Awalnya, semua berasal dari kosong, kosong itu berisi, apa  yang anda minta begitu Tanya Ratu mesir pada Tamtam, dalam kisah cerita lagu rakyat, yang hamba minta kata Tamtam,  adalah, 'isin telaah  tunas titiang, (isi dari kehabisan /kosong itu hamba minta). Sesungguhnya Tamtam meminta kosong, embang, suwung itu identik dengan Tuhan, Tuhan lah sesungguhnya yang dia cari.
Kosong dan berisi itu adalah dua konsep, untuk menjelaskan betapa 'manusia memiliki keterbatasan, untuk menjelaskan aspek mikrokosmos dan  makrokosmos.  Saat keterbatasan itu mampir dan disadari oleh manusia, maka  hanya dengan mengosongkan diri, menyepi dan ening, diyakini  mampu menarasikan yang tak terpikirkan itu, di tataran itu Tuhan di Bali dikenal sebagai Sang Hyang Embang (suhung, sepi, kosong).
Di ranah sub makrokosmos, aneka ragam suasana memuncak, bak  malam dengan suara derik jangkrik bersahutan  dan  desau angin utara yang sejuk, mengkhabarkan bahwa petang  berganti malam dengan udara dingin menusuk tulang, ingin menanti siang dengan menyambut fajar, demikian harapan demi harapan silih berganti, dalam rangkaian, kehidupan berjalan terus menuju dimensi untuk memenuhi tiga keadaan trikona, lahir, hidup dan mati.Â
Tiga putaran itu melekat pada kedirian manusia sebagai  makhluk hidup. Sebelum kematian menjemput, ranah bijak dalam membuat proses kelayu sekaran (meninggal)  yang indah dengan aneka album kenangan kebajikan yang terpapar ke adab budaya manusia, yang diproyeksikan pada visi siddhamahapurusa.Â
Maka dari itu, terlihat jelas bahwa mereka  yang niatnya baik, tatapan matanya pun sejuk sesejuk air danau,  lalu mereka  yang tulus lebih banyak berbicara menggunakan bahasa tindakan dan pelayanan  penuh kasih.
Saat-saat seperti  itu, kerap asa  ini disadarkan dengan ucapan indah Sang Guru Dalai Lama, Kematian berarti mengganti pakaian kita. Pakaian tersebut sudah usang, dan inilah waktunya untuk menggantinya.Â
Begitu juga tubuh yang sudah tua, dan waktunya mengganti dengan tubuh yang muda. Selalu hadir dalam proses lahir hidup dan mati, dengan pandangan tanpa kesedihan, tanpa kegusaran sebab itu adalah prosesi alami, untuk menunjukkan bahwa siklus memberikan kekuatan awal bagi manusia.Â
Nasehat Mahatma Gandhi menarik disimak, Â Kekuatan tidak berasal dari kemenanganmu, perjuanganmu lah yang mengembangkan kekuatanmu. Ketika kamu melewati waktu-waktu sulit dan memilih untuk tidak menyerah, itulah arti dari kekuatan. Kekuatan untuk memperbaiki diri, walaupun kematian terus mengintai di belakang manusia.
Dibingkai yang berukir oleh pengalaman hidup seperti itu, banyak aksi dan reaksi silih berganti dalam tabung reaksi kehidupan nyata untuk berproses menghasilkan senyawa baru pengalaman, lalu  terbersit kisah dan pesan bahwa kehidupan ada karena adanya badan roh. Roh adalah unsur non-materi yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya kehidupan.Â
Akibatnya pertanyaan satire muncul, apalah artinya sebuah onggokan materi yang bernama badan, tanpa roh, dan tanpa kebajikan, jelas usang dan menjemukan. Untuk itu menarik menyisir pesan indah Leonardo da Vinci, pelukis, insinyur dan pemusik dari Italia 1452-1519, yakni, seperti halnya hari yang dihabiskan dengan baik membawa tidur yang membahagiakan, demikian juga hidup yang dihabiskan dengan baik membawa kematian yang membahagiakan. Hidup ini pilihan, anda boleh memilih yang mana, dan itu sah bagi anda.
