Liburan hari ketiga, saya pun kembali mengantar anak ke Gramedia. Tujuh eksemplar buku novel dan komik diborongnya.Â
Satu di antara buku novelnya seharga hampir 200 ribu rupiah. Anehnya, saya kok malah gembira ya, mendapati dia keranjingan buku.
Seperti episode pembelian buku hari pertama, pun demikian episode kedua, anak saya begitu cepat menghabiskan bacaan buku-buku yang dibelinya. Ia rela begadang, rela tidak minta jajan, demi membaca buku-buku novel dan komiknya.
Nah, pada yang kedua pun sama. Habis setumpuk novel, anak kembali merajuk. Meminta saya kembali membelikan buku. Alasannya, masih ada buku yang belum dia punya. Katanya buku itu ada lagi hari ini.Â
"Kemarinan habis kata si mbak petugas," kata anak saya merajuk.
Dibombardir rayuan berulang, saya pun luluh. Kembali mengantar anak saya ke Gramedia untuk yang ketiga kalinya.Â
Belum genap sepekan libur, saya sudah tiga kali ke Gramedia. Jangan tanya berapa banyak rupiah yang harus keluar untuk beli buku-buku novel dan komiknya. Hitungan saya, sudah melebihi biaya untuk mudik sekeluarga ke Yogyakarta.
Saya berpikir, ini episode ke Gramedia yang terakhir kalinya selama liburan akhir tahun ajaran ini, sesuai janji anak. Benar memang. Habis semua novel dan komiknya dibaca, anak saya memang tidak merajuk untuk ke Gramedia lagi. Tetapi bukan berarti selesai sudah urusan membeli buku. Hanya teknik membelinya yang berbeda. Si anak meminta izin untuk membeli buku melalui Gramedia online. Hahahaha. Deretan judul novel pun disodorkan.Â
"Cuma tiga novel, masing-masing 70 ribu. Jadi butuh uang 210 ribu saja," kata anak saya merajuk.
Berulang kali dia memainkan HP emaknya. Meminta izin membeli buku melalui online. Padahal itu tumpukan novel dan komik yang masih kinyis-kinyis, masih baru dibuka teronggok di meja kamarnya. Katanya sudah dibaca semua.