Selaksa samudera yang mendidih, mengguyurkan seluruh syarafku dengan aliran kepedihan dan aku hanya bisa terpaku lebih larut lagi oleh pernyataan adikku tersebut.
“Arlan!” batinku menjerit.
***
Seminggu setelah kejadian itu. Aku mengajak adikku untuk berziarah. Menebarkan doa-doa semoga dia tenang di sisi Yang Maha Kuasa. Sebelum kembali pulang, aku menaburkan beberapa genggam bunga diatas pusaranya, kemudian beranjak pergi.
“Terima kasih” renungku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!