) menunjukkan penangkal radikal bebas DPPH dan ABTS yang lebih tinggi (4,06 0,06 dan 1,35 0,14 g/ mL, masing-masing), serta mengurangi (EC50 2,62 0,25 g/mL) aktivitas, dari minyak rimpang dan referensi standar [128]; Minyak rimpang C. amada (40% -myrcene, 11,78% -pinene dan 10% ar-curcumene) dan minyak atsiri yang diperoleh dari bubuk rimpang C. petiolata (83,99% 2-methyl-5-pentanol) disajikan moderat aktivitas antioksidan dibandingkan dengan ekstrak dan referensi standar.

Minyak atsiri rimpang C. longa juga menunjukkan potensi antioksidan yang kuat bila dikombinasikan dengan minyak atsiri lainnya---misalnya, Z. officinale. Dalam hal ini, kombinasi keduanya menunjukkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang lebih tinggi (IC50 3,75 L/mL vs. 4,28 dan 7,19 L/mL), serta pemutihan asam -karoten--linoleat yang lebih kuat (65,24% vs. 59,88 dan 55,82%). ) dari minyak C. longa dan Z. officinale saja. Tes terakhir ini telah umum digunakan untuk membandingkan aktivitas penghambatan peroksidasi lipid baik senyawa individu atau campuran, meskipun hasil yang mungkin tersebar karena faktor yang berbeda seperti komposisi kimia dan pelarut ekstraksi.

Secara keseluruhan, genus Curcuma dan produk turunannya telah populer digunakan sebagai aditif makanan untuk memberikan sifat menguntungkan khusus, yang meliputi pewarnaan, pengawetan dan efek sehat. Khususnya sifat biopreservatif minyak rimpang C. longa dapat memenuhi kebutuhan industri agribisnis pangan. Kesesuaiannya sebagai alternatif alami untuk antioksidan sintetik telah dikuatkan secara luas melalui banyak uji in vitro dan in vivo, memperoleh hasil yang menarik menggantikan antioksidan sintetik referensi. Sedemikian rupa sehingga minyak esensial ini dimasukkan ke dalam pelapis makanan agar tahan lebih lama. Selain itu, penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi minyak rimpang C. longa yang paling tepat, serta kombinasi dengan minyak atsiri lain yang berbeda, sedang dilakukan, dengan tujuan mencoba meningkatkan potensi antioksidannya dan akhirnya diimplementasikan dalam pertanian berkelanjutan.

PENUTUP 

Konsumen menuntut produk alami, lebih aman dan lebih hijau, serta teknologi pangan berkelanjutan, dari industri pangan pertanian. Namun, keseimbangan antara memenuhi harapan konsumen dan mencapai efisiensi maksimum dalam produksi industri menurut Green Chemistry diperlukan.

Aplikasi potensial dari berbagai produk tanaman dalam industri pangan pertanian telah diselidiki secara luas. Diantaranya, minyak atsiri yang diekstraksi dari rimpang  Kunyit-C. longa (spesies yang terkenal karena manfaat obat dan kulinernya) telah menunjukkan potensi antimikroba yang tinggi terhadap spektrum wabah yang luas pada tanaman dan mikroorganisme pembusuk makanan, serta fitotoksik yang signifikan. terhadap beragam gulma yang dianggap benar-benar merupakan ancaman bagi produksi pertanian dan ekologi. Selain itu, ia telah menunjukkan aktivitas antioksidan yang menarik yang akan menghindari pembusukan pascapanen dan memperpanjang umur simpan makanan.