Oleh karena itu, manusia sewajarnya  berbahagia dengan kehidupan ini, karena badan manusia tak bisa lepas dari  kesedihan, penyakit, usia tua, dan kematian.Walaupun demikian, maka mati tanpa cinta adalah kematian terburuk dari segala kematian.Â
Oleh karena itu, bangkitlah selalu dalam kehidupan yang nyata. Karena cinta ampas berubah jadi sari murni, karena cinta pedih menjadi obat. Karena cinta kematian berubah jadi kehidupan, karena cinta raja berubah menjadi hamba, pesan Jalaluddin Rumi yang menarik untuk dikenang dan diamalkan.
 Bagi mereka yang telah lama mencari makna kehidupan ke dalam diri, maka  kerap menemukan bahwa semua itu bermuara dalam taman indah yang dilabel'  sat cit ananda,  atau kebahagiaan yang tertinggi, akibatnya sang  diri tidak akan membiarkan dirinya diperbudak oleh kenikmatan-kenikmatan sesaat yang sesat, dan mereka yang bijaksana akan berusaha lepas dari kenikmatan-kenikmatan duniawi yang mengikat.Â
Lalu berjalan menyusuri ke dalam diri yang agung, sampai menemukan 'serat-serat 'indah, bahwa Kesenangan  tidak jauh tempatnya, dia ada di sini agar manusia termotivasi. Kesedihan juga  ada di sini agar manusia rajin untuk saling menerangi.
Diterminal perjalanan di dalam diri menemukan  beberapa mutiara dalil yang tak bisa dibantah, pertama, yaitu hidup bergantung pada badan, badan adalah tempat hidup; hidup menyebabkan badan ada; lenyapnya badan melenyapkan hidup, lenyapnya hidup berarti musnahnya badan; pendek kata antara hidup dan badan muncul bersamaan dan musnahnya pun bersamaan juga.Â
Mutiara kedua adalah, karena perbuatan baik ataupun buruk dilakukan dengan perantaraan badan, maka badan itulah yang menerima akibat dari perbuatan baik ataupun buruk.Â
Pada hakekatnya badan adalah pelaku dari perbuatan dan juga sebagai penerima akibat perbuatan tersebut. Mutiara  ketiga adalah  semua makhluk dikuasai oleh waktu dan menderita dalam waktu, menyadari semuanya,pesan indahnya adalah  jangan pernah sia-siakan waktu, dengan segera berbuatlah kebajikan dan kebenaran.Â
Mungkin usaha melaksanakan kebajikan banyak tantangan an kerap gagal. Nasehat baik yang perlu dipegang yakni, kesuksesan adalah perjuangan dari kegagalan demi kegagalan tanpa kehilangan antusiasme.' Kata  Winston S. Churchill
Dalam mencapai pantai kebahagiaan menarik menyimak diskusi antara Rukmini dan Krishna perihal perjalanan kehidupan yang panjang, sebab hakikatnya tak jauh-jauh ingin mewedarkan 'bahwa, mereka  yang sudah kaya raya  di dalam  hatinya, umumnya tidak tertarik  lagi memamerkan kekayaannya  di luar.
*****
Udara pagi  dan sinar mentari yang memukau itu, tampak jelas bahwa negeri Dwaraka, terus berbenah,  dan selalu membawa pencerahan dan inspirasi yang indah, Dewi Rukmini, istri Krishna, puteri Raja Bismaka dari Kerajaan Widarba.Â
Saat itu Rukmini dalam keadaan gelisah, dan bertanya  kepada Krishna," suamiku  engkau hadir dalam setiap bayang-bayang kehidupan ini,  dan kerap membawa beragam narasi yang membuat hatiku bahagia dan penuh senyum di bibir, sehingga  kehadiranmu selalu membuat jiwaku melayang, ingin menuju angkasa raya terbang bersamamu namun bayangan noda kerap hadir dalam hidup ini suamiku, aku  takut kematian, sebab perpisahan karena kematian adalah momok yang mengganjal dalam diriku , berikanlah aku pencerahan agar batin ku bisa tenang.
Krishna sedikit memperbaiki tempat duduknya lalu memberikan wejangan dengan indah, "Rukmini istriku , engkau perlu tahu, Â Jika ada seseorang dapat terbebas dari kematian dan dapat hidup abadi, ia boleh bermalas-malasan; sedangkan bagi mereka yang pasti akan mati dan tidak bisa hidup abadi apa gunanya bermalas-malasan.Oleh karena itu bekerjalah, Tuhan terus bekerja, untuk mengatur isi ciptaannya. Â Lalu apa yang harus aku lakukan Suamiku, Oh Krishna? Tanya Rukmini lagi.
