Semua akibat yang menentukan jodoh, rezeki, kebahagiaan, kecelakaan, dan kematian, sebenar-benarnya kita yang menciptakannya sendiri melalui sebab-sebab yang kita perbuat.
Jadi jangan salahkan siapapun atas kemalangan yang menimpa pada diri . Kita mendapatkan kemalangan karena kita abai. Abai itu banyak rupanya, ada abai terhadap aturan hukum, ada abai terhadap moral, ada abai terhadap aturan agama, ada abai terhadap tatakrama, ada abai terhadap kesehatan dan sebagainya.
Maka solusinya adalah berempati untuk menjadi peduli dan peduli agar kita penuh cinta untuk menuju kesadaran murni.
Karena sebab yang paling sempurna dan menyelamatkan kita adalah Cinta. Yakni cinta penuh ketulusan yang harus dibayar dengan perjuangan yang nyata untuk mengasihi dan menyayangi kepada seluruh makhluk (penuh sifat welas asih, seperti tidak sembarang jagal hewan tanpa ilmu penyempurnaan ruh hewani atau jagal hewan hanya demi urusan nafsu lidah dan perut), dan kerelaan untuk mau merasakan ketidaknyamanan dan merasakan tidak nikmat/tidak enak bahkan merasakan sakit pada apa-apa dalam diri (termasuk sakit hati).
Kerelaan yang disebutkan adalah kekuatan besar manusia, yang menjadikan manusia berkemampuan luhur untuk menjalankan misinya yang utuh sebagai manusia sejati.
Jika Cinta adalah sebab, maka kebijaksanaan adalah akibat... sebagai hadiah dari Tuhan atas bukti cinta kita.
Dengan Kebijaksanaan, hidup kita menjadi damai, aman, tenang, tentram dan penuh kemakmuran karena rezeki yang terus mengalir tiada henti.
Semakin hebat Cinta kita, maka semakin hebat kebijaksanaan yang kita peroleh.
Semakin manusia paham dan mampu mengamalkan akan sebab akibat secara optimal dan membangun. Maka ia berkemampuan untuk menjadi hakim yang adil dan bijaksana.
Tertanda.
Rian.
Cimahi, 31 Maret 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H