Keserbagunaan ini terutama disebabkan oleh komposisi kimia yang khas dari minyak atsiri rimpang C. longa. Biasanya, seskuiterpen merupakan kelompok fitokimia utama yang diidentifikasi, dan turmeron adalah komponen yang paling representatif. Namun, pola ini dapat berubah tergantung pada faktor internal (genetik) dan eksternal (lokasi geografis, kondisi budidaya, proses pasca panen, dll.) yang tak terhitung jumlahnya. Untuk itu perlu dikembangkan model prediksi untuk mengetahui komposisi kimia minyak atsiri rimpang C. longa sesuai dengan kondisi di sekitar tanaman. Dengan cara ini, pengendalian faktor-faktor ini berguna untuk mendapatkan minyak atsiri hasil tinggi dengan komposisi kimia yang diinginkan, nyaman untuk melakukan aktivitas tertentu dalam industri pertanian pangan secara optimal.

Mengingat sifat produk ini (campuran kompleks senyawa volatil), salah satu proses pertama yang harus diperhitungkan adalah teknik ekstraksi yang dipilih. Meskipun metode konvensional (distilasi uap, hidrodistilasi, dll.) masih yang paling umum digunakan, ada kecenderungan saat ini untuk menggunakan metode baru (SFE, SWE, SFME, MAE, dll.) yang menawarkan beberapa keunggulan, seperti pengurangan biaya, waktu ekstraksi, konsumsi energi, dll., dalam upaya menawarkan minyak atsiri C. longa rimpang berkualitas tinggi dalam waktu serendah mungkin dan dengan residu minimum yang dihasilkan. 

Enkapsulasi minyak rimpang C. longa yang berkelanjutan dan efisien merupakan langkah terakhir untuk penerapannya dalam industri pangan pertanian. Penelitian saat ini berorientasi untuk memecahkan keterbatasan dalam mengaplikasikan minyak atsiri kunyit (volatilitas, ketidakstabilan dalam kondisi tertentu dan hidrofobisitas), dengan tujuan untuk lebih lama mempertahankan berbagai manfaatnya dan meningkatkan kinerjanya. 

Keberlajutan adalah pada produk biodegradable dan biokompatibel sebagai film berbasis alginat yang dapat dimakan dengan kunyit mewakili keunggulan dibandingkan wadah plastik tradisional, meningkatkan kapasitas antioksidan dan memperpanjang masa simpan produk akhir. Banyak metode enkapsulasi, termasuk -siklodekstrin, kitosan-alginat, mikroemulsi, nanopartikel dll, telah dijelaskan untuk meningkatkan bioavailabilitas kurkumin. Mereka mewakili pilihan potensial untuk juga meningkatkan sifat menguntungkan dari minyak atsiri rimpang C. longa dan komponennya, serta mengendalikan pelepasannya. Sebuah studi kompleks mengenai efisiensi biaya dan keberlanjutan, serta konsentrasi ambang batas untuk tidak membahayakan tanaman dan makanan, harus diperhitungkan.

