Saya mengalami perjalanan panjang untuk dapat memahami Tuhan, dimulai belajar bersama para sufi (ahli tasawuf) hingga belajar Veda (Bhagavad Gita dan Srimad Bhagavatam) bersama para Vaisnava (Penyembah Sri Vishnu) masih di daerah Jawa Barat saya bereksplorasi bertualang selama 10 tahun guna mendapatkan pencerahan dan kesembuhan karena sakit psikis yang belum bisa disembuhkan saat itu dan kegilaan hidup yang saya alami dari saat saya berusia 17 tahun.
Adapun salah satu guru sufi saya senang berdialog dengan pemuka Agama Buddha di Vihara Buddha, beliau bernama bapak Engkos Kosasih, tinggal di daerah Dago, Bandung Jawa Barat. Beliau sering bercerita pengalaman spiritualnya bersama para bhikku kepada saya perihal pengetahuan tentang "Mengaji Rasa".
Rasa itu berkaitan dengan hati. Beliau selalu mengajarkan pada saya tentang keutamaan kekayaan hati, keluasan hati, kejembaran hati, hidup penuh sifat welas asih agar kita mampu memahami Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian pun terkisah saat saya bertemu para Vaisnava di salah satu Ashram yang ada di Citeko, Bogor, Jawa Barat.
Beliau para Vaisnava menjelaskan bahwa dengan sifat sattvam (kebaikan) yang tulus terus menerus diperjuangkan dan diamalkan dalam berkehidupan, maka kita berkesempatan untuk meraih jalan bhakti untuk memahami Tuhan. Sampai saat ini saya masih dalam asuhan Vaisnava bernama Guruji Matsya Avatara Dasa untuk memahami Sastra Veda.
Pengetahuan tentang welas asih dan jalan bhakti saya pegang teguh untuk diamalkan dalam peribadatan Syariat Islam yang selama ini saya jalankan. Maka saya Shalat demi menyerahkan seluruh hidup dan matiku kepada Allah dan bentuk pelayanan bhakti-ku kepada Allah sebagaimana bunyi bacaan iftitah "Sesungguhnya shalatku ibadahku, hidupku, matiku semata hanya untuk Allah."
Dan untuk mengamalkan pengetahuan welas asih dari Ajaran Buddha yang dilisankan oleh Guru Sufi saya Bapak Engkos Kosasih, saya berbhakti melayani binatang peliharaan saya yang ada dirumah saya.
Yaitu Para Merpati Pos penunggu Rumah saya, yang keluarga saya besarkan dimana kami pernah dipinjamkan sepasang Merpati Pos agar anak anak yang lahir, boleh menjadi milik kami dan kami pelihara, dari sahabat kakek saya.
Dan Nuki adalah satu-satunya merpati Pos yang saya katakan "beruntung" karena bisa akrab dan bermanja kepada saya, karena semasa masih kecil, Nuki tidak dirawat oleh "kedua orangtuanya".
Nuki berada dalam pemeliharaan saya, saya suapi makan minumnya, saya bersihkan "pup"-nya, saya mandikan agar segar, hingga ia dewasa dan bisa makan sendiri dari pakan burung yang keluarga kami sediakan. Terkadang Nuki yang manja selalu masuk kerumah untuk saya usapi kepala dan punggungnya seperti yang ada di foto.
Kemudian Keluarga saya punya burung peliharaan Jalak Putih, ia bernama Whiteblack yang sering disapa akrab Weki. Uniknya Weki berbeda dengan burung Jalak Putih pada umumnya yang selalu dikurung dalam kandang burung.
Weki kami bebaskan karena kecerdasannya. Semenjak pernah kabur saat diberi makan adik perempuan saya di kandangnya ketika kedua orang tua kami sedang menjalankan ibadah Umrah.
Adik saya sampai mengangis mengalirkan air mata atas kejadian ini. Kemudian kami berdua berdoa setelah Shalat Maghrib dan Isya, agar Allah Ridha memberikan keajaiban Weki mau pulang kembali.
Dan benar besok harinya Weki sudah masuk kedalam kandang burung yang kami sediakan anggur dan apel. Kami bersyukur sekali Allah Ridha mengabulkan doa kami. Dari kejadian itu, Weki kami beri kebebasan, untuk tidak kami kurung, dan dia mengerti bahwa rumah kami adalah rumahnya.
Weki yang manja selalu berteriak "WEK!" yang artinya dia lapar, mau makan Tahu Kuning atau Buah Anggur segar makanan favoritnya. Saya bergegas lari, walau disaat kesibukan apapun termasuk sedang mengetik membuat tulisan di kompasiana.
Saya dengan segenap jiwa dan raga, memberi makan Weki dan menyuapinya. Sebagai bentuk saya meluhurkan makhluk Allah dengan melayaninya sepenuh hati dengan sifat welas asih dan pelayanan Bhakti seperti Umat Hindu dan Buddha amalkan dalam kehidupan.
Demikian kisah saya. Sebelum menuju tujuan paling puncak hidup saya melayani Tuhan Yang Maha Bijaksana setelah saya wafat nanti.
Saya mendedikasikan diri melayani Kedua Orang Tua, Adik tersayang, dan hewan-hewan peliharaan yang ada dirumah segenap hati dan semampu saya disaat kesempatan hidup di masa sekarang, tentunya sebelum saya berumah tangga, dan optimisme saya nanti jika dipanggil untuk memenuhi Tugas untuk mengabdi melayani bangsa dan negara, apabila saya benar-benar dibutuhkan masyarakat sesuai urgensi zaman.
Selamat Waisak 2022!
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 16 Mei 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H