Krishna tersenyum , lalu berkata dengan lembut, " Perlu engkau ketahui istriku, sang waktu itu  tiada batasnya, ia terus bergerak meski telah melewati ribuan putaran tahun; sedangkan hidup itu ada batasnya, bahkan seringkali dijalani dengan sangat cepat dan hanya dalam sekejap saja; sadar akan hal tersebut, apakah yang menyebabkan orang masih menyia-nyiakan waktu, mari manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk berbuat kebajikan.Â
Sekali lagi ingatlah lakukanlah kebajikan, sesungguhnya umur sekalian makhluk hidup itu teramat pendeknya, bahkan sebagian dari umurnya itu pada waktu malam dipakainya untuk tidur akibat kantuk; yang lain dilalui dengan penyakit, kesedihan, umur tua dan masalah-masalah hidup lainnya, akhirnya sangat sedikitlah masa hidup itu sesungguhnya.
Mengapa manusia kerap mengabaikannya suamiku? Tanya Rukmini lagi,semua makhluk terperangkap dalam siklus hidup dan mati, masa hidup mereka lewati dengan penyakit, usia tua, dan kesedihan; namun umumnya tidak banyak orang yang sadar akan singkatnya masa hidup itu, mengapa dia lupa sebab, dipengaruhi oleh pikirannya dan egonya, tertutup dengan gelapnya maya.
Lalu betapa mengerikannya kematian itu, lalu bagaimana caranya mengatasinya? Krishna berkata lagi, ketahuilah oh istriku, Â Â Bukan karena obat, bukan karena doa, bukan karena kurban, dan juga bukan karena pengulangan-pengulangan mantra mampu membebaskan orang dari kematian; sesungguhnya tidak ada orang yang dapat terbebas dari kematian.Â
Kematian adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan
Istriku, sayang, Â Jika tidak ada introspeksi diri setelah melihat orang tua renta, orang sakit, dan orang mati, dimana seolah-olah ia tidak akan berkeadaan seperti itu kelak; orang yang seperti ini tidak ubahnya dengan pecahan periuk atau batu bata.Â
Dan, perlu  engkau camkan bahwa walaupun lantaran saktinya seseorang dapat menguasai seluruh  benua hanya dalam sekejap, namun ia tidak akan dapat menghindarkan dirinya dari penyakit, usia tua dan kematian. Lalu apa yang perlu dibanggakan, selain perbuatan baik itulah yang perlu dimaknai dengan segera dalam hati.
Ketahuilah, Â waktu adalah tubuh dari sang maut kematian, detik, menit, jam, siang, malam dan pembagian waktu lainnya adalah organ-organ tubuhnya; wujudnya adalah penyakit dan usia tua, inilah penampakkan dari kematian. bagaikan ular menelan mangsanya, demikianlah kematian pasti akan menelan makhluk hidup jika sudah waktunya.Â
Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya saat hidup ini untuk melaksanakan kebajikan dan kebenaran, sebab di usia tua demikian banyaknya hambatan (kelemahan fisik & penyakit) untuk melakukan kebajikan dan kebenaran dengan sempurna.Â
Seperti keadaan orang tua renta yang masih bernafsu untuk berkelahi, lantaran kelemahan fisiknya ia akan jatuh bangun melakukannya; bagaikan serigala tua yang telah ompong ingin mengunyah tulang, sia-sialah usahanya itu dan ia hanya dapat menjilatinya saja.
Mantapkanlah perasaanmu bahwa kenapa orang selalu lupa bahwa ia akan mati pada akhirnya, bagaikan orang terhukum mati, hari-hari berlalu, semua akan membawanya semakin dekat dengan masa eksekusi; demikianlah keadaan makhluk hidup, saban hari waktu hidupnya semakin berkurang.Â
Kematian tidak dapat ditolak dan waktunya pun tidak dapat diramalkan, oleh karenanya sangat keliru lah orang yang selalu mengulur-ngulur waktu untuk melakukan kebajikan dan kebenaran; kelirulah orang yang berpikir bahwa kebajikan yang seharusnya dilakukan hari ini akan dilakukannya esok hari.
Sebab tidak ada yang dapat memutus hidup selain dari pada kematian, maka dari pada itu lakukanlah seolah dengan tergesa-gesa kebajikan dan kebenaran itu; bagaikan keadaan buah-buahan akhirnya ia akan jatuh juga ke tanah, demikianlah yang hidup pasti akan mati cepat atau lambat, maka percepatlah untuk melakukan hal-hal yang baik dan benar dalam hidup ini. Â
Kematian sudah ditetapkan waktunya oleh takdir Tuhan, walaupun terluka parah ia tidak akan mati jika belum takdirnya, sebaliknya jika sudah takdir, seseorang bisa mati walaupun hanya tertancap duri.
Istriku, perlu diketahui, bahwa  sekalian makhluk hidup diombang-ambingkan oleh kesengsaraan dan kematian; menyadari kenyataan ini, kenapa manusia masih saja melakukan kesenangan-kesenangan egoistiknya dengan menyengsarakan makhluk hidup lainnya. Â
Sebab kematian itu senantiasa akan mengintai hidup kita, tidak peduli sedang duduk, tidur, berjalan, sedang makan dll. Menyadari kondisi ini kenapa kita masih enak-enakan tidur dalam kemalasan, bagaikan ikan dalam tempayan, hidupnya hanya menunggu mati.
Bagaimanapun 'pahit' dan sulitnya hidup, mau tidak mau kita harus menjalaninya juga. Segala sesuatu yang merupakan karma haruslah dinikmati, hidup miskin kekurangan pangan, tunawisma, tanpa pertolongan, bantuan dll, semua itu harus dijalani juga.Â
Jika ingin merubah karma, lakukanlah kebajikan dan kebenaran mulai hari ini; sebab kelak ialah yang akan menemani hidup, sebagai kawan yang akan memberikan pertolongan setiap saat.Â
Saat ajal tiba, isakan tangis sanak saudara dan kawan mengiringi; selanjutnya tiada siapapun yang menemani, bahkan pasangan hidup kita pun akan beranjak pergi dari kuburan, tiba saatnya kita berjalan sendiri saja dan hanya ditemani oleh karma baik dan buruk saat hidup.
Dewi Rukmini terdiam  merasakan sebuah ungkapan kebenaran yang meluncur dari bibir  Krishna
Lalu, Krishna menambahkan, Â Istriku perlu engkau pahami bahwa masa anak-anak hilang oleh masa remaja, keremajaan hilang oleh kedewasaan, kedewasaan itu hilang oleh masa tua, dan semuanya hilang ditelan kematian, menyadari ini, mulai sekarang bergiatlah untuk mulai menabung kebajikan dan kebenaran, sebab ialah yang merupakan harta di akhirat. Kekayaan-kekayaan duniawi tidak akan dapat dipergunakan untuk menghindar dari penyakit, usia tua, dan kematian.
Udara malam itu berdesir  dengan lembut ikut memberikan suasana yang damai pada ucapan Krishna pada Dewi Rukmini,  Jika engkau sudah bijaksana, maka  tidak  kekallah keremajaan, kecantikan, pun juga hidup ini; apalagi kepemilikan harta kekayaan, misalnya uang, emas, perak, pakaian dan lain-lain, semua itu akan sirna, tak ada yang kekal.
Inilah pesan indah bagi mereka yang beranjak pada dimensi kebijaksanaan,  dan memutuskan ikatan darinya adalah langkah awal menuju zona pembebasan. Sebab perlu diingat  Janganlah takabur akan usia muda yang sehat, jangan sombong atas berlimpahnya kekayaan yang dimiliki; hendaknya selalu waspada akan penyakit sosial dan kemiskinan moral, seperti kewaspadaan kita pada api, racun dan musuh, sadarilah itu semua, sebab hidup di dunia ini sementara, Ciptaan timbul dari kebenaran dan lebur ke dalam kebenaran. Di alam semesta ini, adakah tempat tanpa kebenaran? Dengan pandangan batinmu, berusahalah melihat kebenaran yang murni dan tak bercela ini. Kata Krishna melengkapi.
Suasana hening... Krishna dan dewi Rukmini berpelukan dengan hangat, memesankan bahwa  layaknya  embun pagi yang bertengger pada kelopak bunga, belajar  untuk berpijak pada landasan berkah saat ini apa adanya.Â
Pikiran manusia boleh melabeli dengan dualitas  buruk atau baik, terima apa adanya  saja, maka pada saatnya tiba bunga kedamaian akan bermekaran dengan indahnya  di dalam hati yang bening.  Selamat Hari Raya Nyepi, moga selalu damai (Singaraja, 6 Maret 2019) *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H