Daftar Pustaka 

  • Singab A.N.B.I. Medicinal & Aromatic Plants. Med. Aromat. Plants. 2012;1:1000e109. [Google Scholar]
  • Inoue M., Hayashi S., Craker L.E. Role of medicinal and aromatic plants: Past, present, and future. In: Perveen S., Al-Taweel A., editors. Pharmacognosy-Medicinal Plants. IntechOpen; London, UK: 2019. pp. 13--26. [CrossRef] [Google Scholar]
  • Saiz de Cos P. Crcuma I (Curcuma longa L.) Reduca Ser. Botnica. 2014;7:84--99. [Google Scholar]
  • Arajo C.A.C., Leon L.L. Biological activities of Curcuma longa L. Memrias Inst. Oswaldo Cruz. 2001;96:723--728. doi: 10.1590/S0074-02762001000500026. [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
  • Luthra P.M., Singh R., Chandra R. Therapeutic uses of Curcuma longa (turmeric) Indian J. Clin. Biochem. 2001;16:153--160. doi: 10.1007/BF02864854. [PMC free article] [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
  • Wickenberg J., Ingemansson S.L., Hlebowicz J. Effects of Curcuma longa (turmeric) on postprandial plasma glucose and insulin in healthy subjects. Nutr. J. 2010;9:43. doi: 10.1186/1475-2891-9-43. [PMC free article] [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
  • Vaughn A.R., Branum A., Sivamani R.K. Effects of turmeric (Curcuma longa) on skin health: A systematic review of the clinical evidence. Phytother. Res. 2016;30:1243--1264. doi: 10.1002/ptr.5640. [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
  • Dasgupta A. Antiinflammatory herbal supplements. In: Actor J.K., Smith K.C., editors. Translational Inflammation. Elsevier Inc.; London, UK: 2019. pp. 69--91. [CrossRef] [Google Scholar]
  • El-Kenawy A.E.-M., Hassan S.M.A., Mohamed A.M.M., Mohammed H.M.A.M. Tumeric or Curcuma longa Linn. In: Nabavi S.M., Sanches Silva A., editors. Nonvitamin and Nonmineral Nutritional Supplements. Elsevier Inc.; London, UK: 2019. pp. 447--453. [CrossRef] [Google Scholar]
  • Ortega A.M.M., Segura Campos M.R. Medicinal plants and their bioactive metabolites in cancer prevention and treatment. In: Campos M.R.S., editor. Bioactive Compounds: Health Benefits and Potential Applications. Elsevier Inc.; Duxford, UK: 2019. pp. 83--109. [CrossRef] [Google Scholar]
  • Rajagopal K., Varakumar P., Baliwada A., Byran G. Activity of phytochemical constituents of Curcuma longa (turmeric) and Andrographis paniculata against coronavirus (COVID-19): An in silico approach. Future J. Pharm. Sci. 2020;6:104. doi: 10.1186/s43094-020-00126-x. [PMC free article] [PubMed] [CrossRef] [Google Scholar]
  • Alvis A., Arrazola G., Martnez W. Evaluation of antioxidant activity and potential hydro-alcoholic extracts of curcuma (Curcuma longa) Inf. Tecnol. 2012;23:11--18. doi: 10.4067/S0718-07642012000200003. [CrossRef] [Google Scholar]
  • Sawant R.S., Godghate A.G. Qualitative phytochemical screening of rhizomes of Curcuma longa Linn. Int. J. Sci. Environ. Technol. 2013;2:634--641. [Google Scholar]
  • Abraham A., Samuel S., Mathew L. Pharmacognostic evaluation of Curcuma longa L. rhizome and standardization of its formulation by HPLC using curcumin as marker. Int. J. Pharmacogn. Phytochem. Res. 2018;10:38--42. [Google Scholar]
  • Meng F., Zhou Y., Ren D., Wang R. Turmeric: A review of its chemical composition, quality control, bioactivity, and pharmaceutical application. In: Grumezescu A.M., Holban A.M., editors. Natural and Artificial Flavoring Agents and Food Dyes. Elsevier Inc.; London, UK: 2018. pp. 299--350. [CrossRef] [Google Scholar]
  • Carballido E. Caractersticas de la Planta de la Crcuma. [(accessed on 18 November 2020)]; Available online: https://www.botanical-online.com/plantas-medicinales/curcuma-caracteristicas.
  • Li S., Yuan W., Deng G., Wang P., Aggarwal B.B. Chemical composition and product quality control of turmeric (Curcuma longa L.) Pharm. Crops. 2011;2:28--54. doi: 10.2174/2210290601102010028. [CrossRef] [Google Scholar]
  • Gonzlez-Albadalejo J., Sanz D., Claramunt R.M., Lavandera J.L., Alkorta I., Elguero J. Curcumin and curcuminoids: Chemistry, structural studies and biological properties. An. Real Acad. Nac. Farm. 2015;81:278--310. [Google Scholar]
  • Ibez, M. D., & Blzquez, M. A. (2021). Curcuma longa l. Rhizome essential oil from extraction to its agri-food applications. a review. Plants, 10(1), 44.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun