Sambil menunggu persetujuan emaknya untuk bisa beli buku di Gramedia online, anak saya membuka-buka aplikasi perpustakaan nasional dan e-library sekolahnya. Terpaksalah saya harus merelakan HP dalam genggamannya. Hahahaha...
Demi sedikit mengerem dan menghemat pengeluaran untuk beli buku, saya izinkan ia membaca buku lewat aplikasi HP saya.
Belum juga sepekan libur sekolah, saya sudah kerepotan mengalihkan kegiatan anak saya dari HP ke buku-buku. Bagaimana saya harus menyiasati dua pekan sisanya. Pergi ke tempat wisata? Pilihan ini cukup merepotkan karena saya dan suami memang tidak libur.
Buku memang efektif menjadi solusinya, tetapi biaya yang harus saya keluarkan jauh lebih mahal dibanding saya mengajaknya mudik ke kampung halaman.
Saya sekali waktu iseng meminta dia membaca koleksi-koleksi buku novelnya yang sudah numpuk di rak buku.Â
Sambil tertawa, si anak menunjukkan satu buku novel Harry Potter ke saya. Buku yang tebalnya minta ampun tersebut, sampulnya sudah terlepas. Tampang bukunya juga sudah lecek.Â
Kata anak saya, sudah puluhan kali baca ulang buku novel Harry Potter. Dari buku novel Harry Potter yang dikoleksi anak saya, hanya satu atau dua novel saja yang masih lumayan bagus. Selebihnya sudah lusuh saking bolak balik dibaca ulang.
Meski saya cukup kerepotan memenuhi keinginan anak saya untuk membeli buku-buku novel, tetapi jauh di lubuk hati paling dalam, saya bersyukur bahwa anak saya memiliki kegemaran membaca buku. Hal yang menurut saya langka untuk era media sosial seperti sekarang ini.
Oh iya, anak saya tidak main media sosial baik itu FB, IG maupun Twitter juga TikTok dan lainnya. Kalaupun dia ada muncul di Youtube kakaknya, itu sebatas tugas sekolah. Beberapa guru memang meminta siswa untuk membuat video kemudian memposting di YouTube.
Nah itulah 'kerepotan' saya mengisi liburan sekolah anak. Kerepotan ini terjadi karena saya berupaya mengurangi kontak anak dengan HP. Bisa jadi saya akan tidak kerepotan jika mengizinkan anak main HP. Toh kalau sudah pegang HP, seharian juga bakal anteng.