"Baik." kata singkat, jelas, dan menurutku cukup sopan untuk dikatakan pada orang yang belum pernah bertemu sebelumnya.
"Kamu?" tanyaku balik. Sebagai sopan santun sekaligus basa-basi.
"Baik juga." katanya.
"Oiya, selamat." Kataku lagi melirik jari manisnya yang dilingkari cincin emas. Ekspresinya tampak bingung kutanya begitu.
"Kalian sudah menikah?" tanyaku lagi. Memperjelas ucapanku sebelumnya.
"Aku. Dia abadi dalam ketiadaan." Jawabnya setelah lama terdiam.
"Maksudnya?" Tanyaku entah karena tak dapat mencerna ucapannya atau karena tak percaya.
***
Perjumpaan tempo hari yang membawaku kesini. Bertemu ayah dan ibunya. Mendapati mereka sudah tahu semuanya. Dan mereka juga yang memberi izin untukku masuk ke kamarnya. Melihat semua ini. Benda-benda beberapa tahun lalu yang pernah aku beri. Membaca lagi tulisan-tulisanku sendiri.
"Ini buku untukmu. Meski tidak di sampingmu, aku ingin menjadi tempatmu berkeluh meluapkan penuh. Jika tidak berkenan, berikan saja pada anak sekolahan. Adikmu, tetanggamu, atau siapa pun itu yang dapat memanfaatkannya lebih baik dari kamu." dalam sebuah buku yang ternyata sudah penuh dengan tulisannya.
"Jangan lupa bawa jaket saat berkendara. Kalau tidak mau pakai yang ini, pakai yang lain saja. Yang ini bisa kamu kasihkan pada temanmu yang suka berkendara juga."